PPG 2025
5 Contoh Studi Kasus PPG 2025 Tentang Media Pembelajaran, Strategi Baru yang Dirancang Guru
Inilah lima contoh studi kasus PPG 2025 tentang media pembelajaran sebagai referensi, menciptakan strategi baru yang dirancang guru.
Editor: Listusista Anggeng Rasmi
5 Contoh Studi Kasus PPG 2025 Tentang Media Pembelajaran, Strategi Baru yang Dirancang Guru
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Contoh studi kasus mengenai media pembelajaran dalam Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2025 dapat dijadikan acuan berharga bagi bapak/ibu guru ketika menghadapi Uji Kompetensi Peserta PPG (UKPPPG).
Dalam ujian tersebut, peserta diminta menyusun studi kasus sepanjang maksimal 600 kata, dengan memilih satu dari empat masalah utama yang disediakan, salah satunya berkaitan dengan media pembelajaran.
Topik ini sangat relevan, mengingat media pembelajaran memegang peranan penting dalam menyampaikan materi secara menarik dan mudah dipahami oleh siswa.
Seperti yang dijelaskan dalam kanal YouTube Pak Guru Wali, penggunaan media pembelajaran yang tepat akan membantu meningkatkan efektivitas proses belajar-mengajar di kelas.
Namun, pada kenyataannya masih banyak kendala yang dihadapi guru, terutama terkait dengan keterbatasan akses terhadap media digital di lingkungan sekolah.
Selain itu, masih terdapat guru yang belum menguasai pemanfaatan teknologi secara optimal, sehingga media pembelajaran belum dimanfaatkan secara maksimal.
Kendala lain muncul ketika media yang digunakan tidak sesuai dengan karakteristik atau kebutuhan siswa, seperti penggunaan video yang terlalu panjang dan membosankan.
Tak hanya itu, banyak sekolah yang masih belum memiliki fasilitas penunjang seperti proyektor, perangkat multimedia, atau jaringan internet yang memadai.
Baca juga: Refleksi Modul 3 PPG 2025: Pendidikan Nilai sebagai Pilar Karakter Bangsa

Situasi tersebut menjadikan proses pembelajaran terasa monoton, kurang interaktif, dan berpotensi menurunkan semangat serta partisipasi aktif siswa di kelas.
Akibatnya, tujuan pembelajaran pun sulit tercapai secara maksimal karena minat dan motivasi siswa mengalami penurunan yang signifikan.
Nah, studi kasus PPG 2025 tentang media pembelajaran harus berdasarkan pengalaman bapak/ibu guru selama mengajar di kelas dan menjawab empat pertanyaan utama yaitu:
-Situasi yang Anda hadapi pada saat itu, tugas Anda, dan masalah yang harus Anda selesaikan.
-Tindakan yang Anda ambil.
-Bagaimana hasil dari tindakan tersebut.
-Pengalaman berharga apakah yang Anda petik dari masalah tersebut.
Inilah contoh studi kasus PPG 2025 maksimal 600 kata tentang Media Pembelajaran sebagai referensi untuk guru SD, SMP, SMA.
1. Contoh Studi Kasus PPG 2025 tentang Media Pembelajaran
Permasalah Media Pembelajaran dan Kesenjangan
Sebagai seorang guru IPA di kelas VIII SMPN 1 Majujaya, saya selalu berharap dapat menyajikan pembelajaran yang interaktif dan mudah dipahami, khususnya untuk materi Fluida Statis. Materi ini melibatkan konsep-konsep abstrak seperti tekanan hidrostatis, hukum Pascal, dan hukum Archimedes, yang seringkali sulit divisualisasikan oleh siswa.
Saya membayangkan sebuah media pembelajaran yang mampu menampilkan simulasi, animasi, atau eksperimen virtual yang dapat menjelaskan prinsip-prinsip ini secara konkret. Harapan saya, media yang tepat akan meningkatkan pemahaman siswa secara signifikan, mengubah konsep abstrak menjadi sesuatu yang nyata dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Namun, kenyataan di kelas VIII SMPN 1 Majujaya menunjukkan kesenjangan yang mencolok. Fasilitas laboratorium terbatas, dan alat peraga untuk Fluida Statis tidak memadai.
Selama ini, saya mengandalkan penjelasan lisan, buku teks, dan gambar statis di papan tulis, yang terbukti kurang efektif dalam memvisualisasikan fenomena Fluida Statis. Akibatnya, siswa seringkali kesulitan mengaitkan teori dengan aplikasi praktis, dan pemahaman mereka cenderung bersifat hafalan tanpa konsep yang kuat.
