TRIBUNNEWSMAKER.COM - Priguna Anugerah, seorang dokter residen anestesi di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad), meminta agar informasi pribadi tentang istri dan keluarga pelaku tidak disebarkan di media sosial.
Permohonan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Priguna, Ferdy Rizky Adilya, dalam sebuah konferensi pers terkait kasus ini pada Kamis (10/4/2025).
Ferdy menegaskan agar masyarakat tidak terburu-buru menghakimi pelaku dan menyerukan agar identitas pribadi, baik foto maupun data lainnya, dari istri dan keluarga kliennya tidak disebarluaskan di media sosial.
Ia mengingatkan pentingnya menjaga privasi mereka yang tidak terlibat dalam kasus tersebut.
Baca juga: Disebut Sudah Damai, Korban Cabut Laporan Dokter PPDS yang Merudapaksanya di RSHS, Hukum Tetap Jalan
“Kami minta tolong kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak menghakimi atau menyebarkan identitas pribadi berupa foto dan data lainnya dari istri atau keluarga klien kami di media sosial,” kata Ferdy, seperti yang dilansir Kompas TV.
Ferdy juga menekankan bahwa baik istri maupun keluarga Priguna tidak ada kaitannya dengan masalah yang sedang dihadapi oleh kliennya.
“Mereka tidak bersalah dalam hal ini, dan mereka sama sekali tidak terlibat dalam permasalahan yang dihadapi oleh klien kami,” tambahnya.
Dokter Residen Alami Kelainan Seksual Somnophilia
Ternyata, Priguna Anugerah (31), yang juga merupakan seorang dokter residen, diketahui mengidap kelainan seksual yang disebut Somnophilia, yakni ketertarikan seksual pada orang yang tidak sadar atau pingsan.
Hal ini diungkapkan oleh Kombes Surawan, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar.
Somnophilia sendiri adalah kelainan seksual yang cukup langka, di mana seseorang merasa bergairah secara seksual terhadap individu yang tidak sadar dan tidak bisa memberikan respons.
Detik-detik Rudapaksa
Awalnya, FH diberi informasi oleh Priguna Anugerah, di mana dirinya harus menjalani pengecekan darah.
Pengecekan darah ini disebut Priguna diperlukan untuk mencocokkan golongan darah untuk keperluan transfusi (crossmatch).
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, mengatakan FH pun lanjut dibawa Priguna ke lantai 7 RS.
"Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS."
"Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu," ujarnya dalam konferensi pers di Polda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Bandung, Rabu (9/4/2025).
Baca juga: Dokter PPDS yang Rudapaksa Korban di RSHS Sadar Idap Kelainan Seksual, Perilaku Sehari-hari Terkuak
Pelaku juga berdalih korban harus sendirian dalam proses crossmatch dan tidak ditemani adiknya.
Priguna langsung menyuntik tubuh korban sebanyak 15 kali, dikutip dari TribunJabar.id.
"Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali," katanya.
Pelaku pun menghubungkan jarum itu ke selang infus dan pelaku menyuntikkan cairan bening ke selang infus tersebut.
Usai disuntikkan cairan tersebut, FH pusing dan tak sadarkan diri.
Lantas FH pun siuman, tetapi merasakan sakit di bagian sensitif saat buang air kecil.
Korban juga sempat bercerita kepada ibunya terkait suntikan jarum 15 kali yang dilakukan Priguna.
"Setelah sadar si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru sadar bahwa saat itu pukul 04.00 WIB."
"Korban pun bercerita ke ibunya bahwa pelaku mengambil darah dengan 15 kali percobaan dan memasukkan cairan bening ke dalam selang infus yang membuat korban tak sadar, serta ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu," ujar Hendra.
(TribunNewsmaker/Tribunnews)