"Kami sudah mengumpulkan ahli-ahli hukum yang tergabung di PPNI untuk memberi masukan dan kajian," jelasnya, Jumat (10/4/2020) di kantor DPW PPNI Jateng seperti yang dikutip dari Kompas.com.
• Dunia Merana karena Corona, Kini Viral Lagu Corona milik Bimbo, Ngetop 30 Tahun Lalu! Ada Keraguan
• Update Virus Corona Nasional Jumat 10 April 2020: 15 Besar Peringkat Provinsi dengan Kasus Tertinggi
Edy mengatakan, peristiwa itu tidak akan terjadi kalau tidak ada provokator.
"Itu nanti mau masuk delik aduan atau gimana, biar ahli hukum yang menentukan."
"Kami hanya mengumpulkan bukti dan segala yang diperlukan, lalu kami ambil langkah selanjutnya," ungkapnya.
Ia menjelaskan, perawat, dokter, serta pekerja medis adalah garda yang rawan terpapar corona.
"Kerawanan paling tinggi itu adalah tenaga kesehatan yang tidak ada di ruang isolasi."
"Kalau di ruang isolasi, mereka sudah sadar sehingga memakai alat pelindung diri."
"Kalau di bagian lain, APD-nya hanya secukupnya, jadi rawan terpapar," jelasnya.
2. Ketua RT Minta Maaf
Salah seorang yang berperan dalam penolakan tersebut adalah Purbo, Ketua RT 6 Dusun Sewakul, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Di hadapan kedua PPNI, Purbo menyampaikan permintaan maafnya.
"Atas nama pribadi dan warga saya minta maaf adanya kejadian kemarin itu."
"Saya minta maaf kepada perawat, warga Ungaran, dan pada seluruh masyarakat Indonesia," ungkapnya, Jumat (10/4/2020) di kantor DPW PPNI
Purbo menjelaskan, penolakan pemakaman tersebut merupakan aspirasi masyarakat yang ada di lokasi, termasuk beberapa ketua RT lain.
"Mereka mengatakan, Pak jangan di sini, jangan dimakamkan di Sewakul," ujarnya menirukan warga.