Hal ini dikuatkan dengan hanya 20 persen dari 30 siswa yang mencapai KKTP. Sementara aktivitas siswa dalam pembelajaran hanya 50 persen dari 30 siswa. Kesenjangan antara harapan akan pembelajaran yang inovatif dan kenyataan keterbatasan media ini menjadi tantangan utama yang harus saya atasi.

Baca juga: Strategi Guru Menjaga Kepatuhan terhadap Kode Etik: Refleksi Lanjutan Aksi Nyata dalam PPG 2025
Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah dengan Phet Simulasi
Untuk mengatasi permasalahan media pembelajaran Fluida Statis, saya memutuskan untuk mengintegrasikan Phet Simulasi sebagai media pembelajaran utama. Langkah-langkah yang saya lakukan adalah sebagai berikut:
- Identifikasi Kebutuhan dan Potensi Phet Simulasi: Saya secara aktif mencari sumber daya digital yang relevan dan menemukan bahwa simulasi Phet menawarkan berbagai modul interaktif yang sangat cocok untuk menjelaskan konsep-konsep Fluida Statis, seperti "Tekanan di Bawah Permukaan" atau "Hukum Archimedes". Ini operasional karena Phet dapat diakses secara daring dengan koneksi internet yang tersedia di sekolah.
- Pelatihan Mandiri dan Pengembangan Bahan Ajar: Saya meluangkan waktu untuk mengeksplorasi setiap fitur simulasi Phet yang relevan, memahami cara kerjanya, dan merancang skenario pembelajaran yang sesuai. Ini rasional karena fokus pada media digital yang dapat mengatasi keterbatasan fisik.
- Integrasi Phet dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): Saya merevisi RPP untuk materi Fluida Statis, mengalokasikan waktu khusus untuk penggunaan Phet Simulasi. Ini sesuai dengan lingkup tugas saya sebagai guru untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran yang efektif.
- Penerapan di Kelas: Selama pembelajaran, saya memproyeksikan simulasi Phet di depan kelas dan memandu siswa melalui berbagai percobaan virtual. Saya mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan berdiskusi tentang hasil yang mereka amati. Saya juga memfasilitasi kegiatan di mana siswa secara mandiri menjelajahi simulasi menggunakan perangkat komputer yang tersedia di laboratorium komputer sekolah.
Hasil Upaya Penyelesaian Masalah
Upaya saya mengintegrasikan Phet Simulasi dalam pembelajaran Fluida Statis menunjukkan bentuk keberhasilan yang signifikan. Salah satu bukti pendukung yang sangat jelas adalah peningkatan antusiasme dan partisipasi siswa.
Sebelumnya, siswa cenderung pasif saat saya menjelaskan materi abstrak. Namun, dengan Phet, mereka menjadi lebih aktif, bersemangat untuk mencoba berbagai pengaturan dalam simulasi, dan berani mengajukan pertanyaan. Jumlah siswa yang aktif dalam pembelajaran 85 persen yang semula hanya 50 persen.
Secara kuantitatif, saya melihat peningkatan pemahaman konsep yang sangat masuk akal. Sebelum penggunaan Phet, hasil evaluasi formatif menunjukkan banyak siswa kesulitan dalam mengaplikasikan hukum Pascal atau Archimedes.
Setelah beberapa kali sesi dengan Phet, mereka lebih mampu menjelaskan prinsip-prinsip tersebut dengan bahasa mereka sendiri dan bahkan memprediksi hasil eksperimen virtual.
Bukti peningkatan pemahaman ini siswa yang mencapai KKTP mencapai 90 persen dari 30 siswa yang mana sebelumnya hanya mencapai 20 persen. Perubahan ini sangat sesuai dengan masalah awal mengenai pemahaman konsep yang kurang optimal akibat keterbatasan media.
Pengalaman Berharga dan Antisipasi Masalah
Pengalaman berharga yang dapat saya petik dari studi kasus ini adalah pentingnya kreativitas dan adaptabilitas guru dalam menghadapi keterbatasan.
Meskipun fasilitas fisik terbatas, mencari dan memanfaatkan media pembelajaran digital seperti Phet Simulasi terbukti sangat efektif. Ini menunjukkan bahwa inovasi tidak selalu membutuhkan biaya besar, melainkan kemauan untuk mengeksplorasi solusi alternatif.
