Breaking News:

Sosok

Sosok & Profil Ubaid Matraji, Kornas JPPI Menang Gugatan MK Soal SD-SMP Gratis, Dulu Sorot UKT Mahal

Sosok Abdullah Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang menangkan gugatan ke MK soal SD-SMP gratis.

|
Editor: Febriana
Instagram @ubaidmatraji
SOSOK UBAID MATRAJI - Abdullah Ubaid Matraji merupakan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Ia berhasil menangkan gugatan ke MK soal SD-SMP gratis. 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Kabar bahagia datang dari dunia pendidikan Tanah Air.

Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja memerintahkan negara untuk menggratiskan pendidikan dasar di sekolah negeri dan swasta.

Keputusan tersebut terwujud buntut gugatan terhadap pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Gugatan itu dilayangkan oleh Abdullah Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).

Seperti apa sosok Abdullah Ubaid Matraji?

Mengenal sosok Abdullah Ubaid Matraji, yang berhasil memenangkan gugatan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

Dalam salinan keputusan MK, sosok yang menggugat adalah Abdullah Ubaid Matraji dan anggotanya. 

Abdullah Ubaid Matraji saat ini menjabat sebagai Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). 

Ia juga bekerja sebagai dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta.

Melalui Google Scholar, ia sudah menerbitkan puluhan jurnal. 

Selama ini, Abdullah Ubaid Matraji aktif mengkritik kebijakan pemerintah dan instansi yang tak berpihak kepada masyarakat. 

Abdullah Ubaid Matraji pernah menyayangkan pernyataan Kemendikbudristek yang menyebut bahwa Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahal karena pendidikan tinggi dianggap sebagai kebutuhan tersier. 

Pendidikan, kata Ubaid, seharusnya dikembalikan ke public good sebab menyangkut hajat hidup dan kebutuhan seluruh warga negara yang harus dipenuhi.

Baca juga: Sosok & Profil Suhartoyo, Ketua MK Beri Kabar Gembira, Kabulkan Pemohonan Gratiskan Biaya SD-SMP

SOSOK UBAID MATRAJI - Abdullah Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Ia berhasil memenangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
SOSOK UBAID MATRAJI - Abdullah Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Ia berhasil memenangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. (Instagram @ubaidmatraji)

4 Langkah Konkret dari JPPI

Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), putusan MK ini adalah kemenangan monumental bagi hak asasi manusia atas pendidikan dan penegasan bahwa negara wajib hadir memastikan pendidikan dasar yang berkualitas, inklusif, dan bebas biaya bagi semua anak bangsa, tanpa memandang sekolah tersebut diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) atau masyarakat (swasta).

"Hari ini adalah hari bersejarah bagi pendidikan Indonesia. MK telah menunjukkan keberanian dan kebijaksanaan dalam menafsirkan konstitusi untuk keadilan pendidikan," ujar Abdullah Ubaid kepada Kompas.com, Selasa (27/05/25).
 
Menurutnya, putusan ini membuka jalan bagi berakhirnya diskriminasi pembiayaan pendidikan yang selama ini membebani jutaan keluarga. 

Ada pengakuan dari MK bahwa anggaran 20 persen pendidikan dari APBN dan APBD harus benar-benar dialokasikan secara adil untuk pendidikan dasar tanpa dipungut biaya di semua jenis sekolah, baik negeri maupun swasta.

Menyusul putusan MK yang mengikat dan final ini, JPPI menyerukan kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk segera mengambil langkah-langkah konkret dan sistematis sebagai berikut:

1. Integrasi Sekolah Swasta dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Online

Pemerintah wajib segera mengintegrasikan sekolah swasta yang menyelenggarakan pendidikan dasar ke dalam sistem penerimaan murid baru (SPMB) berbasis online yang dikelola pemerintah. 

Ini memastikan transparansi, kesetaraan akses, dan implementasi nyata dari putusan MK bahwa pendidikan dasar bebas biaya juga mencakup sekolah swasta.

