Breaking News:

Program 100 Hari Kerja

Program 100 Hari Kerja Bupati Jayawijaya Athenius Murip, Sekolah Adat Pertama Resmi Dibuka

Inilah program 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Jayawijaya, Papua Pegunungan, Athenius Murip dan Ronny Elopere.

Editor: Delta LP
TribunBatam/Facebook
100 HARI KERJA - Inilah program 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Jayawijaya, Papua Pegunungan, Athenius Murip dan Ronny Elopere. 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Inilah program 100 hari kerja Bupati dan Wakil Bupati Jayawijaya, Papua Pegunungan, Athenius Murip dan Ronny Elopere.
Bupati dan Wakil Bupati Jayawijaya, Athenius Murip dan Ronny Elopere langsung menerapkan visi misi dan program-program kerjanya.

Diketahui, Athenius Murip dan Ronny Elopere telah dilantik oleh Presiden Prabowo pada 20 Februari 2025 lalu.

Pada 100 hari pertama kerja Athenius Murip, masyarakat adat Kampung Pugima, Distrik Walelagama, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan mencatat sejarah penting dengan dibukanya Sekolah Adat Walelagama, sebagai pusat pendidikan nonformal yang bertujuan melestarikan budaya lokal dan memperkuat identitas masyarakat adat.

Peresmian sekolah adat ini disaksikan oleh tokoh adat, pemerintah daerah, tokoh gereja, dan perwakilan lembaga adat. Hadir pula Kepala Distrik Walelagama, perwakilan Dinas Pendidikan, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayawijaya, serta Kepala Dinas Satpol PP Provinsi Papua.

Kepala Sekolah Adat Walelagama, Ambrosius Haluk, menjelaskan bahwa sekolah ini akan mengembangkan sedikitnya enam kegiatan utama: PAUD/TK, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), sekolah minggu, lapak baca, seni tari dan lukis, kerajinan tangan, serta pelestarian bahasa daerah dan asing.

“Sekolah adat ini bukan hanya ruang belajar, tetapi juga benteng pertahanan budaya. Kami ingin menghidupkan kembali nilai-nilai kearifan lokal yang mulai tergerus oleh arus globalisasi,” ujar Haluk di Wamena, Kamis, (08/05/2025).

Haluk menjelaskan, keberadaan sekolah adat ini didasari oleh sejumlah kerangka hukum nasional dan internasional, termasuk Konvensi ILO 169 dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR). 

Di tingkat nasional, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua menjadi pijakan hukum penting dalam pengakuan hak dan eksistensi masyarakat adat.

Baca juga: Program 100 Hari Kerja Bupati Jayawijaya Athenius Murip, Pembentukan Polisi Adat hingga Tegas ke ASN

“Ini adalah bentuk nyata dari pelaksanaan komitmen negara dalam melestarikan budaya lokal. Sekolah adat menjadi wujud implementasi langsung dari berbagai kebijakan yang telah disusun pemerintah,” tambah Haluk.

Selain itu, pemerintah Kampung Walelagama menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif ini. Mereka meyakini bahwa di tengah derasnya modernisasi, pendidikan adat menjadi kunci, menjaga identitas masyarakat sekaligus memperkuat posisi mereka sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Lebih jauh, sekolah adat ini diharapkan bisa berkontribusi dalam event daerah dan nasional seperti Festival Lembah Baliem, dengan menampilkan ekspresi budaya yang telah dididik dan dibina secara berkelanjutan.

100 HARI KERJA - Masyarakat adat Distrik Walelagama (Pugima), Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan saat membuka Sekolah Adat Walelagama, Kamis, (08/05/2025).
100 HARI KERJA - Masyarakat adat Distrik Walelagama (Pugima), Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan saat membuka Sekolah Adat Walelagama, Kamis, (08/05/2025). (TribunPapua/Istimewa)

Meski Majelis Rakyat Papua Papua Pegunungan tidak dapat hadir karena kegiatan di Jakarta, lembaga seperti Dewan Adat Papua (DAP) dan LMA turut menyaksikan langsung peresmian sekolah ini. Para tokoh berharap, ke depan pemerintah, gereja, dan LSM dapat bersinergi mendorong lahirnya lebih banyak sekolah adat di Papua.

