TRIBUNNEWSMAKER.COM - Di tengah desakan warga Israel untuk segera membebaskan sandera hingga seruan gencatan senjata dari banyak negara, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu justru berkeputusan sebaliknya.
Dia seolah tak gentar dengan demo warganya dan tidak adanya dukungan dari Internasional.
PM Netanyahu dengan tegas membantah bahwa dia akan menghentikan perang.
Baca juga: IDF Klaim Temukan Mulut Terowongan di Rumah Yahya Sinwar, Diduga Digunakan Para Pejabat Hamas
Secara blak-blakan, Netanyahu menantang Hamas dengan memberi dua pilihan menyerah atau mati.
bersumpah untuk melanjutkan perang di Jalur Gaza sampai menghancurkan kelompok Hamas.
Pernyataan Benjamin Netanyahu muncul di tengah laporan tentang kemungkinan kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk jeda kemanusiaan kedua di Jalur Gaza.
“Kami melanjutkan perang sampai akhir."
"Ini akan terus berlanjut sampai Hamas tersingkir, sampai kemenangan,” ungkap Netanyahu dalam sebuah pernyataan, Rabu (20/12/2023), dilansir Anadolu Agency.
Baca juga: Inilah Yahya Sinwar, Pemimpin Hamas di Gaza, Orang Paling Diburu Israel, Berhasil 2 Kali Lolos
“Mereka yang mengira kami akan berhenti, tidak terhubung dengan kenyataan," sambungnya.
PM Israel menegaskan, tentaranya tidak akan berhenti sampai penghancuran Hamas, kembalinya sandera, dan penghapusan ancaman dari Gaza.
Benjamin Netanyahu mengatakan, para pemimpin Hamas hanya punya dua pilihan, yaitu menyerah atau mati.
Diberitakan The Times of Israel, Benjamin Netanyahu menolak segala usulan penghentian operasi militer karena dianggap tidak realistis.
Israel pun tidak akan mengakhiri kampanye militernya di Jalur Gaza sampai tujuannya tercapai.
Penegasan Netanyahu itu setelah kritik dari Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich, yang mengecam laporan negosiasi kesepakatan pembebasan sandera dengan Hamas.
Sementara, hingga kini, belum ada komentar dari Hamas atas pernyataan Netanyahu.
Baca juga: PM Israel Benjamin Netanyahu Mengaku Tawarkan Bahan Bakar ke Rumah Sakit di Gaza Tapi Ditolak Hamas
Upaya Pembebasan Sandera
Banyak laporan baru-baru ini mengatakan bahwa upaya tingkat tinggi sedang dilakukan untuk menuntaskan perjanjian pembebasan sandera serupa dengan perjanjian yang menjamin pembebasan 105 tawanan bulan lalu selama gencatan senjata selama seminggu.
Kepala agen mata-mata Mossad David Barnea dilaporkan bertemu dengan pejabat senior AS dan Qatar di Eropa awal pekan ini untuk membicarakan kesepakatan.
Pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh, yang berbasis di Qatar, tiba di Kairo pada hari Rabu untuk melakukan pembicaraan dengan para pejabat Mesir.
Pertemuan itu diperkirakan terfokus pada kemungkinan gencatan senjata dalam perang Israel-Hamas dan kesepakatan untuk membebaskan beberapa sandera.
Para pemimpin Hamas secara terbuka mengatakan mereka hanya akan membebaskan sandera sebagai imbalan atas gencatan senjata permanen.
Meskipun laporan dalam beberapa hari terakhir mengindikasikan pembicaraan mengenai gencatan senjata jangka pendek untuk membebaskan lebih banyak sandera mungkin sedang berjalan.
Diketahui, serangan gencar Israel telah menyebabkan kehancuran di Gaza dengan setengah dari persediaan perumahan di wilayah pesisir rusak atau hancur.
Selain itu, hampir 2 juta orang mengungsi di daerah kantong padat penduduk tersebut di tengah kekurangan makanan dan air bersih.
Dikutip dari Al Jazeera, Israel mengatakan serangan udara di Gaza, termasuk di kota paling selatan Rafah akan terus berlanjut.
Sebanyak 20.000 warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel sejak 7 Oktober 2023.
Ribuan jenazah diyakini terkubur di bawah reruntuhan.
Dan lebih dari 52.000 orang di Gaza terluka dalam serangan gencar Israel yang menargetkan rumah sakit, rumah, dan sekolah.
Lalu, korban tewas akibat serangan Hamas terhadap Israel mencapai hampir 1.140 orang.
Di sisi lain, kantor hak asasi manusia PBB mengatakan mereka menerima informasi yang meresahkan, yang menuduh pasukan Israel mengeksekusi sedikitnya 11 pria Palestina tak bersenjata di Kota Gaza.
Human Rights Watch mengatakan sebagian besar orang di Gaza menjadi pengungsi dan rentan terhadap bahaya, seiring dengan peringatan kepala WHO tentang kombinasi penyakit dan kelaparan yang mematikan.
Artikel diolah dari Tribunnews.com.