Sosok
Sosok & Profil Dwi Sudarsono, Tersangka Korupsi Minyak Mentah, Eks Petinggi Pertamina, Ini Perannya
Simak sosok Dwi Sudarsono, VP Crude & Product Trading ISC Kantor Pusat PT Pertamina, kini jadi tersangka korupsi minyak mentah.
Editor: ninda iswara
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Nama Dwi Sudarsono kini tengah menjadi sorotan publik setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkannya sebagai salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan PT Pertamina (Persero) serta subholding kontraktor kontrak kerja sama untuk periode 2018 hingga 2023.
Dwi, yang pernah menjabat sebagai Vice President Product Trading di Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina pada 2019–2020, menjadi salah satu dari sembilan tersangka baru yang diumumkan oleh Kejagung.
Selain dirinya, delapan orang lain turut ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.
Baca juga: Sosok & Profil Riza Chalid, Tersangka Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Punya Perkebunan Kelapa Sawit
Penetapan Tersangka Setelah Pemeriksaan Ratusan Saksi
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bundar Kejaksaan Agung pada Kamis, 10 Juli 2025, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa penetapan ini dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 273 saksi dan 16 ahli.
"Tim penyidik menyimpulkan telah diperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan sembilan orang tersangka," ujar Qohar.
Hasil pemeriksaan mengungkap keterlibatan sejumlah pihak lain dalam skema korupsi yang merugikan negara ini.
Bukti-bukti yang dikumpulkan penyidik memperkuat dugaan bahwa perbuatan melawan hukum dilakukan secara sistematis oleh oknum-oknum dari internal Pertamina dan anak perusahaannya.
Peran Dwi Sudarsono dalam Dugaan Korupsi
Meski profil Dwi Sudarsono belum banyak diketahui publik, perannya dalam kasus ini cukup signifikan.
Bersama dengan tersangka lain, ia diduga terlibat dalam ekspor penjualan minyak mentah yang seharusnya menjadi bagian negara dan anak perusahaan hulu PT Pertamina pada tahun 2021.
Ia disebut-sebut bekerja sama dengan dua tersangka yang sebelumnya telah lebih dahulu ditetapkan, yakni Sani Dinar Saifuddin (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga) dan Yoki Firnandi (Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional).
Pasal yang Dilanggar dan Status Penahanan
Kesembilan tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dari sembilan tersangka, delapan di antaranya langsung dilakukan penahanan untuk 20 hari ke depan guna mempermudah proses penyidikan lebih lanjut.
Namun, satu tersangka atas nama Riza hingga kini belum ditahan karena diketahui masih berada di Singapura.
Kejaksaan menyebut bahwa proses pengejaran terhadapnya sedang berlangsung.
Berikut ini, sembilan tersangka baru kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk Pertamina:
- VP Supply dan Distribusi PT Pertamina 2011-2015: Alfian Nasution (AN)
- Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina 2014: Hanung Budya Yuktyanta (HB)
- VP Intermediate Supply PT Pertamina 2017-2018: Toto Nugroho (TN)
- VP Product Trading ISC Pertamina 2019-2020: Dwi Sudarsono (SD)
- Direktur Gas, Petrokimia, dan Bisnis Baru PT Pertamina: Arief Sukmara (AS)
- SVP Integrated Supply Chain Pertamina 2018-2020: Hasto Wibowo (HW)
- Business Development Manager PT Trafigura Asia Trading 2019-2021: Martin Haendra Nata (MH)
- Beneficial Owner atau Penerima Manfaat PT Orbit Terminal Merak: Muhammad Riza Chalid (MRC)
Baca juga: Sosok & Profil Alfian Nasution, Tersangka Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Pernah Disinggung Ahok

Peran Para Tersangka
Dalam jumpa pers, Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung menjelaskan peran dari masing-masing tersangka di kasus Pertamina ini.
Abdul Qohar menyebut, AN memiliki sejumlah peran, seperti melakukan penyewaan terminal BBM dari PT Orbit Terminal Merak dengan cara melawan hukum yaitu menghilangkan hak kepemilikan dari PT Pertamina dan harga yang tinggi di dalam kontrak pengadaan.
Lalu, AN bekerjasama dengan tersangka HB untuk melakukan penunjukan langsung kerjasama sewa terminal BBM Merak yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"(AN) melakukan negosiasi harga sewa dengan mengakomodir nilai sewa yang mahal yaitu sebesar USD 6,5 per kiloliter dengan menghilangkan skema pemilikan aset PT OTM," jelas Qohar.
AN juga memiliki peran terkait penjualan solar di bawah harga dasar kepada pihak BUMN dan swasta.
Ia turut berperan dalam penyusunan kompensasi tinggi untuk Pertalite yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Sementara, HB melakukan kerjasama dengan AN terkait penunjukan langsung kerjasama sewa terminal BBM Merak yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
"(HB) Melakukan penyewaan OTM secara melawan hukum dengan menghilangkan hak kepemilikan Pertamina atas obyek sewa Terminal BBM Merak dan harga yang tinggi dalam kontrak atau perjanjian," jelas Qohar.
