Punya Riwayat Penyakit yang Sebabkan Komplikasi, Sapardi Djoko Damono Sempat Dirawat Sejak 9 Juli
Sapardi Djoko Damono memiliki riwayat penyakit yang sebabkan penurunan fungsi organ lain, dirawat di rumah sakit sejak tanggal 9 Juli 2020
Editor: Talitha Desena
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Seperti yang diketahui, sastrawan Sapardi Djoko Damono tutup usia.
Kepergiannya menimbulkan duka bagi masyarakat yang dekat dengan karya-karyanya.
Sapardi Djoko Damono menghembuskan napas terakhirnya pada Minggu 19 Juli 2020.
Sebelum meninggal, Sapardi Djoko Damono sempat dirawat di rumah sakit sejak 9 Juli 2020.
Dirawat 10 hari, sang sastrawan akhirnya berpulang.
Sastrawan berusia 80 tahun ini meninggal dunia karena penurunan fungsi organ.
• Mengenang Sapardi Djoko Damono, 7 Puisi Terbaiknya Penuh Makna Romantis & Populer Sepanjang Masa
• Sapardi Djoko Damono dan Semua Penghargaan Internasional yang Didapatkan Semasa Hidupnya

Kabar duka ini disampaikan oleh pihak keluarga Sapardi Djoko Damono, Nana Subianto.
Nana Subianto dihubungi Kompas.com melalui telepon, Minggu (19/7/2020).
Sapardi Djoko Damono memiliki riwayat penyakit yang menyebabkan komplikasi ke organ lainnya.
Sastrawan kelahiran 20 Maret 1940 tersebut menghembuskan napas terakhir.
Sapardi dinyatakan meninggal dunia karena penurunan fungsi organ.
Nana mengatakan Sapardi Djoko Damono memiliki penyakit yang menyebabkan komplikasi ke organ lainnya.
"Sakit komplikasi," tutur Nana.
Sapardi menghembuskan napas terakhir di usia 80 tahun. Keluarga berencana memakaman jenazah penulis puisi Hujan Bulan Juni ini di Taman Pemakaman Giritama, Giritanjong Bogor Jawa Barat.
Nana mengatakan acara pemakaman akan dilaksanakan sore ini selepas waktu ibadah Shalat Ashar.
Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada Minggu, pukul 09.17 WIB di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan, Banten.
Sapardi yang lahirdi Surakata, Jawa Tengah, meninggal karena penurunan fungsi organ.
Almarhum adalah sastrawan besar Indonesia sekaligus akademisi dari Universitas Indonesia.
Profil Sapardi Djoko Damono
Sapardi Djoko Damono adalah seorang punjagga kebanggaan Indonesia yang lahir di Surakarta, 20 Maret 1940.
Dia kerap dipanggil dengan nama akrab, SDD.
Sapardi dikenal melalui berbagai puisi mengenai hal-hal sederhana tapi penuh dengan makna kehidupan.
Hal itu yang membuat karyanya begitu popular di Indonesia, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.
Sapardi Djoko Damono menghabiskan masa mudanya di Surakarta.
Dia menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 2 Surakarta pada tahun 1955 dan lulus dari SMA Negeri 2 Surakarta pada 1958.
Kemudian, Sapardi melanjutkan pendidikannya demi mengembangkan bakat dan kesukaannya menulis di jurusan Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
• Sapardi Djoko Damono Meninggal, Ini Daftar Lengkap Kontribusi Besar pada Kejayaan Sastra Indonesia
• Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun, Sapardi Djoko Damono Meninggal, Apa Sebab dan Riwayat Sakitnya?
Pada tahun 1973, Sapardi meninggalkan Semarang menuju Jakarta untuk menjadi direktur pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah sastra Horison.

Sapardi Djoko Damono pernah mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) di Universitas Indonesia pada tahun 1999-2004.
Selain itu, dia pernah menjabat menjabat sebagai dekan Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia periode 1995-1999 dan menjadi guru besar.
Pada masa tersebut, ia juga menjadi redaktur majalah Horison, Basis, Kalam, Pembinaan Bahasa Indonesia, Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, dan country editor majalah Tenggara di Kuala Lumpur.
Sastrawan dan penyair kebanggaan Indonesia ini telah banyak menerima penghargaan.
Pada tahun 1986, Sapardi Djoko Damono mendapatkan anugerah SEA Write Award.
Ia juga penerima penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003.
Sapardi juga penerima penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003 dan menjadi salah satu seorang pendiri Yayasan Lontar.
Sapardi Djoko Damono menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri.

Penghargaan internasional untuk Sapardi Djoko Damono
Pada 2018 lalu, Sapardi mendapat penghargaan Anugerah Buku ASEAN (ASEAN Book Award) untuk bukunya yang berjudul Hujan Bulan Juni dan Yang Fana Adalah Waktu.
Penghargaan itu diberikan kepada Sapardi pada April 2018 di Kuala Lumpur, Malaysia dalam acara Kuala Lumpur International Book Fair yang diselenggarakan oleh Putra World Trade Center.
Penerbit Gramedia Pustaka Utama yang menerbitkan buku Sapardi menulis dalam akun resmi Twitter,
“Satu lagi penghargaan Anugerah Buku ASEAN yang diterima oleh Pak @SapardiDD di Kuala Lumpur International Book Fair: Penulisan Prolifik untuk novel Yang Fana Adalah Waktu.
Selamat Pak @SapardiDD. Terimakasih atas semua hadiah untuk Indonesia ini, pak,”
Pada 1986, Sapardi juga meraih Hadiah Sastra ASEAN (SEA Write Award) dari Thailand. Serta Anugerah Puisi Putra dari Malaysia atas bukunya yang berjudul "Sihir Hujan dari Malaysia" pada 1983.
Pakar bidang sastra yang memulai karya awalnya berjudul "Duka-Mu Abadi" ini juga pernah mendapat Anugerah Budaya (Cultural Award) dari Australia pada 1978.
Sapardi termasuk dalam daftar sastrawan Indonesia yang banyak memberikan sumbangsih bagi kesusasteraan Tanah Air.
Beliau telah menerjemahkan banyak buku asing di antaranya yang paling terkenal adalah Lelaki Tua dan Laut (The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway) dan Dimensi Mistik dalam Islam (Mystical Dimension of Islam karya Annemarie Schimmel).
(Tribunnewsmaker.com/*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Sapardi Djoko Damono Sempat Dirawat Sejak 9 Juli Sebelum Berpulang dan di Kompas.com dengan judul Profil Sapardi Djoko Damono, Sastrawan Kebanggaan Indonesia dan Sapardi Djoko Damono dan Penghargaan Internasionalnya
Dan di Tribunnews.com, Sapardi Djoko Damono Sempat Dirawat Sejak 9 Juli, Miliki Riwayat Penyakit yang Sebabkan Komplikasi