2. Realokasi dan Optimalisasi Anggaran Pendidikan

Anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD harus segera diaudit, direalokasi, dan dioptimalkan secara transparan. 

Prioritas utama harus diarahkan pada pembiayaan operasional sekolah, tunjangan guru, dan penyediaan fasilitas yang menunjang pendidikan dasar bebas biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta. 

Ini termasuk menghentikan praktik anggaran yang tidak relevan dengan pendidikan.

3. Pengawasan Ketat terhadap Pungutan

Pemerintah wajib meningkatkan pengawasan terhadap segala bentuk pungutan di sekolah dasar, baik negeri maupun swasta. 

Sanksi tegas harus diberikan kepada pihak-pihak yang masih memungut biaya dari siswa setelah putusan ini.

4. Sosialisasi Menyeluruh kepada Publik dan Sekolah

Pemerintah harus segera melakukan sosialisasi masif kepada masyarakat, orang tua, dan semua satuan pendidikan mengenai implikasi putusan MK ini. Sekolah dan orang tua harus memahami hak dan kewajiban baru terkait pembiayaan pendidikan.

"Transformasi sistem pembiayaan pendidikan harus segera dilakukan demi menjamin tidak ada lagi anak yang putus sekolah atau ijazahnya ditahan karena masalah biaya. Pendidikan bukan lagi beban, melainkan hak yang terjamin sepenuhnya oleh negara. Putusan ini adalah kesempatan emas untuk merajut kembali keadilan sosial melalui pendidikan,” pungkas Ubaid.

Baca juga: Daftar Sekolah Gratis 139 SMA & SMK di Jawa Tengah 2025, Kuota 5000-an, Semarang, Solo hingga Jepara

SD SMP GRATIS - Capture YouTube Tribun Medan menampilkan Ketua MK Suhartoyo mengabulkan permohonan gratiskan biaya SD-SMP. MK mengabulkan permohonan untuk menggratiskan biaya SD dan SMP baik negeri maupun swasta
SD SMP GRATIS - Capture YouTube Tribun Medan menampilkan Ketua MK Suhartoyo mengabulkan permohonan gratiskan biaya SD-SMP. MK mengabulkan permohonan untuk menggratiskan biaya SD dan SMP baik negeri maupun swasta (Capture YouTube Tribun Medan)

 

MK Putuskan SD-SMP Gratis

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian terhadap gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), terutama frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".

Gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas dilayangkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Suhartoyo membaca putusan Nomor 3/PUU-XXIII/2025, Selasa (27/5/2025).

Dalam pertimbangan MK, Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 

"Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat."

MK berpandangan, frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas hanya berlaku terhadap sekolah negeri.

Hal tersebut, menurut MK, menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah/madrasah swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri.

Dalam kondisi tersebut, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.

Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" dalam norma a quo memang dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri dan harus bersekolah di sekolah/madrasah swasta dengan beban biaya yang lebih besar.

"Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa," ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih membaca pertimbangan hukum Mahkamah.

Data tersebut menunjukkan, masih adanya peserta didik yang tidak dapat mengikuti pendidikan dasar di sekolah negeri dan terpaksa bersekolah di swasta akibat terbatasnya kuota.

Karenanya, untuk menjamin hak atas pendidikan bagi seluruh warga, negara wajib menyediakan kebijakan afirmatif berupa subsidi atau bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat yang bersekolah di sekolah swasta.

"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas menurut Mahkamah, dalil para Pemohon yang mempersoalkan konstitusionalitas frasa ‘wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya’ dalam norma Pasal 34 ayat (2) UU 20/2003, yang menurut para Pemohon menimbulkan multitafsir dan diskriminasi karena hanya berlaku untuk sekolah/madrasah negeri adalah beralasan menurut hukum," ujar Enny.

(TribunNewsmaker.com)(TribunSumsel.com)(TribunTimur.com)(Kompas.com)

Sumber: Tribun Sumsel
Tags:
Ubaid MatrajiJaringan Pemantau Pendidikan IndonesiaJPPIMahkamah Konstitusi
Berita Terkait
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved