Sosok
Sosok & Profil Indra Pemilik Ayam Goreng Widuran Solo, Nyatakan Non Halal Setelah 52 Tahun Berdiri
Inilah sosok pemilik Ayam Goreng Widuran Solo yang tengah ramai diperbincangkan. Hal tersebut dipicu status non halal yang baru terungkap.
Penulis: Febriana Nur
Editor: Febriana
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Media sosial kini tengah dihebohkan dengan huru-hara di dunia kuliner, khususnya di Kota Solo, Jawa Tengah.
Rumah makan Ayam Goreng Widuran yang beralamat di Jalan Sutan Syahrir No 71, Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres mengumumkan menggunakan bahan non halal.
Hal tersebut membuat publik terutama para pelanggannya merasa kaget sekaligus kecewa.
Pasalnya Ayam Goreng Widuran sudah berdiri sejak tahun 1973.
Lantas, siapa pemilik Ayam Goreng Widuran?
Food vlogger Jony Rahardja sempat mencicipi Ayam Goreng Widuran dan bertemu dengan pemiliknya.
Hal tersebut terlihat pada video yang diunggah pada 29 Mei 2021 di YouTube.
Jony berkunjung ke cabang Ayam Goreng Widuran yang berada di Jl. Arifin Ruko Sudirman No.5, Kampung Baru, Kecamatan Pasar Kliwon.
Pada momen tersebut ia bertemu dengan pemilik Ayam Goreng Widuran yang bernama Indra.
Sambil memakai masker, Indra sempat memberi penjelasan mengenai bisnisnya.
Ia menginformasikan bahwasanya Ayam Goreng Widuran berada di 3 tempat.
Tempat pertama (pusat) berada di Jalan Jalan Sutan Syahrir No 71, Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres.
Cabang kedua berlokasi di Jalan Arifin Ruko Sudirman No.5, Kampung Baru, Kecamatan Pasar Kliwon.
Sementara cabang ketiga ada di Jalan Imam Bonjol No 371 Denpasar, Bali.
Baca juga: 5 Fakta Festival Kuliner Non-Halal di Solo Viral, Banjir Protes hingga Ditutup Kain Hitam, Lanjut?

Di bagian kasir, ditawarkan pula kremesan yang dibungkus dalam toples.
Indra juga membeberkan jam operasional Ayam Goreng Widuran.
"Jam 7 (pagi) sampai jam 6 (sore)," kata Indra dikutip dari YouTube Jony Rahardja.
Ayam Goreng Widuran Solo Pakai Minyak Babi, Disdag Akui Tak Ada Aturan Pencantuman Label Non-Halal
Warung Ayam Widuran kini tengah menjadi sorotan publik usai viral lantaran menggunakan bahan masakan non-halal untuk mengolah dagangan mereka.
Sejak berdiri tahun 1973, baru beberapa hari lalu pengelola warung makan tersebut baru mencantumkan label non-halal baik di tempat usaha mereka maupun di media sosial.
Akibatnya review negatif pun bermunculan di media sosial milik warung tersebut termasuk pemberian bintang 1 di laman google reviews.
Seperti diberitakan sebelumnya, salah satu pegawai warung ayam Widuran, Ranto menerangkan bahwa kremesan buatan mereka memang mengandung bahan non halal.
"Udah dikasih pengertiannya non-halal. Ya karena vitalnya dikasih pengertian non-halal kremesannya itu. Beberapa hari lalu," terang Ranto kepada TribunSolo.com, Sabtu (24/52025).
Sementara itu, menanggapi sorotan terhadap salah satu warung makan legendaris di Kota Bengawan itu, Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Solo Agus Santoso menegaskan bahwa kaitan penempelan label halal maupun non halal memang bukan domain dari pihaknya.

Meski demikian, Agus menerangkan bahwa sejumlah Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) yang membidangi baik terkait kuliner maupun usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) telah melakukan pertemuan untuk membahas polemik yang terjadi.
"Sebetulnya terkait halal, non halal itu bukan berada di OPD kami. Tapi kemarin beberapa OPD sudah rapat. Dan nanti Selasa malam akan kita cek ke lapangan. Dari pertanian, UMKM, Dispar, dan lainnya. Karena yang berkompeten ya DKK sama balai POM," ungkap Agus, Minggu (25/5/2025).
"Kalau kami urusannya terkait makanan berbahaya, cuma memang harus ada transparansi kepada para pembeli," lanjut.
Disinggung mengenai aturan perlindungan konsumen, Agus menegaskan bahwa OPD tersebut belum ada di Kota Solo dan hanya ada sampai tingkat provinsi.
"Memang terkait halal atau non halal memang yang memfasilitasi itu dari dinas UMKM, Koperasi dan Perindustrian," kata dia.
Sementara itu, Agus juga menegaskan bahwa memang tidak ada aturan di Perda terkait pencantuman label halal maupun non halal bagi usaha kuliner di Kota Solo.
Namun demikian, pencantuman tersebut memang diakui Agus berada di kewenangan pemilik usaha. Oleh karena itu, ia meminta para pemilik usaha untuk bisa mencantumkan label tersebut agar tidak mengecoh masyarakat.
"Kalau halal dan non halal bukan ada di dinas perdagangan. Itu terkait di restoran atau warung makan, sebaiknya dicantumkan labelnya apalagi sekarang kan ada balai jaminan perlindungan produk halal yang baru ada di Jakarta," pungkasnya.
(TribunNewsmaker.com/Febriana)(TribunSolo.com/Andreas Chris Febrianto)