Untuk mengantisipasi masalah serupa di masa depan, saya akan secara proaktif mencari dan mempelajari berbagai platform atau aplikasi pembelajaran interaktif lainnya yang relevan dengan materi IPA, selain itu saya dapat mengikuti pelatihan di MGMP ataupun ruang GTK.
Saya juga akan meningkatkan kualitas penanganan masalah dengan secara rutin mengevaluasi efektivitas media yang digunakan melalui observasi langsung, kuesioner siswa, dan analisis hasil belajar.
Dengan demikian, saya dapat terus menyesuaikan pendekatan pengajaran agar sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar siswa, serta memastikan bahwa setiap tantangan media pembelajaran dapat diatasi dengan solusi yang inovatif dan efektif.
2. Contoh Studi Kasus PPG 2025 tentang Media Pembelajaran
Situasi yang Anda hadapi pada saat itu, tugas Anda, dan masalah yang harus Anda selesaikan.
Sebagai seorang guru kelas 3 di SD Merah Putih pada awal tahun ajaran 2024/2025, saya memiliki tugas untuk menyampaikan materi Bahasa Indonesia, khususnya tentang Menceritakan Kembali Isi Dongeng. Harapan saya adalah siswa tidak hanya memahami alur cerita, tetapi juga mampu mengembangkan imajinasi dan keterampilan berbahasa mereka.
Namun, saya segera menyadari adanya masalah krusial terkait media pembelajaran. Fasilitas sekolah kami cukup terbatas, hanya ada proyektor yang sering bermasalah dan koneksi internet yang tidak stabil di kelas. Media pembelajaran yang biasa saya gunakan hanyalah buku teks dan sesekali gambar statis yang saya cetak.
Permasalahan utama yang saya hadapi adalah keterbatasan dan ketidaksesuaian media pembelajaran dalam menyampaikan materi dongeng. Ketika saya menggunakan video dongeng yang saya unduh (jika internet memungkinkan), durasinya seringkali terlalu panjang (lebih dari 10 menit), membuat siswa kelas 3 cepat bosan dan kehilangan fokus.
Ilustrasi dalam buku teks juga kurang menarik dan tidak beragam. Akibatnya, siswa sulit memvisualisasikan karakter dan latar tempat dalam dongeng, sehingga mereka kesulitan dalam menceritakan kembali dengan ekspresif.
Motivasi belajar mereka menurun, dan pembelajaran menjadi monoton serta kurang interaktif. Tujuan pembelajaran untuk meningkatkan imajinasi, pemahaman narasi, dan keterampilan bercerita siswa tidak tercapai secara optimal.
Tindakan yang diambil.
Menghadapi keterbatasan fasilitas dan masalah efektivitas media, saya merancang strategi baru yang lebih adaptif dan kreatif untuk materi dongeng.
- Membuat Media Visual Bergerak Sederhana secara Mandiri: Saya tidak lagi mengandalkan video unduhan yang panjang. Saya mulai membuat slideshow interaktif menggunakan aplikasi presentasi sederhana (seperti PowerPoint atau Google Slides) dengan transisi dan animasi minimalis.
- Setiap slide berisi satu adegan penting dongeng dengan ilustrasi menarik (saya menggambar sendiri atau menggunakan gambar bebas hak cipta yang relevan) dan teks singkat. Saya juga menggunakan flipbook atau buku besar bergambar buatan tangan.
- Audio Storytelling dengan Efek Suara: Mengingat keterbatasan proyektor, saya fokus pada media audio. Saya merekam suara saya sendiri saat mendongeng, dilengkapi dengan efek suara sederhana (misalnya suara hewan, angin, atau musik latar pendek) yang saya unduh sebelumnya saat ada akses internet. File audio ini diputar menggunakan speaker portable.
- Memanfaatkan Media Konkret/Peraga: Saya mengumpulkan atau membuat boneka tangan sederhana, finger puppet, atau topeng karakter dongeng dari kertas bekas. Media ini saya gunakan untuk memerankan adegan penting dongeng bersama siswa.
- Sesi "Menceritakan Kembali" yang Terstruktur: Setelah menyajikan dongeng dengan media yang baru, saya membagi siswa ke dalam kelompok kecil. Setiap kelompok mendapatkan beberapa boneka tangan atau gambar karakter, lalu mereka harus berdiskusi dan menceritakan kembali bagian dongeng yang berbeda, dengan bimbingan dari saya.
