Palestina vs Israel

GETIR 3 Wanita Israel Disandera Hamas, Tuntut Netanyahu Membebaskannya & Stop Perang: 'Kami Muak!'

Editor: Dika Pradana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tiga wanita Israel yang disandera Hamas memberikan ultimatum agar Netanyahu menghentikan perang dan segera membebaskannya

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Tiga wanita Israel yang disandera Hamas memberikan ultimatum terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu agar segera membebaskannya hidup-hidup dan menghentikan perang.

Tiga wanita sandera tersebut mengaku muak pada peperangan yang telah merenggut nyawa banyak teman-temannya.

Pengakuan tersebut tersebar luas di media setelah Sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam pada hari Jumat merilis rekaman tersebut.

Tiga wanita Israel yang disandera Hamas memberikan ultimatum agar Netanyahu menghentikan perang dan segera membebaskannya (Twitter via Tribunnews)

Kini ketiga wanita Israel tersebut masih menjadi sandera pasukan Hamas di Gaza, Palestina.

Dalam video yang berdurasi 5 menit, ketiga wanita sandera Israel mendesak PM Israel, Benjamin Netanyahu untuk menghentikan perang di Gaza agar mereka dapat kembali ke keluarga mereka.

Dari ketiga wanita tersebut, dua di antaranya adalah Daniella Gilboa dan Karina Ariev.

Baca juga: Netanyahu di Ambang Kekalahan, 2 Perwira Kabur, Ribuan Tentara Israel Membangkang, Tolak Ngebom Gaza

Baca juga: NGERI! Israel Pakai Bom Fosfor Serang Lebanon, Apes, Dibalas Hizbullah Pakai Drone, Iron Dome Hancur

Keduanya mengaku merupakan tentara Israel dan berusia 19 tahun, dikutip dari Arab News.

Sementara wanita ketiga bernama Doron Steinbrecher, 30 tahun yang mengaku sebagai penduduk komunitas Israel di dekat peratasan Gaza.

Menurut mereka, Netanyahu dan pemerintah telah mengabaikan masalah pembebasan mereka,.

Diketahui, ketiga sandera tersebut telah ditahan selama lebih dari 107 hari.

Mereka menutut pembebebasan dan meminya keluarga dan teman-teman mereka untuk mengadakan protes terhadap pemerintahan Israel.

Tiga wanita Israel yang disandera Hamas memberikan ultimatum agar Netanyahu menghentikan perang dan segera membebaskannya (Twitter via Tribunnews / NET)

"Hentikan perang, kita sudah muak," kata mereka, dikutip dari Al Mayadeen.

"Anda (pemerintah Israel) membunuh teman-teman saya," jelas mereka.

“Kami ingin pulang sekarang,” kata tiga sandera tersebut.

Baca juga: TERJAWAB Alasan Menlu Retno Marsudi Walk Out saat Dubes Israel Pidato di PBB: Diikuti Negara Lain

Video tersebut dirilis tak lama setelah pengadilan tinggi PBB mengeluarkan keputusan bahwa Israel harus melakukan apa pun untuk mencegah tindakan genosida di Gaza.

Mahkamah Internasional juga menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat terhadap para sandera yang diculik dalam serangan tanggal 7 Oktober.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (Reuters Via India Today)

Menurut laporan Roya News, sekitar 250 orang dari Pendudukan Israel ditawan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober, dengan 132 orang masih di Gaza, dan 25 orang dipastikan tewas.

Sekitar 100 tawanan dibebaskan dalam gencatan senjata pada akhir November, bagian dari perjanjian yang ditengahi oleh Qatar yang juga melibatkan pembebasan tahanan Palestina oleh pendudukan.

Sebagai informasi, Israel telah meluncurkan berbagai serangan di Gaza sejak 7 Oktober 2023.

Hingga saat ini, korban tewas di Gaza telah mencapai 26.083 orang.

Mayoritas korban merupakan anak-anak dan perempuan.

Sementara warga yang mengalami luka-luka akibat serangan Israel mencapai 64.487 orang.

Serangan Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza menjadi pengungsi.

Selain itu, 60 persen infrastruktur di Gaza rusak dan hancur akibat serangan Israel.

SKENARIO Zionis Usir Warga Gaza, Israel Minta Eropa Bikin Pulau di Laut Mediterania demi Palestina

Terungkap sudah skenario zionis Israel mengusir warga di Gaza agar pindah ke pulau buatan Uni Eropa di Laut Mediterania.

