Selain Moge, Dedi Mulyadi Juga Soroti Pengguna Mocil Arogan: Pakai Atribut, Meminggirkan Orang Lain
Dedi Mulyadi membahas moge, baik dari sisi kebutuhan di lapangan maupun sepak terjangnya di jalanan yang banyak merugikan masyarakat pengguna jalan
Editor: Listusista Anggeng Rasmi
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menyoroti soal moge atau motor gede.
Belakangan ini anggota klub motor gede (Moge) masih menjadi pembicaraan publik.
Hal itu buntut dari kasus pengeroyokan terhadap dua anggota TNI AD oleh anggota klub moge.
Dedi Mulyadi membahas soal moge, baik dari sisi kebutuhan di lapangan maupun sepak terjangnya di jalanan yang banyak merugikan masyarakat pengguna jalan lainnya.
Tak hanya moge, Dedi juga turut menyinggung soal mocil atau motor kecil.
Menurut Dedi, terkadang mocil juga melakukan hal yang sama seperti klub moge.
Baca juga: Kronologi TNI Dikeroyok Anggota Klub Moge, Tak Terima Ditegur & Ancam Menembak, Tersangka Bertambah
Baca juga: Dedi Mulyadi Kritik Soal Moge, Sebut Tak Cocok di Indonesia: Suaranya Keras Memekakkan Telinga

Dedi juga mengatakan, moge lebih cocok digunakan sebagai kendaraan taktis TNI.
Hal itu sesuai dengan sejarah keberadaan moge di Indonesia.
"Moge di Indonesia itu kan keberadaannya muncul tak lepas dari terjadinya perang dunia ke-1 dan ke-2.
Saat itu moge dipakai untuk kendaraan taktis militer, termasuk di Indonesia. Nah untuk kondisi saat ini pun moge cocok jika digunakan sebagai kendaraan taktis TNI, bukan dipakai di jalan raya seperti sekarang ini," kata Dedi Mulyadi melalui ponselnya, Selasa (3/11/2020).
Dedi Mulyadi mengatakan, sebagai kendaraan operasional tempur moge diperlukan oleh TNI. Moge bisa digunakan di daerah perkebunan atau pedalaman untuk mengangkut banyak muatan.
Dan saat ini, kata Dedi, TNI tugasnya tidak hanya bertempur tapi juga ikut serta dalam pembangunan di daerah-daerah pedalaman.
"Jadi kalau bicara kebutuhan, moge itu justru dibutuhkan oleh TNI sebagai kendaraan taktis untuk mengangkut logistik sampai mengangkut warga pedalaman yang membutuhkan pertolongan," kata Dedi yang juga seorang putra anggota TNI ini.
Terkait keberadaan pengguna moge saat ini yang banyak dikeluhkan pengguna jalan lainnya, menurut Dedi, hal ini muncul karena sikap arogan dan pelanggaran terhadap otoritas dan kewenangan di jalan raya.
Parahnya, kata Dedi, kebiasaan rombongan pengguna moge ini menjadi tren dan diikuti para pengguna motor kecil (Mocil).
"Sekarang kan banyak yang pakai mocil, berombongan saat touring maupun non touring yang meminggirkan pengguna jalan lainnya," kata Dedi.
Dedi mengatakan rombongan mocil ini banyak yang menciptakan prosedur pengawalan sendiri. Mereka menciptakan sirine, rotator, lampu senter, bahkan pentungan sehingga berani meminggirkan pengguna jalan lainnya.
"Jadi atribut pengawalan yang biasa dipakai pihak kepolisian itu digunakan warga sipil sebagai pelengkap kendaraan mereka agar bisa konvoi dan meminggirkan orang lain. Padahal mereka tidak memiliki otoritas dan kewenangan beraktivitas seperti itu di jalan raya," kata Dedi.
Dedi pun meminta polisi segera menindak para pengguna moge maupun mocil yang mengunakan atribut-atribut seperti itu.

Moge Tidak Cocok di Indonesia, Begini Penjelasannya
Anggota DPR RI yang juga dikenal sebagai seorang budayawan Dedi Mulyadi menilai, motor gede alias moge tidak cocok di Indonesia.
Hal ini karena kondisi jalan yang ada di Indonesia tidak mendukung bagi lalu lalang moge, apalagi dilakukan secara berombongan.
"Di Indonesia ini kebanyakan jalannya sempit dan padat. Jadi moge tidak cocok di Indonesia. Kalau di Amerika cocok karena jalannya lebar-lebar dan relatif sepi," kata Dedi Mulyadi melalui ponselnya, Senin (2/11/2020).
Jalan nasional lebarnya minimal 11 meter, jalan provinsi 9 meter, jalan kabupaten 7,5 meter, jalan desa 3,5 meter, dan jalan tol lebarnya minimal 23 meter.
Selain padat oleh kendaraan yang lalu lalang, kepadatan jalan di Indonesia juga ditambah oleh kehadiran pedagang kaki lima (PKL) dan di beberapa titik areal pabrik bahkan menghadirkan kemacetan arus lalu lintas.
Sementara, lanjut Dedi, moge yang berbadan lebar dan didesain harus melaju secara kencang berhadapan dengan jalan yang sempit dan padat itu. Disinilah terjadi persoalan.
"Jalannya sempit tapi moge kan tak bisa jalan pelan-pelan, maka rombongan moge ini harus ngebut sehingga meminggirkan pengguna jalan yang lain. Di sinilah persoalannya.
Apalagi suaranya keras memekakkan telinga, jadi secara kultural moge tidak cocok di Indonesia. Banyak pengguna jalan lain yang terluka hatinya karena harus minggir," kata Dedi.
Menurut Dedi Mulyadi, solusi untuk moge ini sebaiknya diberi tempat di jalan tol sehingga tidak mengganggu pengguna jalan yang lain.
"Yang cocok itu di jalan tol tapi kan sampai sekarang tidak diperbolehkan," kata Dedi.