Bagaimana hasil dari tindakan tersebut?
Upaya yang saya lakukan dalam mendesain dan mengimplementasikan media pembelajaran yang lebih variatif dan disesuaikan menunjukkan hasil yang sangat positif. Keberhasilan pertama adalah peningkatan signifikan dalam minat dan fokus siswa. Video slideshow yang ringkas dan audio storytelling dengan efek suara membuat mereka lebih terpaku pada cerita. Penggunaan boneka tangan secara langsung juga meningkatkan keterlibatan kinestetik mereka. Suasana kelas menjadi lebih hidup dan interaktif.
Kedua, pemahaman siswa terhadap alur dan isi dongeng meningkat secara substansial. Mereka mampu mengingat detail penting dan mengaitkan karakter dengan peristiwa. Hal ini terlihat dari kemampuan mereka menceritakan kembali isi dongeng dengan lebih lancar, ekspresif, dan detail yang relevan, baik secara individu maupun kelompok. Keterampilan berbahasa mereka juga terasah melalui praktik bercerita ini.
Pengalaman berharga apakah yang Anda petik dari masalah tersebut?
Pengalaman berharga yang saya petik adalah bahwa keterbatasan fasilitas tidak boleh menjadi penghalang bagi seorang guru untuk berinovasi dalam media pembelajaran. Justru, keterbatasan dapat memicu kreativitas.
Saya belajar bahwa media yang paling efektif bagi siswa SD adalah yang singkat, sangat visual, interaktif, dan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi secara aktif, baik secara fisik maupun mental. Fokus pada kesederhanaan, relevansi, dan kreativitas low-tech ternyata lebih berdampak daripada mengejar media digital canggih yang sulit diakses. Yang terpenting adalah bagaimana media tersebut mampu menjembatani pemahaman siswa dan memicu imajinasi mereka, bukan sekadar memutar video panjang.
3. Contoh Studi Kasus PPG 2025 tentang Media Pembelajaran
Situasi, Tugas, dan Masalah:
Saat mengajar materi "Teks Cerita Inspiratif" di kelas 8 SMP, saya memutuskan untuk menggunakan film pendek sebagai media pembelajaran. Tujuannya agar siswa lebih mudah memahami struktur dan pesan moral dalam cerita. Namun film yang saya pilih berdurasi hampir 20 menit dan menggunakan bahasa yang cukup kompleks.
Sebagian besar siswa mulai gelisah di tengah film, dan beberapa terlihat mengantuk. Diskusi pascapenayangan pun tidak berkembang. Saat saya berikan tugas untuk meresensi cerita, banyak jawaban yang dangkal dan tidak mencerminkan pemahaman yang mendalam. Saya menyadari bahwa media yang saya gunakan kurang sesuai dengan karakteristik siswa dan terlalu panjang untuk daya konsentrasi mereka.
Tindakan yang Diambil:
Saya mengubah strategi dengan membagi film menjadi tiga bagian pendek, masing-masing berdurasi 5–6 menit. Setelah setiap bagian, saya mengajak siswa mendiskusikan karakter, konflik, dan pesan yang mereka tangkap.
Saya juga menyiapkan lembar diskusi kelompok berisi pertanyaan pemantik dan kutipan penting dari film. Selain itu, saya memberikan pilihan kepada siswa untuk menonton ulang di rumah melalui tautan video yang saya bagikan via grup WhatsApp kelas.
Hasil Tindakan:
Siswa terlihat lebih fokus dan aktif dalam diskusi. Dengan durasi yang lebih singkat dan aktivitas jeda, mereka lebih mudah menangkap alur cerita dan nilai moral. Beberapa siswa bahkan mengaitkan cerita dengan pengalaman pribadi mereka. Hasil resensi meningkat dari segi kedalaman isi dan orisinalitas. Kegiatan belajar menjadi lebih menyenangkan dan bermakna.
Pengalaman Berharga:
Saya menyadari pentingnya menyesuaikan media pembelajaran dengan kemampuan konsentrasi dan minat siswa. Durasi yang tepat, penyisipan aktivitas jeda, serta pemanfaatan teknologi sederhana dapat membuat media pembelajaran lebih efektif. Kunci keberhasilan ada pada desain pembelajaran yang berpusat pada siswa.
