KISAH Pemuda Pemegang Tongkat Mikrofon Presiden Soekarno, Kini Cucunya Jadi Sosok Terhormat
Kisah di balik foto lawas Presiden Soekarno tengah berpidato diunggah di akun Instagram @husein.baagil pada Selasa 1 Februari 2022.
Penulis: Galuh Palupi Swastyastu
Editor: ninda iswara
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Kisah di balik foto lawas Presiden Soekarno tengah berpidato diunggah di akun Instagram @husein.baagil pada Selasa 1 Februari 2022.
Akun Instagram @husein.baagil merupakan akun resmi milik Habib Husein Ba'agil.
Habib Husein Ba'agil sendiri dikenal sebagai sosok yang dihormati.
Ia merupakan pemimpin Majelis Ta'lim wal Maulid Ar-Ridwan Tuban.
Ia juga merupakan teman dekat dari Kasad Jenderal TNI Dudung Abdurrachman.
Habib Husein Ba'agil sempat mengunggah potret kedekatannya dengan Jenderal Dudung.
Baca juga: SOSOK Pemilik Cek Rp 35,5 Miliar yang Ditemukan Halimah di Soekarno-Hatta, Uang Sudah Dikembalikan
Baca juga: KABAR DUKA, Istri Ke-9 Soekarno Meninggal, Dinikahi Usia 18 Tahun, Sempat Minta Cerai tapi Ditolak
Pada Kamis 3 Februari 2022, Habib Husein Ba'agil tampak mendampingi Jenderal Dudung di Markas Kopassus.
"Hari ini saya mendampingi KASAD Jendral TNI Dudung Abdurahman @tni_angkatan_darat dalam kunjungan silaturahmi dengan satuan tempur....
JAYALAH NEGERIKU....
BERKIBARLAH SANG SAKA MERAH PUTIHU..." tulis Habib Husein Ba'agil melalui caption unggahan.

Cucu Pembawa Mikrofon Soekarno
Tak hanya menjadi teman dekat Jenderal Dudung, Habib Husein Ba'agil ternyata cucu dari pria pembawa tongkat mikrofon Presiden Soekarno.
Fakta ini terungkap ketika Habib Husein Ba'agil mengunggah potret lawas kakeknya di Instagram.
Potret tersebut menunjukkan Soekarno tengah berpidato.
Seorang pria tampak membantu membawakan tongkat mikrofon yang dipakai oleh Soekarno.
Pria itulah kakek dari Habib Husein Ba'agil.
Baca juga: 4 Fakta Ratna Sari Dewi Istri Tercantik Soekarno, Kini Jadi YouTuber, Usia 80 Masih Menawan
"Kenangan kakek kami Al Habib Muhammad bin Abu bakar bin Achmad Ba'agil saat memegang tongkat mic Bapak Presiden Ir.H.M Soekarno.
Habaib dari zaman ke zaman selalu menjadi sahabat pemerintah , pendukung pemerintah...
Pahamilah dan yakinilan duhai saudara-saudariku setanah air, bahwa tidak ada satupun pejabat yang menjabat di Bumi pertiwi melainkan mendapatkan Ridho dari ALLAH SWT ROSULULLAH SAW DAN PARA SALAF AULIAK-NYA.." tulis sang Habib

Unggahan itu sontak mencuri perhatian publik.
Akhir Hidup Presiden Soekarno, Minta Nasi Kecap untuk Sarapan, Pelayan Istana Justru Jawab Ketus
Kisah ini dicuplik dari buku berjudul "Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno" terbitan Penerbit Buku Kompas 2014 dan ditulis oleh Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F. Isnaeni, M.F. Mukti.
Pada suatu pagi di Istana Merdeka, Soekarno minta sarapan roti bakar seperti biasanya.
Langsung dijawab oleh pelayan, “Tidak ada roti.”
Soekarno menyahut, “Kalau tidak ada roti, saya minta pisang."
Dijawab, “Itu pun tidak ada.” Karena lapar, Soekarno meminta, “Nasi dengan kecap saja saya mau.”
Lagi-lagi pelayan menjawab, “Nasinya tidak ada.” Akhirnya, Soekarno berangkat ke Bogor untuk mendapatkan sarapan di sana.
Maulwi Saelan, mantan ajudan dan kepala protokol pengamanan presiden juga menceritakan penjelasan Soekarno bahwa dia tidak ingin melawan kesewenang-wenangan terhadap dirinya.
“Biarlah aku yang hancur asal bangsaku tetap bersatu,” kata Bung Karno.
Baca juga: SUDAH Remaja 15 Tahun, Paras Tampan Kiran Cucu Soekarno Buat Warga Jepang Terpesona, Intip Potretnya
Di saat lain, setelah menjemput dan mengantar Mayjen Soeharto berbicara empat mata dengan Presiden Soekarno di Istana.
Maulwi mendengar kalimat atasannya itu, ”Saelan, biarlah nanti sejarah yang mencatat, Soekarno apa Soeharto yang benar.”
Maulwi Saelan tidak pernah paham maksud sebenarnya kalimat itu.
Ketika kekuasaan beralih, Maulwi Saelan ditangkap dan berkeliling dari penjara ke penjara.
Dari Rumah Tahanan Militer Budi Utomo ke Penjara Salemba, pindah ke Lembaga Pemasyarakatan Nirbaya di Jakarta Timur.
Sampai suatu siang di tahun 1972, alias lima tahun setelah ditangkap, dia diperintah untuk keluar dari sel.
TANGAN Presiden Soekarno Bergetar Teken Eksekusi Mati Kawan Sendiri
Tangan Presiden Soekarno bergetar, air mata tumpah tak terbendung saat terpaksa tandatangani surat eksekusi mati sahabat sendiri, Kartosoewirjo, Tangan Presiden Soekarno bergetar, air mata tumpah tak terbendung saat terpaksa tandatangani surat eksekusi mati sahabat sendiri, Kartosoewirjo.
Sosok Soekarno sebagai Presiden pertama Republik Indonesia lekat dengan perjuangan merdekanya Indonesia.
Penuh dengan kharisma, keberanian, dan kehangatan, bersama Mohammad Hatta, Soekarno memimpin Indonesia sebagai bangsa yang merdeka.
Baca juga: Kau Tolak Cintaku karena Umurku, Marah Soekarno, Syok Pramugari Incarannya Malah Nikahi Duda Tua
Namun, sosok penuh wibawa seperti Bung Karno juga manusia biasa, adakalanya air matanya tumpah saat dirinya dipenuhi emosi.
Ada beberapa momen haru yang membuat Bung Besar meneteskan air mata semasa hidupnya.
Tercatat ada empat momen yang membuat Sang Putra Fajar berderai air mata.