Soal Moge, Dedi Mulyadi : Anda Itu Siapa? Orang Lain Harus ke Pinggir Jalan, Touring Saja Nyusahin
Anggota DPR RI Dedi Mulyadi meminta pemerintah membuat aturan memadai secara teknis tentang penggunaan jalan raya oleh motor gede (moge).
Pernyataan itu terkait dengan kasus pemukulan dua anggota TNI oleh oknum anggota klub motor gede asal Bandung di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Dedi mengatakan, pemerintah harus membuat aturan tegas tentang kendaraan apa saja yang layak dikawal oleh aparat kepolisian.
Sebab, dalam aturan, kendaraan yang dikawal polisi adalah untuk kepentingan mendesak dan lebih urgen.
"Ketika orang yang dipinggirkan di jalan, pertama apakah itu ambulans? Mobil jenazah atau iring-iringan pejabat untuk kepentingan dinas? Kendaraan lain dipinggirkan itu demi mengejar tujuan agar cepat karena ada tugas negara," kata Dedi melalui ponselnya, Sabtu (31/10/2020).
Dedi mengaku sering mengendarai motor atau mobil sendirian. Lalu tiba-tiba dari belakang terdengar suara sirine kendaraan pengawalan.
Ketika dilihat ternyata itu rombongan pengendara motor gede dan kadang pula motor biasa yang sedang melakukan tur.
"Dalam hati saya bertanya, kapasitas mereka itu apa dan urgensinya apa sehingga saya harus minggir oleh rombongan motor baik besar atau kecil," katanya.
Dedi mengatakan, belajar dari kasus pemukulan dua anggota TNI oleh oknum anggota klub motor gede, harus ada penegasan tentang penggunaan jalan raya untuk kepentingan umum.
Pemerintah juga harus memberi jaminan perlindungan kepada pengguna jalan dari berbagai unsur gangguan yang tak memiliki relevansi dengan penggunaan fasilitas pengawalan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Lalu Lintas.
"Ketika ada iring-iringan motor yang dikawal polisi, akan ada pertanyaan, Anda itu siapa? Kok meminggirkan saya. Anda itu dalam tugas negara atau main. Masa main aja nyusahin orang lain. Anda touring saja nyusahin orang lain," kata anggota DPR dari Fraksi Golkar itu.
Sebelumnya diberitakan, sebuah video yang memperlihatkan dua anggota TNI dikeroyok pengendara motor gede ( moge) viral di media sosial.
Video itu diunggah akun Instagram @reporter.minang yang menyebutkan pengeroyok adalah sejumlah orang yang diduga anggota klub motor gede.
Baca juga: Tanggapi Pernyataan Megawati Soal Sumbangsih Milenial ke Bangsa, Dedi Mulyadi Singgung Bintang Emon
Baca juga: Kisah Agustinus Penjual Keripik, Meninggal di Depan Dedi Mulyadi, Sempat Curhat Dagangan Belum Laku
"Sepotong video aksi main keroyok segerombolan anggota klub motor besar terjadi di Kota Bukittinggi, persisnya di Simpang Tarok, Jumat, 30 Oktober 2020 sore viral di jagad maya," tulis akun tersebut.
Dalam video itu terlihat korban didorong hingga tersungkur. Setelah itu, salah satu pelaku menendang kepala korban.
Setelah kejadian, dua orang anggota klub motor gede (moge) Harley Davidson asal Jawa Barat ditangkap polisi setelah diduga mengeroyok dua anggota TNI asal Kodim 0304 Agam, Sumatera Barat.
Dua orang tersebut masing-masing adalah MS (49) dan B (18). Keduanya dijerat Pasal 170 KUHP tentang tindak kekerasan di depan umum dengan ancaman 5 tahun penjara.
"Dua orang sudah kami tahan inisial MS (49 th) dan B (18 th). Pasal yang dipersangkakan adalah 170 KUHP," kata Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara yang dihubungi Kompas.com, Sabtu (31/10/2020).
Dody mengatakan, awalnya kasus itu sudah didamaikan secara kekeluargaan pada Jumat (30/10/2020) sore.
Namun ternyata korban kemudian membuat laporan polisi pada malam harinya.
"Kami hanya menindaklanjuti laporan yang dibuat korban ke polres dan sudah kami tindaklanjuti. Pelaku yang terbukti lakukan tindak pidana sebanyak dua orang dan saat ini sudah dilakukan penahanan di rutan polres," kata Dody.
(Tribunnewsmaker/*)
Sebagian artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Selain Moge, Dedi Mulyadi Juga Soroti Pengguna Mocil yang Arogan, Sebut Moge Lebih Cocok untuk TNI
dan di Tribunnews Dedi Mulyadi Soroti Moge hingga Mocil yang Arogan, Suka Pakai Atribut untuk Meminggirkan Orang Lain