“Tidak ada cara lain untuk mempertahankan bahasa, budaya, dan kepercayaan kita selain melalui pendidikan adat. Inilah jalan terbaik untuk menjaga jati diri masyarakat adat Papua di tengah dunia yang terus berubah,” tutup Haluk.

Mencuat Isu Kabupaten Jayawijaya Kekurangan Tenaga Medis

Dalam momentum 100 hari kerja pemerintahan baru di Kabupaten Jayawijaya dan Provinsi Papua Pegunungan, isu kekurangan tenaga medis kembali mencuat ke permukaan. 

Aktivis skaligus dokter muda asal Lembah Baliem, Benyamin Lagoan, menyoroti fakta mencengangkan bahwa Papua Pegunungan membutuhkan sedikitnya 1.000 dokter untuk menjawab kebutuhan kesehatan warganya yang mencapai lebih dari 1,4 juta jiwa.

“Apresiasi patut diberikan atas bantuan Gubernur Papua Pegunungan untuk pembangunan rumah ibadah sebesar Rp15 miliar. Namun kami berharap kebijakan serupa juga diarahkan untuk menghasilkan 50 hingga 100 dokter dalam lima tahun ke depan,” ujar Benyamin di Wamena, Sabtu, (03/05/2025).

Ia juga mengungkapkan bahwa ada 94 dokter muda asli Papua Pegunungan yang datanya sudah diserahkan ke pemda dan Setda sejak 2024, namun hingga kini belum ada kejelasan tindak lanjut.

Seiring pergantian kepala OPD baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, harapan masyarakat kini bertumpu pada arah kebijakan baru yang lebih berpihak pada pengembangan sumber daya manusia, terutama dalam sektor kesehatan.

100 HARI KERJA - Bupati Jayawijaya Athenius Murip, saat berdialog dengan Komunitas Anak Jalanan di Pasar Jibama pada Jumat, (16/5/2025). Bupati diminta menghasilkan 50-100 dokter selama lima tahun ke depan.
100 HARI KERJA - Bupati Jayawijaya Athenius Murip, saat berdialog dengan Komunitas Anak Jalanan di Pasar Jibama pada Jumat, (16/5/2025). Bupati diminta menghasilkan 50-100 dokter selama lima tahun ke depan. (TribunPapua/Amatus Hubby)

Dengan jumlah dokter di Papua Pegunungan yang baru mencapai 235 orang, dan Jayawijaya hanya memiliki 22 dokter, angka ini sangat jauh dari standar ideal WHO, yaitu satu dokter untuk setiap 1.000 penduduk.

Menurut Benyamin, ketimpangan distribusi tenaga dokter juga terjadi antar suku. Hingga kini, orang asli Wamena dari suku Hubula, misalnya, baru melahirkan satu orang dokter umum sejak 1971.

Suku Nduga bahkan diduga belum memiliki satu pun dokter. Sebaliknya, suku Lanny mulai menunjukkan perkembangan positif dan diperkirakan akan memiliki beberapa dokter spesialis dalam waktu dekat.

Ia menekankan pentingnya langkah strategis dalam mencetak tenaga medis lokal. “Pemerintah daerah perlu membuat kebijakan prioritas, bekerja sama dengan SMA unggulan untuk menyiapkan calon mahasiswa kedokteran yang nantinya bisa kuliah di FK Uncen, UGM, Atma Jaya dan kampus-kampus lain,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia mengajak semua pihak mendukung kebijakan para pemimpin baru, seraya mengevaluasi program-program lama, termasuk pemberian beasiswa yang dinilai belum adil dalam praktiknya.

“Catatan ini mungkin hadir di tengah bencana banjir yang masih melanda Wamena. Namun, di momen Hari Pendidikan Nasional dan transisi pemerintahan, isu pendidikan dan kesehatan tetap krusial untuk masa depan Papua Pegunungan,” tutup Benyamin. (TribunNewsmaker/TribunPapua) 

Sumber: Tribun Papua
Tags:
Ronny ElopereJayawijayaPapua PegununganAthenius Murip
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved