Dedi Mulyadi

Tewasnya Abah Kobra di Sumedang Jadi Pemicu, Dedi Mulyadi: Stop Atraksi Ular, Terlalu Banyak Korban

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tewasnya Abah Kobra di Sumedang Jawa Barat jadi pemicu, Dedi Mulyadi: Stop atraksi ular, sudah terlalu banyak korban meninggal dipatuk ular

Tewasnya Abah Kobra di Sumedang Jawa Barat jadi pemicu, Dedi Mulyadi: Stop atraksi ular, sudah terlalu banyak korban meninggal dipatuk ular

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Langit Sumedang mendung, seolah berkabung atas kepergian seorang pawang ular legendaris — Abah Kobra. 

Ia menghembuskan napas terakhir bukan karena usia, bukan karena sakit, tetapi karena gigitan hewan yang selama ini justru ia kendalikan demi hiburan manusia.

Tragedi ini mengguncang banyak pihak — termasuk Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Dalam unggahan emosional yang dirilis melalui media sosialnya pada Jumat (23/5/2025), pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) menyatakan bahwa sudah saatnya Jawa Barat mengambil sikap tegas: atraksi yang mengeksploitasi hewan, terutama ular, akan dilarang.

“Meninggal dunia karena dipatuk ular,” ujar Dedi, merujuk pada nasib tragis Abah Kobra. Suaranya tegas, tapi sorot matanya menyimpan duka. 

Ia tak sekadar menyebut ini sebagai peristiwa — tetapi sebagai puncak dari rentetan tragedi yang tak pernah benar-benar dihentikan.

“Peristiwa pawang dipatuk ularnya sendiri dalam kegiatan atraksi bukan yang pertama.

Sudah terlalu banyak orang yang meninggal,” katanya. “Baik dalam pertunjukan maupun tarian. Ini harus dihentikan.”

Dedi menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan segera mengeluarkan larangan keras terhadap segala bentuk atraksi yang melibatkan ular. Bukan hanya demi keselamatan manusia, tapi juga demi menghentikan siklus penderitaan diam-diam yang dialami para satwa.

“Larangan menggunakan ular sebagai hewan untuk kepentingan pertunjukan, karena sangat berbahaya,” ujar Kang Dedi.

Harapannya sederhana namun mendalam: agar tak ada lagi nyawa yang melayang dalam nama hiburan.

Agar tak ada lagi ular yang direnggut kebebasannya, dijinakkan, dan dipaksa menari di tengah sorak-sorai manusia.

“Semoga ini menjadi yang terakhir. Kita tidak boleh lagi mengeksploitasi ular untuk pertunjukan,” tegasnya.

Respons warganet pun mengalir deras. Ada yang menyanjung, ada pula yang menjeritkan suara hati mewakili alam:

“Bubarkan sirkus hewan! Mereka berhak bebas di alam raya.”

“Ular juga pengen hidup bahagia seperti manusia.”

“Kalau boleh Pak, larang juga memelihara hewan berbisa di lingkungan pemukiman.”

“Seluruh satwa, Pak, jangan ular saja. Karena di balik layar, mereka disiksa. Ini suara hati yang mewakili alam semesta.”

Dan satu komentar yang menjadi penutup paling dramatis dari semua:

“Hidup Pak Dedi Mercury!”

Langkah ini bukan sekadar kebijakan — ini adalah seruan moral dari seorang pemimpin yang tak mau tinggal diam saat nyawa manusia dan makhluk hidup lainnya dipertaruhkan atas nama tontonan.