Seorang Wali Kota di Ukraina Terbunuh Pasukan Rusia Saat Bagikan Roti & Obat ke Warga yang Sakit
Kisah sedih seorang wali kota Ukraina dari kota Gostomel meninggal dunia karena serangan Rusia saat membagikan roti dan obat
Penulis: Talitha Desena Darenti
Editor: octaviamonalisa
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Seorang Wali Kota Gostomel di Ukraina menjadi korban serangan Rusia.
Dikutip dari Kompas.com, pasukan Rusia yang menembak Wali Kota Gostomel sampai meninggal.
Pemerintah daerah kota Gostomel mengabarkan melalui Facebook pada Senin, 7 Maret 2022.
Postingan tersebut bertuliskan tentang Wali Kota Yuri Illich Prylypko yang meninggal dunia saat membagikan roti dan obat ke warga yang sakit.
"Kepala Gostomel, Yuri Illich Prylypko, gugur saat membagikan roti kepada yang lapar,
Dan obat-obatan kepada yang sakit,".
Wali kota Prylypko ditembak mati saat tengah bersama dua orang lainnya.
Baca juga: Keluarganya Masih di Ukraina, Legenda Sepak Bola Andriy Shevchenko Menangis Minta Rusia Berhenti
Baca juga: Anak Terjebak di Ukraina, Ibu Histeris saat Ditelepon Putranya Lari-lari Sambil Teriak, Ada Bom!
Waktu kejadian penembakan tidak diungkapkan ke publik.
Postingan tersebut juga menulis jika Wali Kota rela mati demi warga Gostomel.
"Tidak ada yang memaksanya (Wali Kota Prylypko) untuk pergi di bawah peluru penjajah,
Dia mati untuk rakyatnya, untuk Gostomel,
Dia mati sebagai pahlawan,” tulisnya.
Kota Gostomel sendiri adalah sebuah wilayah yang cukup strategis untuk warga.
Kota tersebut berada di barat laut dari ibu kota Kyiv.
Gostomel dijadikan rumah bagi bandara militer strategis Antonov.
Dimana jadi lokasi pertempuran pasukan Ukraina dan Rusia di hari-hari pertama.
Hingga 8 Maret 2022, serangan Rusia ke Ukraina tak menunjukkan tanda-tanda mereda.
Ukraina meminta negara Barat untuk mengirimkan bantuan militer, antara lain senjata dan jet tempur.
Publik dunia mengecam serangan Rusia terhadap Ukraina.
Perusahaan-perusahaan dunia menghentikan layanan di negara pimpinan Vladimir Putin itu.
Kisah Arina, Wanita yang Akan Kursus Dansa Saat Rusia Menyerang, Kini Jadi Sibuk Merakit Bom Molotov
Arina, wanita Ukraina berencana untuk pergi ke kursus dansa dan dilanjutkan berpesta pada 24 Februari 2022.
Namun, hari tersebut adalah hari pertama penyerangan Rusia ke Ukraina.
Kini, nasibnya menjadi sangat berubah dibanding beberapa hari lalu.
Tiga hari setelah penyerangan Rusia, guru Bahasa Inggris itu justru membuat bom molotov di sebuah taman.
Saya memergokinya tengah duduk di rerumputan bersama puluhan perempuan lainnya.
Dia sedang memarut bongkahan polistirena, seolah-olah benda itu adalah keju, dan merobek lembaran kain untuk membuat bom molotov.
Adegan seperti itu tidak terbayangkan oleh kebanyakan orang di Eropa.
Pekan lalu Arina dan rekan-rekannya juga tidak berpikir bakal berbuat demikian.
Tapi, apa boleh buat, seluruh warga Dnipro tanpa terkecuali siap mempertahankan diri melawan pasukan Rusia yang terus merangsek.
"Tak ada yang mengira beginilah cara kami menghabiskan akhir pekan," ujar Arina kepada BBC.
"Tapi sepertinya ini adalah satu-satunya hal penting yang harus dilakukan sekarang," tambahnya.
Wajah dan rambut guru berusia muda itu bertabur debu putih polistirena.
"Ini cukup menakutkan. Saya pikir kita tidak benar-benar menyadari apa yang sedang kami lakukan," ujarnya.
Tak begitu jauh dari lokasi Arina, Elena dan Yulia memberi tahu BBC bahwa mereka meninggalkan anak-anak dengan kakek-neneknya demi membantu membuat bom molotov.
"Duduk di rumah tanpa melakukan apa pun akan lebih menakutkan," kata Elena, tanpa berhenti memarut.
Dia lantas tertawa dan mengatakan bahwa dia adalah juru masak yang cemerlang, dan menurutnya proses membuat molotov tak jauh berbeda dengan meracik makanan.
'Saya tidak percaya ini terjadi pada kami, tetapi apakah ada pilihan lain yang kami miliki?" kata Elena.
Rasanya penduduk seluruh kota ini bangkit serentak bahu-membahu.
Tangga balai kota di dekat taman penuh dengan tumpukan sumbangan baju dan selimut.
Orang-orang datang silih berganti membawa barang segala rupa mulai dari bensin, air, hingga keperluan toilet.
Barang-barang ini nantinya akan diberikan kepada para petempur Ukraina serta penduduk Kota Dnipro yang mengungsi.
Sebagian bakal dipakai sebagai cadangan jika kota tersebut dikepung tentara Rusia.
Penggalangan ini dimulai dari inisiatif lima perempuan setempat berbekal sejumlah unggahan di media sosial.
Kini barang-barang yang datang semakin banyak dan beragam.
Bahkan, ada area terpisah bagi mereka yang ingin memperoleh senjata dan ikut bertempur.
Antreannya sangat panjang.
"Organisasi yang resmi kewalahan, jadi kami mendirikan pusat bantuan ini," kata Katerina Leonova.
"Apakah (Putin) benar-benar yakin bisa mengambil alih Ukraina dan me-Rusiakan Ukraina? Kami tidak takut. Kami marah," lanjutnya.
Dnipro telah merasakan dampak invasi Rusia.
Seluruh 400 ranjang di rumah sakit militer sudah penuh dan para tenaga kesehatan masih terus menerima ratusan korban setiap hari.
Mereka menaruh ranjang tambahan di koridor bangsal guna menampung pasien.
"Menurut saya, kami sudah berada pada puncaknya. Pertempuran ada di semua penjuru (negara) kami," kata juru bicara rumah sakit Sergei Bachinsky.
"Sebelumnya kami tahu persis di mana pertempuran berlangsung dan bisa bersiap menerima korban cedera sebelum mereka dievakuasi ke kami. Kini aliran (pasien) konstan."
Militer Ukraina tidak bisa menggunakan helikopter untuk mengangkut pasien karena Rusia akan menembak jatuh helikopter itu.
Jika diangkut melalui darat, perlu waktu lebih lama untuk mencapai fasilitas penanganan darurat.
Meski demikian, Sergei berkeras bahwa penduduk hingga korban luka-luka punya daya juang tinggi.
"Bahkan pasien luka bakar atau gegar otak ingin kembali bertempur Bersama unit mereka," jelasnya.
Selagi kami berbincang, dua bus penuh berisi serdadu tiba di gerbang rumah sakit.
Serdadu yang luka namun bisa berjalan ditempatkan di fasilitas lain sehingga ranjang bisa diisi korban luka parah.
(Tribunnewsmaker.com/Talitha/Kompas/Danur Lambang Pristiandaru)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Para Perempuan Ukraina Pembuat Bom Molotov untuk Lawan Invasi Rusia