4. Contoh Studi Kasus PPG 2025 tentang Media Pembelajaran
Situasi yang Anda hadapi pada saat itu, tugas Anda, dan masalah yang harus Anda selesaikan.
Sebagai seorang guru Bahasa Inggris di kelas XI SMA Harapan Bangsa pada tahun ajaran 2024/2025, saya dihadapkan pada tantangan dalam mengajarkan materi Analytical Exposition Text. Siswa kelas XI dituntut tidak hanya memahami struktur teks, tetapi juga mampu mengidentifikasi argumen, menganalisis kekuatan persuasi, dan bahkan menulis teks eksposisi analitis mereka sendiri.
Saya memiliki ekspektasi tinggi terhadap penggunaan media digital untuk materi ini, seperti video TED Talks atau artikel online. Namun, saya seringkali terbentur masalah. Keterbatasan akses terhadap internet yang stabil di kelas, guru yang kurang terampil memanfaatkan tools digital secara optimal, dan terkadang video yang berdurasi terlalu panjang membuat siswa bosan.
Permasalahan utama yang saya hadapi adalah ketidakmampuan saya dalam memanfaatkan media digital secara optimal dan efektif untuk materi Bahasa Inggris yang kompleks, akibat keterbatasan infrastruktur dan kurangnya skill adaptif. Video atau artikel online yang saya tunjukkan seringkali terlalu panjang atau memiliki kecepatan bicara yang tinggi, sehingga siswa cepat kehilangan fokus dan pemahaman.
Beberapa siswa juga kesulitan mengakses materi digital karena masalah kuota atau perangkat. Akibatnya, pembelajaran menjadi monoton, kurang interaktif, dan siswa hanya pasif menerima materi tanpa analisis mendalam. Motivasi belajar mereka menurun, dan tujuan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan reading comprehension, critical thinking, dan writing analytical exposition tidak tercapai secara optimal.
Tindakan yang Anda ambil.
Menghadapi masalah ini, saya merancang dan mengimplementasikan strategi penggunaan media pembelajaran yang lebih selektif, adaptif, dan berorientasi pada pemecahan masalah serta partisipasi aktif siswa.
- Fragmentasi Konten Video/Audio: Daripada memutar video TED Talks secara utuh, saya memotongnya menjadi klip-klip pendek (2-3 menit) yang fokus pada satu argumen atau kalimat kunci. Klip ini saya unduh di rumah saat ada internet dan saya tambahkan subtitle Bahasa Inggris. Saya juga menyisipkan pertanyaan panduan di setiap jeda klip untuk memicu diskusi.
- Modifikasi Artikel Online menjadi "Digest": Artikel atau berita online yang kompleks saya ringkas menjadi "digest" atau intisari dengan poin-poin utama dan kosakata kunci yang digarisbawahi. Ini saya cetak dan bagikan kepada siswa. Saya juga membuat "QR Code Vocabulary List" yang mengarah ke glossary kosakata sulit.
- Penggunaan Media Visual/Infografis Sederhana: Saya mulai mendesain infografis sederhana (menggunakan aplikasi Canva atau PowerPoint) yang merangkum struktur analytical exposition text atau daftar frasa persuasif. Infografis ini saya cetak dan tempel di kelas, atau saya tampilkan jika proyektor berfungsi.
- Aplikasi "Mock Debate" dan "Opinion Corner": Untuk mempraktikkan keterampilan berargumentasi (inti dari eksposisi analitis), saya menciptakan "Mock Debate" sederhana di kelas. Saya juga membuat "Opinion Corner" di mana siswa bisa menempelkan opini mereka tentang isu tertentu di selembar kertas.
- Pemberdayaan Siswa sebagai "Penyaring Media": Saya menugaskan siswa untuk mencari satu video atau artikel pendek yang menurut mereka menarik dan relevan dengan topik, lalu mereka harus mempresentasikan dan menjelaskan mengapa media tersebut persuasif. Ini mendorong mereka menjadi kurator media.
Bagaimana hasil dari tindakan tersebut.
Upaya yang saya lakukan dalam merevisi penggunaan media pembelajaran menunjukkan hasil yang sangat positif. Keberhasilan pertama adalah peningkatan signifikan dalam keterlibatan dan pemahaman siswa. Klip video pendek lebih efektif dalam mempertahankan fokus mereka, dan siswa lebih antusias berpartisipasi dalam diskusi setelah menontonnya. Membaca "digest" artikel atau infografis membuat mereka tidak terbebani oleh teks panjang.