1. Tangisan Saat Membacakan Isi Pancasila Untuk Pertama Kali di Depan Ruang Sidang BPUPKI
Masa setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 adalah babak baru sebuah negara bernama Indonesia.
Dalam sebuah negara terdapat dasar falsafah hidup yang menjadi pijakan untuk melangkah.
Ideologi Pancasila bukanlah suatu ideologi yang keluar begitu saja, atau bukan sebuah pedoman yang biasa-biasa saja.
Pancasila adalah falsafah hidup Indonesia.
Dalam buku berjudul, "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat", terrekam jelas momen bersejarah tangisan Soekarno.
Saat di hadapan peserta sidang BPUPKI, Soekarno membacakan butir demi butir ideologi pancasila dengan berderai air mata.
Momen pembacaan pancasila sebagai sebuah ideologi berbangsa dan bernegara pada tanggal 1 Juni 1945 tersebut menjadi hari lahirnya ideologi Pancasila.
Baca juga: DETIK Jelang Soekarno Wafat, Foto Rachmawati Soekarnoputri Ini Buat Tentara Murka, Begini Potretnya
2. Tangisan Soekarno di Bahu Daud Beureuh, Tokoh Pejuang Aceh
Momen dimana Bung Karno muhibah ke Aceh untuk bertemu tokoh pejuang dari Aceh, Daud Beureuh untuk mengajak rakyat Aceh bergabung dalam perjuangan melawan Belanda tahun 1948.
Di momen itu, Daud Beureuh bersedia untuk bergabung dengan Republik asal dengan syarat rakyat Aceh diberikan kebebasan menjalankan syariat Islam.
Walau Soekarno menyetujui permintaan tersebut, dengan tujuan untuk menjadi tanda persetujuan itu disodorkanlah secarik kertas untuk dibubuhi tanda tangan sang Presiden RI pertama.
“Wallah, Billah, kepada rakyat Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai dengan syariat Islam.
Dan Wallah, saya akan mempergunakan pengaruh saya agar rakyat Aceh benar-benar nanti dapat melaksanakan syariat Islam di daerahnya," dikutip dari buku berjudul "Kisah Kembalinya Tengku Muhammad Daud Beureueh ke Pangkuan Republik Indonesia".
3. Tangisan Saat Menandatangani Hukuman Mati Terhadap Sahabatnya
Soekarno adalah salah satu tokoh nasional yang memiliki banyak sekali sahabat dekat.
Hal itu karena kehangatan Soekarno kepada siapa saja.
Salah satu kisah haru terjadi ketika Soekarno dengan berat hati harus menandatangai surat eksekusi hukuman mati yang dijatuhkan kepada sahabatnya sendiri, Kartosoewirjo sebagai Tangan Presiden Soekarno bergetar, air mata tumpah tak terbendung saat terpaksa tandatangani surat eksekusi mati sahabat sendiri, Kartosoewirjo.
Sempat menunda tanda tangan nyata, dengan berderai air mata ia harus menyetujui eksekusi mati sahabat karibnya itu.
Tangan Soekarno sampai bergetar ketika didaulat untuk menandatangani surat eksekusi.
Air mata Soekarno tumpah tak terbendung.
Akhirnya, sang sahabat, Kartosoewirjo pun dieksekusi mati karena konsekuensi membelot dari Republik.
4. Tangisan Bung Karno di Pusara Makam Ahmad Yani
Saat meletusnya tragedi berdarah 30 September 1965, terdapat tujuh tokoh penting kala itu yang direnggut nyawanya.
Salah satunya adalah Jenderal Ahmad Yani, orang kesayangan sang presiden kala itu, Soekarno.
Di depan makam jenderal kesayangannya tersebut ia tak kuasa menangis meneteskan air mata atas kepergian Ahmad Yani. (Tribunnewsmaker/Galuh Palupi/Intisari Online)