Kisah 3 Aremanita Selamat Tragedi Kanjuruhan: Tangan Tak Bisa Gerak, Hilang Ingatan, Tak Ditolong
Berikut 3 kisah pilu Aremanita yang selamat dari tragedi Kanjuruhan, hilang ingatan, tangan tak bisa digerakkan hingga tidak ditolong.
Editor: ninda iswara
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Tiga Aremanita yang selamat dari tragedi Kanjuruhan ungkap kisah pilu bertahan dari kerusuhan.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) lalu menewaskan 132 orang suporter.
Dari 132 korban tewas tragedi Kanjuruhan, 42 orang di antaranya yakni wanita dan 90 orang laki-laki.
Ironisnya, kebanyakan korban tewas tragedi Kanjuruhan ini remaja dan muda, usia 12-24 tahun. Sementara satu korban masih Balita berusia 4 tahun.
Tak hanya menjadi korban tewas , banyak aremanita yang harus menderita luka-luka yang cukup parah dalam tragedi itu.
Bahkan ada yang sampai mengalami trauma stroke hingga hilang ingatan.
Baca juga: Cerita Cahayu, Aremanita Selamat dari Tragedi Kanjuruhan, 3 Hari Koma, Ingatan Terganggu, Mata Merah
Baca juga: Ini Jadi Kunci Video Bukti Penting Tragedi Kanjuruhan Ditemukan, Tragis Perekam Kini Meninggal

Berikut 3 kisah pilu aremanita korban tragedi Kanjuruhan yang berhasil dihimpun surya.co.id:
1. Tangan Kevia tak bisa digerakkan
"Tolong-tolong... banyak orang menangis, teriak histeris," itu lah yang didengar dan dirasakan Kevia Naswa Ainur Rohma saat berada di dalam stadion ketika tragedi Kanjuruhan terjadi, Sabtu (1/10/2022).
Kevia mendengar suara teriakan histeris itu dari Aremania yang berdesak-desakan keluar dari tribun 14 Stadion Kanjuruhan.
Diceritakan Kevia, setelah laga Arema Vs Persebaya selesai, dia masih berada di atas tribun.
Dia melihat, ada empat gas air mata yang ditembakkan oleh aparat ke tribun 13 Stadion Kanjuruhan.
Tembakan gas air mata itu, membuat para suporter berlarian untuk menyelamatkan diri dan berusaha keluar dari stadion.
Kepanikan inilah, yang membuat masing-masing pintu di Stadion Kanjuruhan dipenuhi oleh Aremania yang berusaha untuk menyelematkan diri.
"Awalnya saya mau keluar dari pintu 13. Tapi kondisinya di sana penuh. Kemudian, saya beralih ke pintu 14, sembari menghindari gas air mata," terangnya.
Kevia mengatakan, efek gas air mata yang ditembakkan oleh aparat, membuat matanya perih, dada terasa sesak, dan nyeri di tenggorokan.
"Yang jelas rasanya perih di mata, hingga kelopak mata saya ini merah," ucapnya.
Saat mau menyelamatkan diri itu lah dia terpeleset dan terjatuh dari anak tangga.
Dia tak tahu harus bagaimana, dan hanya pasrah dengan keadaan.
Tubuhnya terinjak-injak oleh kepanikan suporter lainnya imbas tembakan gas air mata yang dilontarkan aparat ke tribun Stadion Kanjuruhan.
Sembari menahan perih, kaki Kevia sempat terjepit di antara pagar anak tangga.
Beruntung, dia akhirnya selamat, dari jepitan itu, usai dibantu oleh Aremania yang lain.
Baca juga: Hasil Investigasi Tragedi Kanjuruhan Menurut Komnas HAM, LIB Tolak Perubahan Jadwal dari Polisi
Baca juga: Anak Saya Kok Ditukar Sama Uang Tangis Ibu Korban Kanjuruhan, Nelangsa Terima Santunan & Sembako
"Kaki saya ini lecet akibat terjepit pagar. Kemudian tangan dan kepala saya ditarik dari bawah. Saya terjatuh. Beruntung di bawah saya ada orang. Jadi tidak terasa sakit," ucapnya kepada Surya.
Kevia sempat menjalani perawatan di RSUD Kota Malang sehari setelah Tragedi Kanjuruhan berlangsung.
Hasil diagnosa dokter, dia mengalami trauma stroke, yang mengakibatkan, jari tangan sebelah kanan tidak bisa digerakkan.
Kemudian ada luka memar di sekujur tubuhnya dan pembengkakan di bagian mata sebelah kanan.
"Awalnya itu badan saya gak bisa digerakkan. Lemes dan mata saya perih. Kalau dibuat melek pusing. Tapi lama-lama semua mulai membaik, hanya tangan saya yang lemas, belum bisa digerakkan," terangnya.
Kini, Kevia hanya menjalani rawat jalan di rumahnya yang terletak di New Puri Kartika Sari, Arjowinangun, Kota Malang.
Tiap tiga jam sekali, dia harus mengobati matanya dengan obat tetes seusai dengan anjuran dokter.
Dia juga harus menjalani terapi, untuk memulihkan kembali jari tangannya, yang hingga kini susah untuk digerakkan.
"Dengan tragedi ini, kalau dibilang trauma, enggak. Ya saya cuma jengkel saja melihat polisi. Semoga keadilan di Tragedi Kanjuruhan ini bisa ditegakkan, agar kasus ini diusut tuntas," tandasnya.
2. Cahayu hilang ingatan
Kisah tak kalah pilu dialami, Cahayu Nur Dewata yang hingga kini masih hilang ingatan.
Dua hari ini, Cahayu mencoba untuk mengingat-ingat peristiwa yang menewaskan 132 suporter usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya itu, Sabtu 1 Oktober 2022.
Dua hari ini hanya ponsel jadi temannya untuk mengingat peristiwa yang membuatnya terkapar saat berusaha keluar dari Stadion Kanjuruhan.
Selain hilang ingatan, bola mata Cahayu masih terlihat memerah. Kondisi matanya sama dengan korban lainnya.
Diduga, penyebab mata Cahayu seperti itu efek dari gas air mata kedaluwarsa yang ditembakkan oleh aparat keamanan saat terjadi kericuhan.
Cahayu juga sempat koma selama tiga hari di RSUD Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Perempuan yang belum genap berusia 16 tahun itu, hanya duduk lemas di kursi, sembari memegangi ponselnya saat ditemui Surya, Rabu (12/10/2022).
Ponsel ini menjadi saksi, dan menjadi alat untuk dirinya kembali mengingat tragedi di Stadion Kanjuruhan pada malam itu.
Baca juga: Perih & Sesak Derita Korban Kanjuruhan Terkena Gas Air Mata, Banyak Aremania Kondisi Matanya Merah
Baca juga: Viral Aksi Polresta Malang Sujud Massal, Keluarga Korban Kanjuruhan Sebut Tak Ada Pengaruhnya: Biasa

"Saya tidak ingat," kecap Cahayu, saat awak media mencoba menanyakan kondisi Cahayu saat di Stadion Kanjuruhan.
Dari keterangan ibunya, Nurul Aini, Cahayu ditemukan tergeletak di tribun 12 Stadion Kanjuruhan setelah pertandingan Arema vs Persebaya.
Cahayu, kemudian dibawa ke Rumah Sakit Wava Husada untuk menjalani perawatan.
Dengan kondisi yang kacau balau pada saat itu, Cahayu kemudian dirujuk ke RSUD Kanjuruhan untuk menjalani perawatan intensif.
Cahayu pun tak sadarkan diri selama tiga hari, dan sempat berteriak histeris setelah sadar dan melihat banyak orang di sekelilingnya.
"Yang menemukan posisi Cahayu ini anak pertama saya di Wava. Karena di sana tak segera mendapatkan pertolongan, kemudian dibawanya ke RSUD Kanjuruhan," ucapnya.
Saat menjalani perawatan di RSUD Kanjuruhan, kondisi Cahayu lemas, dan kelopak matanya berwarna merah.
Dari hasil diagnosa dokter, Cahayu mengalami pendarahan di otak, yang menyebabkan gegar otak ringan.
Hal ini yang menyebabkan, Cahayu kehilangan ingatan, dalam beberapa waktu terakhir.
"Saat di rumah sakit itu, kalau lihat orang banyak selalu berteriak ketakutan. Kadang juga melamun dan berbicara sendiri,"
"Yang dia ingat, adalah ingatan dirinya saat kecil, saat masih SD. Tapi yang kemarin-kemarin ini dia sudah lupa, seperti keputus-putus," ujarnya.
Kini, kondisi Cahayu masih nampak lemas. Kelopak matanya berwarna merah, akibat terkena gas air mata.
Tangan kanannya tak bisa digerakkan. Dia hanya bisa bermain ponsel untuk mengingat-ingat kembali kenangannya saat Tragedi Kanjuruhan.
"Baru kemarin ini saya pegangi ponselnya, setelah saya melihat kondisinya semakin membaik. Ya Alhamdulillah, setelah melihat ponselnya, perlahan-lahan, dia mulai ingat," ucapnya.
Sembari memegangi ponsel, Cahayu juga menunjukkan, foto-foto dia bersama temannya saat berada di tribun 12 Stadion Kanjuruhan.
Dia juga menunjukkan foto bersama teman perempuannya, yang menjadi korban meninggal dunia saat Tragedi Kanjuruhan.
"Ini teman saya. Namanya Najwa. Dia sudah meninggal dunia," kenang Cahayu sembari menunjukkan fotonya bersama almarhum di Stadion Kanjuruhan.
Saat ini, Cahayu menjalani rawat jalan di rumahnya yang berada di Jalan Pulau Galang No. 2, Ciptomulyo, Kota Malang.
Dia juga akan menjalani terapi untuk memulihkan kembali, tangan kanannya agar bisa digerakkan.
"Harapan saya, anak saya ini bisa segera sembuh, segera pulih, agar bisa kembali ceria. Karena sebelum kejadian dia selalu ceria. Dan selalu merawat neneknya yang saat ini juga sakit," tandasnya.
3. Diby masih trauma
Penderitaan juga dialami Diby Fadilah, aremanita asal Bawean Gresik yang menjadi korban tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).
Aremanita yang juga mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini tak mendapat pertolongan medis selayaknya meski kondisi matanya mengalami iritasi parah saat tragedi Kanjuruhan.
Bahkan, Diby Fadilah selama tiga hari hanya ditolong di rumah warga sekitar sebelum akhirnya dijemput keluarganya.
Najib, ayah Diby Fadilah mengungkapkan saat kejadian itu sang putri harus menahan sakit di bagian kaki, sesak dada, dan iritasi parah pada kedua matanya akibat tembakan gas air mata.
Mahasiswi jurusan keperawatan UMM itu sempat minta tolong kepada massa yang berada di lokasi. Namun pertolongan nyaris tidak ia dapatkan.
Baca juga: Polisi di Malang Kota Minta Maaf ke Korban Tragedi Kanjuruhan, Sujud Massal di Halaman Polresta
Baca juga: MASIH Merah, Mata Korban Kanjuruhan Ternyata Pendarahan Gas Air Mata yang Dipakai Polisi Kadaluwarsa

Massa tertuju dan saling berjibaku menolong kepada suporter yang meninggal.
“Saat itu yang ditolong hanya orang mati, sekarat. Anak saya dengan keadaan menahan perih matanya, sempat berucap tolong, tolong. Namun belum ada yang bisa menolong, hingga akhirnya Diby tertolong saat hendak dibawa ke Puskesmas terdekat,” ucap ayah korban Najib, Jumat (7/10/2022).
Diungkapkan Najib, dari penuturan putrinya saat itu kondisi puskesmas dan RS begitu penuh.
DIby hanya s emalam di puskesmas lantaran banyak suporter yang lebih butuh pelayanan karena kondisinya lebih parah.
Akhirnya wanita berusia 21 tahun ini dirawat warga sekitar di Kecamatan Kepanjen, Malang.
“Putri bungsu kami dirawat di rumah warga. Disana anak saya (Diby) dirawat hingga tiga hari sampai keluarga kami menjemput Diby di rumah warga tersebut, Rabu (5/10/2022) dinihari,” ujarnya.
Menurutnya, pihak keluarga tidak tahu jika Diby menjadi satu diantara ratusan korban luka.
Karena saat berangkat ke Malang, tanpa sepengetahuan orang tua nonton Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kemudian, nama Diby tidak ada dalam data korban yang mengalami luka-luka.
Hingga kondisi Diby kepepet menghubungi orang tua. Kemudian dijemput oleh keluarganya dari Gresik berangkat ke Kepanjen.
“Dalam kondisi tidak ada bekal uang sepersen pun, anak saya (Diby) menelepon. Kondisinya kelaparan, dan sakit mata, sesak dan kaki. Keluarga pun langsung menjemput Diby,” terangnya.
Saat ini, anak bungsu dari pasangan Najib dan Sulasyiah masih trauma atas kejadian tersebut.
(Surya.co.id)
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul 3 KISAH PILU Aremanita Korban Tragedi Kanjuruhan: Hilang Ingatan hingga Tangan Tak Bisa Digerakkan