Kemudian, tersangka TN memiliki peran untuk menyetujui pengadaan impor minyak mentah dengan mengundang demut atau suplier yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta lelang.
Adapun seluruh suplier itu, masih dikenakan sanksi karena tidak mengembalikan kelebihan bayar.
Qohar menambahkan, TN menyetujui demut atau suplier tersebut sebagai pemenang lelang meskipun praktek pelaksanaan tidak sesuai prinsip dan etika pengadaan yaitu volume basit yang dicantumkan lelang impor minyak mentah dan perlakuan istimewa kepada suplier tersebut.
Selanjutnya, DS berperan bersama tersangka sebelumnya yang sudah ditetapkan Sani Dinar Saifuddin (SDS) dan Yoki Firnandi (YF) untuk melakukan ekspor penjualan minyak mentah bagian negara dan anak perusahaan hulu PT Pertamina tahun 2021.
Adapun alasannya terjadi ekses terhadap minyak mentah dan/atau kondensat bagian negara (MMKBN) dan anak perusahaan hulu PT Pertamina.
"Padahal, yang seharusnya minyak mentah itu masih bisa diserap kilang dan tidak ekses yang dipergunakan untuk kebutuhan minyak mentah dalam negeri," jelas Qohar.
Qohar mengungkapkan DS bersama dengan SDS dan YF juga melakukan impor minyak mentah yang sama dari luar negeri dengan harga yang lebih mahal.
Padahal, sambungnya, kualitas minyak mentah yang diimpor tersebut sama dengan produksi luar negeri.
Kemudian, tersangka AS memiliki peran dengan SDS dan Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati (DW) untuk bersepakat menambah harga sewa kapal sebesar 13 persen.
"Dari nilai sewa kapal Olympic Luna dari Afrika ke Indonesia dengan maksud agar harga pengadaan sewa kapal bisa di-markup menjadi 5 juta dolar AS yang seharusnya berdasarkan harga publikasi hanya sebesar 3.765.712 dolar AS," kata Qohar.
AS bersama DW dan tersangka lain, yaitu Dirut PT Pertamina International Shipping, Agus Purwono (AP) juga mengoordinasikan agar kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara dimenangkan dalam proses pengadaan tender terkait carter di PT Pertamina International Shipping.
Caranya, yakni mencantumkan syarat yang hanya bisa dipenuhi oleh PT Jenggala Maritim Nusantara.
Selanjutnya, tersangka HW berperan melakukan kesepakatan dengan tersangka MH dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne (EC) untuk menunjuk langsung terhadap PT Trafigura Asia Trading sebagai penyedia dalam pengadaan produk gasoline untuk kebutuhan semester pertama tahun 2021.
"Padahal seharusnya pengadaan tersebut dilakukan melalui lelang khusus di mana semua mitra atau demut diundang untuk mengikuti tender atau lelang. Tetapi dalam kenyataannya, PT Trafigura Asia Trading tidak terdaftar sebagai mitra atau demut Pertamina dan seharusnya tidak bisa mengikuti lelang," jelas Qohar.
HW, kata Qohar, juga menyetujui penjualan solar ke pihak swasta di bawah harga dasar.
Kemudian, peran tersangka MH bersama HW dan EC yaitu ikut bersepakat untuk memenangkan PT Trafigura Asia Trading dengan penunjukan langsung dalam pengadaan produk gasoline untuk kebutuhan semester pertama tahun 2021.
Kemudian, tersangka IP bersama AP serta sepengetahuan AS melakukan pengangkutan minyak mentah menggunakan kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara dari Afrika ke Indonesia.
Qohar mengatakan, hal ini agar pengadaan bisa dilakukan secara penunjukan langsung serta bisa mengkondisikan harga penawaran agar sesuai harga markup yang sudah disepakati.
Terakhir, tersangka MRC melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina dengan memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak.
Padahal, kata Qohar, PT Pertamina belum memerlukan hal penyewaan tersebut.
Qohar mengungkapkan, MRC juga berperan dalam penghilangan skema kepemilikan terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama serta menetapkan kontrak yang sangat tinggi.
(TribunNewsmaker/Tribunnews)
Sumber: Tribunnews.com
Sosok Muazin Salat Jumat Pestapora, Vokalis Band & Adik Aktor, Sempat Tersandung Narkoba, Profilnya |
![]() |
---|
Sosok Bambang Sutantio, Pendiri Cimory, Wirausaha dari Nol, Masuk Daftar Orang Terkaya di Indonesia |
![]() |
---|
Profil Nono Anwar Makarim, Ayah Nadiem Makarim Dulu Pejabat KPK, Pernah jadi Bosnya Hotman Paris |
![]() |
---|
Sosok Pendukung Polisi yang Lindas Ojol, Ogah Minta Maaf ke Keluarga Affan: Tak Punya Niat Jahat |
![]() |
---|
Sepak Terjang Arif Budimanta, Eks Stafsus Presiden Era Jokowi Meninggal Dunia, Dulu Ketua DPP PDIP |
![]() |
---|