Breaking News:

SUMBANG Rp 2 Triliun, tapi Akidi Tio Tak Tenar di Kalangan Pengusaha, Dahlan Iskan Takjub Ungkap Ini

Penasaran Akidi Tio tak terkenal di kalangan pengusaha padahal bisa sumbang Rp 2 triliun, Dahlan Iskan takjub dengan hasil penelusurannya.

Editor: octaviamonalisa
Istimewa/Facebook Achmad Huzairin
Dahlan Iskan takjub ungkap hasil penelusurannya tentang Akidi Tio, penyumbang Rp 2 triliun untuk penanganan Covid-19 di Sumsel 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Sosok Akidi Tio sukses mencuri perhatian tokoh Tanah Air termasuk Dahlan Iskan.

Tak hanya Hotman Paris, Susi Pudjiastuti, kini mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan ikut kagum dengan sosok Akidi Tio.

Bagaimana tidak, nama Akidi Tio mendadak menghebohkan publik dengan memberikan sumbangan Rp 2 triliun untuk penanganan Covid-19 di Sumsel.

Namun rupanya nama Akidi Tio justru tak banyak diketahui atau dikenal publik.

Bahkan mesin pencarian Google pun tak berhasil mendapatkan banyak informasi tentang seorang Akidi Tio.

Rasa penasaran inilah yang juga dirasakan oleh Dahlan Iskan.

Baca juga: Kisah di Balik Sumbangan Rp 2 Triliun, Sudah Disiapkan Akidi Tio: Dikeluarkan saat Kondisi Sulit

Baca juga: BUKTI Sederhananya Anak Akidi Tio, Patungan Sumbang Uang Rp 2 Triliun Hingga Cuma Pakai Masker Biasa

Sosok Akidi Tio, pengusaha yang sumbang Rp 2 Triliun untuk penanganan covid-19 di Indonesia
Sosok Akidi Tio, pengusaha yang sumbang Rp 2 Triliun untuk penanganan covid-19 di Indonesia (Humas Polda Sumsel)

Bagaimana mungkin Akidi Tio, pengusaha kaya raya yang mampu memberikan sumbangan Rp 2 triliun nyatanya malah tak terkenal di kalangan pengusaha.

Sontak Dahlan Iskan pun langsung menghubungi beberapa kenalannya untuk mencari tahu siapa sebenarnya Akidi Tio ini.

Bahkan Dahlan Iskan sampai menghubungi beberapa mantan Gubernur Sumsel dan Aceh demi menelusuri sosok Akidi Tio.

Hasil penelusuran yang ia tulis dalam blog pribadinya, Disway.id, pun akhirnya membuat Dahlan Iskan benar-benar takjub.

Berikut Selengkapnya Catatan Dahlan Iskan yang Tayang di Blog Pribadinya Disway.ID

BUKAN main. Hanya itu yang bisa saya tulis. Kok ada orang menyumbang uang Rp 2 triliun. Orangnya tidak pernah dikenal. Sudah lama pula meninggal dunia.

Saya harus menghubungi Prof Dr dr Hardi Darmawan.

Saya tidak punya nomor telepon beliau.

Tapi saya kenal dengan kakak beliau.

Yang sejak sebelum pandemi tinggal di Singapura.

Saya hubungi sang kakak.

Saya pun mendapat nomor telepon Prof Hardi. Saya kirim WA ke beliau.

Lalu Prof Hardi yang menelepon saya kemarin sore.

Awalnya beliau saya ajak bicara dalam bahasa Mandarin.

Tapi Prof Hardi mengatakan tidak bisa berbahasa ibunya itu.

Maka kami pun menggunakan bahasa Indonesia.

"Sumbangan itu betul ya, Prof? Kok fantastis sekali," kata saya.

"Betul. Saya kenal baik keluarga itu," jawab beliau.

Prof Hardi lantas bercerita.

Tiga hari lalu beliau dihubungi putri pengusaha itu.

"Saya diminta ikut menyaksikan," ujar Prof Hardi.

Prof Dr dr Hardi Darmawan adalah guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Juga aktivis di gereja Katolik Palembang.

Termasuk menjadi pendiri lembaga pendidikan Katolik Caritas. Bahkan pernah mendapat penghargaan dari Sri Paus.

Prof dr Hardi Darmawan, dokter pribadi keluarga Akidi Tio.
Prof dr Hardi Darmawan, dokter pribadi keluarga Akidi Tio. (Tribun Sumsel)

"Resminya bantuan itu nanti untuk kapolda, gubernur, atau Pemprov Sumsel?" tanya saya.

"Ke Kapolda Sumsel Pak Eko Indra Heri," ujar Prof Hardi.

"Siapa yang menentukan bahwa bantuan itu untuk kapolda Sumsel? Apakah atas arahan Prof Hardi?" tanya saya lagi.

"Bukan arahan saya.

Itu langsung keinginan keluarga. Untuk diberikan ke kapolda," jawab Prof Hardi.

"Bantuan itu nanti bentuknya uang kontan, cek, atau transfer? Atau berbentuk bantuan bahan makanan?"

“Bentuknya uang. Akan ditransfer besok," jawab Prof Hardi kemarin sore. Berarti hari ini.

"Apakah boleh ditransfer ke rekening Polda?

Juga apakah boleh dikirim ke rekening pribadi kapolda?" tanya saya sambil mengingatkan aturan yang ada.

“Masih diatur. Mungkin disiapkan rekening khusus."

Ya sudah.

Saya tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang itu.

Ada orang yang ingin menyumbangkan uang besar kok ditanya prosedur.

Yang penting diterima dulu.

Semoga yang menyumbang itu bisa menyaksikan dengan bahagia dari surga di atas sana.

Akidi Tio, pengusaha yang menyumbang Rp 2 triliun itu, meninggal tahun 2009 lalu.

Saat itu Tio berusia 89 tahun. Berarti 101 tahun hari ini.

Beliau meninggal akibat serangan jantung. Makamnya juga di Palembang.

Dahlan Iskan
Dahlan Iskan (Surya/ Ahmad Zaimul Haq)

Istri Tio sudah meninggal lebih dulu: tahun 2005. Juga di Palembang.

Dalam usia 82 tahun.

Mereka punya 7 orang anak.

Hanya seorang, putri, yang masih tinggal di Palembang. Yang lain tinggal di Jakarta.

"Semua jadi pengusaha sukses," ujar Prof Hardi.

Tio adalah pasien Prof Hardi. Istri Tio pasien istri Prof Hardi, yang juga seorang dokter.

"Saya dan istri akrab dengan keluarga Pak Tio," ujar Prof Hardi.

Menurut Prof Hardi, keluarga Pak Tio sudah bersahabat dengan Kapolda Irjen Eko Indra Heri jauh ke masa belakang.

Yakni ketika Eko masih perwira dan masih bertugas di Direskrim Polda Sumsel.

Ketika Eko pindah tugas menjadi kapolres di Langsa, hubungan itu tetap akrab.

Tio adalah orang Aceh. Ia lahir di Langsa, Aceh Timur.

Salah satu adiknya punya pabrik di Langsa.

Saya pun menghubungi Bupati Aceh Timur Rocky Hasbalah Thaib. Siapa tahu kenal dengan keluarga Tio.

"Beliau sudah lama meninggalkan Langsa. Kami tidak kenal di sini.

Yang jelas di Langsa memang banyak penduduk Tionghoa sejak dulu," katanya.

Dilihat dari marganya (Tio), berarti Akidi dari suku Tiuchu.

Di Palembang memang banyak juga suku Tiuchu. Laksamana Cheng Ho –dengan armadanya yang besar– cukup lama singgah di Palembang.

Nama Palembang dalam bahasa Mandarin disebut Ju Gang (巨港) –pelabuhan besar.

Sebagian armada Cheng Ho pilih menetap di Palembang –tidak meneruskan pelayaran ke Jawa dan kembali ke Tiongkok.

Prof Hardi sendiri lahir, besar, dan sekolah di Palembang. Pun gelar dokternya dari Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Setelah itu dr Hardi memperdalam ilmu penyakit tropik di Amerika Serikat. Yakni di New Orleans.

Prof Hardi ingat persis sosok Tio yang rendah hati.

"Setiap datang ke tempat praktik saya selalu hanya mengenakan baju dan celana putih," ujarnya.

"Tapi mengapa semua teman saya yang Tionghoa di Palembang tidak mengenal Tio?" tanya saya.

Itu, katanya, karena Tio sangat rendah hati. Juga tidak mau menonjol.

"Beliau banyak sekali menyumbang. Tapi selalu hanya atas nama hamba Tuhan," ujarnya.

Beliau, katanya, pernah punya pabrik kecap, pabrik mebel, kebun sawit, dan juga kontraktor bangunan.

Saya pun menghubungi teman lama. Nihil.

"Saya tidak kenal nama itu sama sekali," jawab Alex Noerdin –dua kali menjadi Gubernur Sumsel yang sukses.

Lalu saya menghubungi seorang mantan menteri asal Palembang. Jawabnya sama.

Saya juga menghubungi lima orang pengusaha Tionghoa di sana. Tidak ada yang mengenal nama itu.

Saya hubungi juga seorang Tionghoa bermarga Tio.

"Saya tidak tahu siapa beliau. Tapi sebagai sesama marga Tio saya ikut bangga," katanya.

Berarti pengusaha ini memang luar biasa rendah hatinya.

Low profil high profit.

Dan yang seperti itu banyak sekali di lingkungan masyarakat Tionghoa.

Saya punya banyak teman Tionghoa seperti itu. Sehari-hari hanya pakai sandal. Bajunya pun lusuh dan dari kain yang biasa-biasa saja.

Namanya tidak pernah disebut di mana-mana. T
api uangnya luar biasa banyaknya.

Saya malu kalau pakai baju bagus di depan mereka. (Dahlan Iskan)

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Catatan Dahlan Iskan soal Sosok Akidi Tio: Banyak Menyumbang Selalu Atas Nama Hamba Allah

Baca berita tentang Akidi Tio lainnya di sini

Sumber: Tribun Medan
Tags:
Akidi Tiosumbangan Rp 2 triliunDahlan IskanSusi PusdjiastutiHotman ParisCovid-19Sumsel
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved