Breaking News:

Seluruh Sekolah NTB Berlakukan Denda Bagi Murid Menikah Dini, Karena Guru Sedih Lihat Nasib Siswa

Untuk menekan jumlah siswi yang menikah muda, seluruh sekolah buat aturan murid yang akan menikah diberlakukan denda

Editor: Talitha Desena
Pixabay
Ilustrasi menikah 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Pernikahan dini di kalangan siswa di Nusa Tenggara Barat masih marak terjadi.

Apalagi baru-baru ini viral siswi berusia 15 tahun yang menikah karena tidak memiliki biaya untuk sekolah online.

Wilayah tersebut memang memiliki angka pernikahan dini yang tinggi.

Hingga sejak tahun 2005, seluruh sekolah di Lombok Tengah, NTB memberlakukan sebuah aturan.

Yakni memberlakukan denda bagi siswa yang menikah dini.

Diharapkan aturan tersebut dapat menekan pernikan di bawah umur di daerah tersebut.

Baca juga: Kiwil Menikah Lagi, Meggy Wulandari Sebut Mantan Suaminya Cita-citanya Beristri Tiga, Engga Heran

Baca juga: POPULER Kisah Remaja 15 Tahun yang Menikah karena Sulit Keuangan dan Tak Bisa Sekolah Online

Ilustrasi menikah
Ilustrasi menikah (Pixabay)

Meski begitu, aturan tersebut dijalankan secara fleksibel.

Aturan itu tercipta dari komite sekolah.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan, Muhammad Nazili mengatakan, sekolah bersama komite sekolah mencoba untuk memproteksi dengan membuat awik-awik atau aturan dengan membuat sanksi denda yang besarannya bervariasi di masing masing sekolah.

 

Namun, meski sanksi diterapkan, masih saja ada pernikahan di usia sekolah.

"Pemerintah, masyarakat maupun sekolah tidak bisa mencegah kalau sudah terjadi.

Banyak persoalan yang menjadi penyebabnya, seperti adat, budaya, dan keluarga," kata Nazili, Selasa (27/10/2020).

Salah satu sekolah yang menerapkan denda tersebut, yaitu SMKN 1 Kopang.

Salah seorang guru SMKN 1 Kopang, Ary Mayani mengatakan, terkait sanksi ini.

Biasanya perjanjian antar siswa, orangtua siswa, dan sekolah diberlakukan saat serah terima siswa di PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru).

"Ada surat pernyataan tidak akan menikah saat melangsungkan pendidikan, dan bersedia didenda jika melanggar.

Wali murid dan siswa yang tertanda tangani surat pernyataan tersebut.

Itu kami lakukan sebagai salah satu upaya menekan angka pernikahan dini dari sekolah," jelasnya.

Kebanyakan tanggung jawab pembayaran denda diserahkan ke pihak wali dari laki-laki jika menikahi siswi di sekolah ini, atau langsung wali laki-laki jika siswa laki-laki yang menikah sebelum tamat.

"Terkadang malah denda itu tidak dibayarkan karena kondisi ekonomi pihak yang melanggar tidak mampu.

Sekolah sangat memaklumi karena tujuannya bukan untuk uang, tetapi untuk menekan angka pernikahan usia sekolah," katanya.

Ary menjelaskan, suatu ketika ada seorang siswinya yang hendak menikah.

Dia mencoba menemui wali murid dan kepala dusun, berusaha mencari jalan tengah agar siswinya bisa menamatkan sekolah.

"Dan sampai sekarang belum ada kabar lagi, termasuk terkait pembayaran denda.

Mungkin siswi kami itu sudah akad nikah," katanya.

Ary sangat sedih ketika ada siswi atau siswanya yang menikah.

Kebanyakan perempuan yang terpaksa menikah di usia dini.

"Saya sedih saat bicara dengan dengan mereka.

Lebih sedih lagi saat mendengar pengalaman siswi saya yang sudah keguguran, mengalami KDRT, dan bercerai," katanya.

Dalam setiap kesempatan, Ary selalu mengingatkan siswa siswinya agar menyelesaikan sekolah dan tidak terjebak untuk menikah dini.

Sebelumnya diberitakan, EB (15), siswi SMP 4 Batukliang Utara, Lombok Tengah, NTB, harus membayar denda Rp 2 juta karena menikah di usia dini.