Demi memindahkan seluruh warga Gaza dari Tanah Air mereka, Israel meminta Uni Eropa untuk membuatkan pulau baru demi warga Palestina.

Dengan berpindahnya warga Palestina termasuk Gaza ke pulau baru, peperangan bisa segera berakhir.

Warga Palestina memeriksa puing-puing sebuah bangunan setelah terkena serangan udara Israel, di Kota Gaza (AP)

Ketegangan antara kedua negara bisa segera pulih dengan berdirinya Negara Palestina di pulau buatan di Laut Mediterania.

Ide tersebut dianggapnya dapat menumbuhkan perdamaian antara kedua pihak.

Melansir dari media lokal Israel, permintaan tersebut datang seiring meingkatnya tekanan UE ke Tel Aviv agar menurunkan eskalasi dan skala Perang Gaza.

UE merupakan sumber utama bantuan ekonomi kepada Palestina dan memiliki perjanjian kerja sama komprehensif dengan Israel, mencakup zona perdagangan bebas.

Baca juga: GERTAKAN Indonesia Tolak Keras Rencana Israel Hapus Palestina dari Peta, PBB Terdesak: Dipaksa Tegas

Baca juga: GERTAKAN Rusia Dukung Pembentukan Negara Palestina Bikin Israel Ketar-ketir, AS Bereaksi Tegas!

Faktor ini disebutkan digunakan UE untuk mempengaruhi Israel demi menurunkan instensitas serangan di Gaza.

"Sebuah dokumen yang diusulkan oleh Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Josep Borrell, menguraikan serangkaian “langkah prosedural” yang diyakini mampu membawa perdamaian di Gaza," tulis laporan tersebut.

Langkah ini diyakini juga mampu mewujudkan negara Palestina merdeka, menormalisasi hubungan antara Israel dan Dunia Arab.

Kemudian skenario itu bisa menjamin keamanan jangka panjang di kawasan dan berpusat pada "konferensi persiapan perdamaian".

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memimpin rapat kabinet di pangkalan militer Kirya, yang menampung Kementerian Pertahanan Israel, di Tel Aviv pada 24 Desember 2023. () (Ohad Zwigenberg/Getty-AFP/chicagotribune)

Rencana tersebut diharapkan menghadirkan “aktor-aktor kunci”, yaitu Uni Eropa, Amerika Serikat, Mesir, Yordania, Arab Saudi, Liga Arab, dan PBB.

Peserta akan selalu berhubungan dengan pejabat Israel dan Palestina, yang disebut sebagai “pihak yang berkonflik,” namun tidak diharuskan untuk duduk bersama.

Baca juga: Netanyahu di Ambang Kekalahan, 2 Perwira Kabur, Ribuan Tentara Israel Membangkang, Tolak Ngebom Gaza

Gaza dan Tepi Barat akan diwakili Otoritas Palestina (PA) dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan bukan Hamas, yang sudah memerintah Gaza sejak 2007.

Terlepas dari segala skenario, Israel akan tetap berniat mengosongkan Gaza dari penduduknya.

Sehubungan rencana perundingan di atas, para pejabat Israel berusaha meyakinkan UE agar membangun sebuah pulau untuk warga Palestina dan mendirikan negara Palestina di sana.

"Ini merupakan upaya lemah untuk mendeportasi negara (dan penduduk) tersebut," tulis JN dalam laporannya terkait niat Israel.

Presiden AS Joe Biden dan PM Israel Netanyahu soal konflik di Gaza (PEOPLE / Kompasiana)

Kemudian, niat Israel ini menunjukkan kalau solusi dua negara yang digaungkan oleh sekutu abadi mereka, Amerika Serikat (AS) tidak masuk hitungan pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Benjamin Netanyahu secara terbuka menyuarakan penolakannya terhadap kedaulatan Palestina selama masa jabatannya.

Pada Sabtu (20/1/2024), Netanyahu menegaskan, dia tidak akan melepaskan kendali keamanan penuh Israel di bagian barat Sungai Yordan, atau Tepi Barat.

“Saya tidak akan melepaskan kendali keamanan penuh atas sisi barat Sungai Yordan, ini bertentangan dengan pembentukan negara Palestina,” tulis Netanyahu di X.

Netanyahu juga membantah pernyataan dari kantornya kalau dia telah memberi tahu Presiden AS Joe Biden mengenai kemungkinan pembentukan negara Palestina.

Netanyahu mengatakan kepada Biden melalui panggilan telepon bahwa dia tidak menutup kemungkinan terbentuknya negara Palestina dalam bentuk apa pun.

Artikel ini diolah dari Tribunews.com