Kedua, kemampuan siswa dalam menganalisis argumen dan memahami struktur teks eksposisi analitis meningkat secara substansial. Mereka menjadi lebih kritis dalam mengidentifikasi thesis statement, argumen pendukung, dan reiteration. Hal ini tercermin dari hasil tugas menulis teks eksposisi yang lebih terstruktur, logis, dan persuasif. Partisipasi dalam Mock Debate juga menunjukkan peningkatan dalam kemampuan berargumen lisan mereka.
Pengalaman berharga apakah yang Anda petik dari masalah tersebut.
Pengalaman berharga yang saya petik adalah bahwa efektivitas media pembelajaran tidak terletak pada kecanggihan teknologinya, melainkan pada bagaimana guru mampu mengadaptasi dan memanfaatkannya sesuai karakteristik siswa dan ketersediaan fasilitas. Saya belajar bahwa memecah konten menjadi bagian-bagian kecil (fragmentasi), menyajikan informasi secara visual (infografis), dan mendorong interaksi aktif siswa dengan media (diskusi, mock debate) jauh lebih efektif daripada hanya menampilkan media digital secara pasif.
Penting bagi seorang guru untuk terus mengembangkan keterampilan adaptasi teknologi, menjadi kurator konten yang cerdas, dan yang terpenting, selalu berfokus pada bagaimana media dapat memfasilitasi pemahaman dan keterampilan siswa, bukan sekadar formalitas.
5. Contoh Studi Kasus PPG 2025 tentang Media Pembelajaran
Situasi, Tugas, dan Masalah:
Sebagai guru kelas 5 SD di daerah pinggiran, saya dihadapkan pada tantangan saat ingin menggunakan media pembelajaran berbasis digital untuk menjelaskan materi "Perubahan Lingkungan dan Dampaknya". Sekolah kami tidak memiliki fasilitas proyektor, dan koneksi internet sangat terbatas.
Saya bertugas menyampaikan materi dengan pendekatan kontekstual, namun media yang saya sediakan berupa video pembelajaran berdurasi panjang (lebih dari 10 menit) yang diunduh dari YouTube. Saat ditampilkan di layar kecil laptop guru, anak-anak tampak tidak fokus dan cepat bosan. Mereka mulai mengobrol dan tidak memperhatikan isi video. Akibatnya, pemahaman terhadap isi materi menjadi rendah. Hanya sedikit siswa yang bisa menjawab pertanyaan yang saya ajukan setelah menonton.
Tindakan yang Diambil:
Saya kemudian mengevaluasi media pembelajaran tersebut dan memutuskan untuk menyederhanakannya. Saya memotong bagian video menjadi klip-klip pendek berdurasi 1–2 menit sesuai subtopik.
Selain itu, saya mencetak gambar-gambar dari video yang relevan dan menempelkannya di papan tulis sebagai alat bantu visual. Saya juga menambahkan permainan kuis sederhana setelah setiap klip pendek untuk memastikan keterlibatan siswa. Untuk siswa yang memiliki kemampuan membaca rendah, saya sediakan kartu bergambar dan instruksi singkat.
Hasil Tindakan:
Anak-anak menjadi jauh lebih tertarik dan aktif mengikuti pelajaran. Mereka antusias menjawab kuis dan berdiskusi. Dengan pembagian materi menjadi bagian-bagian kecil yang mudah dicerna dan pendekatan visual konkret, mereka lebih mudah memahami dampak perubahan lingkungan.
Nilai ulangan harian meningkat, dan siswa lebih mampu menjelaskan materi dengan kata-kata mereka sendiri. Bahkan beberapa siswa mulai menggambar poster bertema lingkungan secara sukarela.
Pengalaman Berharga:
Saya belajar bahwa media pembelajaran tidak harus selalu digital dan canggih. Kunci keberhasilannya terletak pada relevansi, durasi yang sesuai, dan keterlibatan aktif siswa. Dalam keterbatasan fasilitas, kreativitas guru menjadi kekuatan utama untuk menciptakan pembelajaran bermakna.
*) Disclaimer:
Contoh studi kasus PPG 2025 tentang Media Pembelajaran dalam artikel ini hanya sebagai referensi bagi guru yang mengikuti bagi Guru Tertentu dalam UKPPPG 2025.
Beberapa studi kasus PPG 2025 merupakan hasil olah AI, sehingga bapak/ibu guru perlu melakukan modifikasi.