Adapun EB menikah dengan seorang remaja berinisial UD (17) pada 10 Oktober 2020. 

Sebelumnya,  Remaja 15 Tahun Menikah karena Sulit Keuangan dan Tak Bisa Sekolah Online

Seorang remaja berusia 15 tahun dengan inisial EB memutuskan untuk menikah.

Kepada wartawan, ia mengambil keputusan untuk membina rumah tangga gara-gara tak sanggup menanggung susahnya hidup tanpa kedua orangtua.

EB sendiri merupakan warga Kecamatan Batukelang Utara, Lombok Tengah, NTB.

Ia memutuskan untuk menikah dengan UD, remaja berinisial 17 tahun.

Adapun EB masih duduk di bangku kelas 3 SMP.

Sementara UD telah lama putus sekolah sejak ayahnya meninggal dunia.

Hal itu EB katakan sendiri kala ditemui di rumahnya, kawasan Kecamatan Batukliang, Minggu 25 Oktober 2020.

"Saya bingung mau ngapain lagi, tidak sekolah sudah empat bulan, saya tidak punya handphone, tak bisa ikuti belajar daring."

"Ketika UD datang bersama keluarganya meminta saya ke nenek, saya mau diajak menikah," kata EB seperti dikutip dari Kompas.com.

EB tampak bingung saat menerima kedatangan wartawan.

Dia segera meminta keluarga suaminya memanggil UD.

Kala itu, sang suami tengah bekerja di kawasan hutan yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalnya.

EB da UD menikah pada 10 Oktober 2020. Remaja ini kini menjalani hidup sebagai ibu rumah tangga.

"Saya memang yang bersedia menikah ketika UD dan keluarganya datang meminta saya pada nenek."

"Saya tahu saya masih sekolah, tapi ini mau saya," katanya sambil menunduk.

EB tinggal bersama neneknya, Salmah (80) setelah kedua orangtuanya bercerai.

Ibunya, Mariani telah menikah lagi, dan ayahnya, Zulbliadi mengadu nasib sebagai TKI di Malaysia. 

EB dan neneknya hidup seadanya.

EB telah setahun mengenal UD dari temannya. Beberapa kali bertemu dan jalan-jalan membuatnya yakin UD bisa memberinya kehidupan yang lebih baik.

Menurutnya UD sangat gigih bekerja.

Sebelum menikah, UD pernah bekerja sebagai buruh di Bali. UD adalah tulang punggung keluarganya.

EB mengaku dirinya bukanlah anak yang berprestasi di sekolah, cenderung malas karena hidup dalam kesulitan sejak dititipkan kedua orangtuanya.

"Saya ini pemalas, sering ndak masuk sekolah sebelum Covid-19."

"Sulit belajar karena hanya tinggal dengan nenek saja, tapi saya mau sekolah lagi," katanya.

Kepala Dusun Kumbak Dalem, Abdul Hanan membenarkan adanya pernikahan warganya yang masih berusia dini.

Pernikahan itu sengaja tidak dilaporkan ke pemerintah desa dan Kantor Urusan Agama karena khawatir kedua remaja ini akan dipisahkan.

"Untuk melaporkan ke pihak pemerintah kami tidak berani karena kedua pasangan berusia di bawah umur."

"Akhirnya kita nikahkan secara kekeluargaan saja, yang penting sah menurut agama," kata Hanan.

Pihak keluarga, kata Hanan, juga takut EB dan UD dipisahkan. Hal itu akan menjadi masalah baru di dusun mereka.

Pernikahan EB dan UD menambah daftar kasus pernikahan usia dini di NTB.

Berdasarkan data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, jumlah dispensasi pernikahan di Pengadilan Agama NTB tercatat 522 kasus.

Dispenasi diberikan karena yang menikah masih di bawah umur baik laki-laki maupun perempuan. 

(Tribunnewsmaker.com/*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Muridnya Menikah Dini, Guru: Sedih Saat Mendengar Siswi Saya Keguguran, KDRT, dan Bercerai dan "Tak Sanggup Hidup Susah, Siswi SMP di Lombok Memutuskan Nikahi Remaja 17 Tahun".

Dan di Tribunnews.com, Sekolah NTB Berlakukan Denda Bagi Murid yang Nikah di Bawah Umur, Para Guru Miris Lihat Nasib Siswa

Sumber: Kompas.com
Tags:
menikahNTBsiswi
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved