TRIBUNNEWSMAKER.COM - Beredarnya surat edaran dari pengurus RW 02 di Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat, yang meminta uang Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi sorotan publik dan menimbulkan kegaduhan.
Surat edaran tersebut, yang berstempel resmi pengurus RW 02, mengungkapkan permintaan THR sebesar Rp1 juta kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di kawasan Jalan Laksa, Tambora.
Dalam unggahan akun Instagram @jakbarviral pada Selasa, 11 Maret 2025, dijelaskan bahwa dana yang terkumpul tersebut akan dialokasikan untuk kepengurusan RW serta anggota Linmas di wilayah tersebut.
Permintaan yang tertera dalam surat itu meminta setiap perusahaan untuk memberikan THR dengan batas waktu pengumpulan yang ditetapkan satu minggu sebelum Idul Fitri.
Surat tersebut juga menyertakan tanda tangan pengurus RW beserta kop dan cap resmi.
Sekretaris RW 02, Febri, mengonfirmasi bahwa pihaknya memang mengirimkan surat tersebut kepada sekitar 30 hingga 40 perusahaan yang rutin melakukan aktivitas bongkar muat di wilayah mereka.
"Surat ini ditujukan untuk perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas parkir di wilayah kami, bukan untuk warga," ujarnya saat ditemui di lokasi pada Kamis, 13 Maret 2025.
Meski nominal THR yang tertera adalah Rp1 juta per perusahaan, Febri menjelaskan bahwa jumlah tersebut bukanlah kewajiban.
"Rp1 juta itu hanya sebagai acuan. Toh, kenyataannya ada yang memberi Rp200.000 atau Rp300.000, tetap kami terima," ungkapnya.
Baca juga: Gaji Ketua RT & RW di Lebak Banten Tahun 2025, Sekretaris juga Dapat Insentif Ratusan Ribu Rupiah
Febri juga menambahkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, permintaan THR ini memang rutin dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Hasil dari donasi THR tersebut sebagian besar digunakan untuk kepentingan sosial warga, seperti pembelian sembako yang dibagikan setiap tahun menjelang Lebaran.
"Dana tersebut juga digunakan untuk kebutuhan warga yang membutuhkan, seperti bantuan kematian," jelas Febri.
Permintaan THR ini, menurut Febri, lebih kepada bentuk kompensasi kepada perusahaan atas gangguan yang ditimbulkan oleh aktivitas bongkar muat barang.
"Jalanan kami rusak, warga kesulitan saat ingin memasuki rumah mereka, jadi kami merasa perusahaan-perusahaan ini juga harus memberi kontribusi," terangnya.
Namun, tak lama setelah surat edaran ini beredar, kegaduhan pun muncul di tengah masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Febri meminta maaf dan berharap perusahaan-perusahaan yang merasa keberatan dengan permintaan ini dapat langsung berkomunikasi dengan pengurus RW 02.
Baca juga: Janji Ridwan Kamil Jika Jadi Gubernur, Siapkan Dana Rp 100-200 Juta bagi Tiap RW di Jakarta
"Kami mohon maaf jika ada kesalahpahaman. Jika ada yang merasa tidak setuju, bisa langsung disampaikan," ujarnya.
Sementara itu, pihak kepolisian setempat kini tengah memeriksa pengurus RW terkait dengan kasus ini.
Kapolsek Tambora, Kompol Kukuh Islami, mengonfirmasi bahwa surat edaran telah ditarik dari peredaran, dan sanksi telah diberikan kepada pengurus RW yang bersangkutan.
"Kami telah memanggil pengurus RW tersebut untuk dimintai keterangan, dan kelurahan setempat juga telah memberikan sanksi," kata Kukuh, Jumat (14/3/2025).
Kepolisian juga mengimbau kepada masyarakat agar segera melaporkan jika menemukan surat edaran serupa di masa depan.
"Jika ada yang menemukan surat seperti ini, segera laporkan ke pihak berwenang agar dapat segera ditindaklanjuti," tegas Kukuh.
(Tribunnewsmaker.com/TribunJatim.com)