Studi kasus dalam PPG 2025 ditentukan sistem. LKPD jadi salah satu pilihannya! Pahami 4 poin penting yang wajib ada dalam studi kasus LKPD PPG 2025.
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Bagi Bapak/Ibu Guru yang sedang mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2025, studi kasus seputar Lembar Kerja Peserta Didik atau LKPD bisa menjadi salah satu tantangan dalam Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK) pada Uji Kompetensi Peserta PPG (UKPPPG).
UTBK UKPPPG 2025 sendiri merupakan salah satu tahapan krusial untuk menilai sejauh mana calon guru menguasai kompetensi pedagogik dan profesional sebelum memperoleh sertifikat pendidik.
Sesuai jadwal resmi, pelaksanaan UTBK UKPPPG 2025 tahap 1 untuk Guru Tertentu tahun 2025 digelar pada 29 Juli hingga 3 Agustus. Dalam sesi ini, peserta tidak hanya diminta mengerjakan soal pilihan ganda, tapi juga menyusun studi kasus berdasarkan pengalaman nyata selama mengajar.
Tahun ini, sistem telah menetapkan empat konteks studi kasus yang bisa dipilih secara otomatis—dan salah satunya adalah topik tentang permasalahan dalam penggunaan LKPD. Seperti disampaikan melalui kanal YouTube Pak Guru Wali, idealnya LKPD dirancang untuk membantu siswa memahami materi dan mengasah kemampuan berpikir kritis.
Namun, dalam praktiknya, masih banyak LKPD yang terlalu sarat materi, dominan soal hafalan, dan tidak disesuaikan dengan kemampuan siswa. Hal ini terutama terasa di kelas yang heterogen, di mana sebagian siswa merasa kesulitan karena soal terlalu sulit, sementara lainnya merasa kurang tertantang.
Tak hanya itu, desain LKPD yang monoton—tanpa visual, hanya teks panjang—sering membuat siswa kehilangan minat untuk mengerjakan. Oleh karena itu, penting bagi peserta PPG untuk menyusun studi kasus yang tidak hanya menggambarkan masalah, tapi juga memuat solusi reflektif dan kontekstual.
Dalam penulisannya, peserta diminta menjawab 4 pertanyaan utama dalam batasan 350–600 kata. Persiapan yang matang tentu akan sangat menentukan hasil terbaik.
Empat pertanyaan itu adalah sebagai berikut.
- Situasi yang Anda hadapi pada saat itu, tugas Anda, dan masalah yang harus Anda selesaikan.
- Tindakan yang Anda ambil.
- Bagaimana hasil dari tindakan tersebut.
- Pengalaman berharga apakah yang Anda petik dari masalah tersebut.
Inilah contoh studi kasus PPG 2025 tentang LKPD sebagai referensi untuk guru SD, SMP, SMA yang dirangkum artikel ini dari channel YouTube Pak Guru Wali, Siti Juwariyah,MPd, serta hasil olah AI.
1. Contoh Studi Kasus PPG 2025 tentang LKPD
Jenjang SD (Kelas IV - Muatan Pelajaran IPA)
Situasi, Tugas, dan Masalah:
Pada awal tahun ajaran 2024/2025, sebagai guru kelas IV di SD Tunas Harapan, saya menghadapi tantangan signifikan terkait penggunaan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) untuk muatan pelajaran IPA, khususnya pada materi Siklus Air. LKPD yang digunakan sebelumnya, yang merupakan warisan dari kurikulum terdahulu atau kurang disesuaikan, memiliki beberapa kelemahan fatal.
LKPD tersebut terlalu padat dengan materi berupa teks panjang, banyak soal berjenis hafalan yang meminta definisi atau urutan proses tanpa pemahaman, dan yang paling krusial, tidak menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa yang sangat heterogen di kelas saya.
Beberapa siswa dengan kemampuan kognitif tinggi merasa bosan karena soal terlalu mudah atau repetitif, sementara siswa dengan gaya belajar visual atau kinestetik, atau yang memerlukan bantuan ekstra, merasa sangat kesulitan dan frustrasi karena harus membaca teks panjang dan menjawab soal-soal hafalan yang tidak menarik.
Desain LKPD juga sangat minimalis, hanya berupa lembaran teks hitam putih tanpa ilustrasi menarik atau aktivitas konkret. Akibatnya, tujuan pembelajaran IPA yang seharusnya mendorong eksplorasi, penalaran, dan pemahaman konsep secara mendalam melalui aktivitas praktis, tidak tercapai secara maksimal. Siswa cenderung pasif, hanya menyalin jawaban, dan semangat belajarnya menurun.
Tindakan yang Diambil:
Menyadari bahwa LKPD yang ada justru menghambat proses belajar, saya memutuskan untuk mendesain ulang LKPD dengan fokus pada diferensiasi, visualisasi, dan aktivitas.
- Diferensiasi Konten dan Soal: Saya membuat tiga versi LKPD untuk materi Siklus Air:
- Level A (Dasar): Materi disajikan dengan poin-poin singkat, ilustrasi dominan, dan soal berupa melengkapi gambar, mencocokkan, atau pertanyaan sederhana.
- Level B (Menengah): Materi lebih rinci, ilustrasi tetap ada, dan soal melibatkan analisis gambar, urutan proses, atau pertanyaan esai singkat.
- Level C (Tantangan): Materi lebih kompleks, soal-soal berbasis skenario, dan meminta siswa merumuskan hipotesis atau menjelaskan hubungan sebab-akibat.
- Siswa diberikan kebebasan (dengan bimbingan saya) untuk memilih level yang sesuai dengan diri mereka setelah tes diagnostik kecil.
- Visualisasi dan Gamifikasi: Desain LKPD dibuat lebih menarik dengan banyak ilustrasi berwarna, diagram alur, komik singkat, dan ruang untuk siswa menggambar. Beberapa bagian saya ubah menjadi aktivitas drag-and-drop (jika menggunakan LKPD digital sederhana) atau teka-teki silang.
- Fokus pada Aktivitas dan Eksplorasi: Soal hafalan diminimalisir. Sebaliknya, saya memasukkan instruksi untuk melakukan observasi sederhana (misalnya, mengamati penguapan air di gelas terbuka), berdiskusi dengan teman, atau merangkum materi dengan gaya mereka sendiri.
- Umpan Balik Kualitatif: Penilaian tidak hanya berorientasi pada benar-salah, tetapi juga pada proses, partisipasi, dan usaha siswa. Saya memberikan umpan balik tertulis yang positif dan spesifik di setiap LKPD.
Hasil dari Tindakan Tersebut:
Hasilnya sangat memuaskan. Tingkat keterlibatan dan motivasi siswa meningkat pesat. Siswa yang awalnya pasif menjadi lebih berani mencoba karena soal sesuai dengan kemampuannya.
Siswa yang cepat belajar mendapatkan tantangan baru sehingga tidak bosan. Desain visual yang menarik membuat mereka lebih antusias mengerjakan LKPD.
Kemampuan mereka dalam memahami proses Siklus Air secara konseptual jauh lebih baik daripada sekadar menghafal. Diskusi antar siswa juga semakin hidup karena mereka merasa nyaman dengan tantrikan soal yang bervariasi.
Pengalaman Berharga:
Pengalaman berharga yang saya petik adalah bahwa LKPD bukanlah sekadar tugas tertulis, melainkan alat diferensiasi dan fasilitator aktivitas belajar. Penting bagi seorang guru SD untuk memahami bahwa setiap anak memiliki cara belajar dan kecepatan yang berbeda.
Mendesain LKPD yang mengakomodasi keberagaman ini, serta membuatnya visual dan interaktif, adalah kunci untuk menciptakan pembelajaran yang inklusif dan bermakna. LKPD yang efektif harus menjadi panduan eksplorasi, bukan sekadar lembar jawaban.
2. Contoh Studi Kasus PPG 2025 tentang LKPD
Mata Pelajaran: IPA
Kelas: V SD
Topik: Sistem Peredaran Darah Manusia
Kurikulum: Merdeka
Deskripsikan LKPD yang dibuat sesuai dengan Kondisi Siswa dan Tujuan Pembelajaran
LKPD yang dibuat dirancang interaktif dengan memuat gambar organ jantung dan pembuluh darah berwarna, tabel perbandingan arteri dan vena, serta aktivitas sederhana berupa permainan "alur darah" yang bisa dilakukan berkelompok.
Tujuan pembelajaran adalah agar siswa mampu:
- Mengidentifikasi organ-organ penyusun sistem peredaran darah manusia.
- Menjelaskan fungsi jantung, arteri, vena, dan kapiler.
- Menunjukkan sikap kerja sama dan rasa ingin tahu dalam diskusi kelompok.
LKPD ini disesuaikan dengan kondisi siswa kelas 5 yang masih senang belajar dengan visual menarik, aktivitas sederhana, serta diskusi ringan sehingga tidak merasa terbebani dengan materi yang cukup kompleks.
Bagaimana Merancang LKPD sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kondisi siswa?
Perancangan LKPD dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
- Analisis Kompetensi dan Tujuan: Mengacu pada capaian pembelajaran IPA kelas 5, materi sistem peredaran darah difokuskan pada pengetahuan dasar dan keterampilan berpikir kritis sederhana.
- Menentukan Bentuk Aktivitas: Karena siswa kelas 5 cenderung suka belajar sambil bermain, maka digunakan model problem-based learning, misalnya menanyakan "Mengapa tubuh kita tetap hidup meski jantung berdetak tanpa kita sadari?".
- Penggunaan Media Visual: LKPD dilengkapi ilustrasi jantung dan skema alur darah yang berwarna agar mudah dipahami.
- Kolaborasi: Soal dan aktivitas disusun dalam bentuk kelompok kecil untuk melatih kerja sama.
- Bahasa yang Sederhana: Instruksi ditulis singkat dan jelas agar tidak membingungkan siswa.
- Evaluasi Diri: Disertakan kolom refleksi singkat, seperti "Apa hal baru yang kamu pelajari hari ini?".
Bagaimana Respons Peserta Didik dengan LKPD yang dibuat?
Respons peserta didik umumnya positif. Mereka terlihat antusias ketika melihat gambar berwarna dan merasa senang saat mencoba aktivitas "alur darah" dengan menggambar panah pada skema tubuh manusia.
Siswa yang biasanya pasif mulai ikut berdiskusi karena merasa materi lebih mudah dipahami. Namun, ada beberapa siswa yang masih kesulitan membaca istilah ilmiah seperti arteri dan vena, sehingga guru perlu menjelaskan ulang dengan contoh nyata.
Apa pengalaman berharga yang dipetik?
Pengalaman berharga yang didapat adalah bahwa LKPD yang menarik, interaktif, dan sesuai kondisi siswa mampu meningkatkan partisipasi serta pemahaman mereka. Guru belajar bahwa meskipun materi IPA cukup abstrak dengan desain LKPD yang kreatif, siswa dapat memahami konsep dengan lebih mudah.
Selain itu, penting bagi guru untuk memberikan pendampingan ekstra bagi siswa yang memiliki kesulitan membaca atau memahami istilah ilmiah. Hal ini menegaskan bahwa diferensiasi pembelajaran dalam LKPD sangat dibutuhkan agar semua siswa memperoleh kesempatan belajar yang sama.
4. Contoh Studi Kasus PPG 2025 tentang LKPD
Jenjang SMA
Kelas X
Mata Pelajaran Matematika
Situasi, Tugas, dan Masalah:
Pada tahun ajaran 2024/2025, sebagai guru Matematika kelas X di SMA Unggul, saya mengamati masalah serius pada penggunaan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) untuk materi Fungsi Kuadrat. LKPD yang tersedia di sekolah, meskipun sudah terstruktur, ternyata terlalu padat dengan rumus-rumus dan soal-soal latihan berulang yang menuntut hafalan dan perhitungan mekanis.
Selain itu, soal-soal tidak bervariasi tingkat kesulitannya; sebagian besar bersifat standar tanpa ada soal yang menantang siswa dengan kemampuan di atas rata-rata atau soal aplikasi kontekstual. Desain LKPD juga sangat minimalis, hanya berupa teks hitam-putih tanpa grafis atau visualisasi yang membantu pemahaman konsep fungsi.
Akibatnya, siswa menjadi cepat bosan, kurang bersemangat dalam menyelesaikan LKPD, dan yang paling parah, mereka hanya terampil menghitung tanpa memahami konsep dasar dan aplikasi fungsi kuadrat dalam kehidupan nyata. Siswa dengan kemampuan kurang kesulitan memahami instruksi dan soal, sementara siswa unggul merasa LKPD tidak menantang dan kurang relevan.
Tindakan yang Diambil:
Melihat bahwa LKPD yang ada tidak optimal, saya memutuskan untuk merancang ulang LKPD agar lebih menantang, kontekstual, dan bervariasi.
- Diferensiasi Soal Berjenjang: Saya menyusun soal-soal dalam LKPD menjadi tiga tingkatan:
- Level 1 (Dasar): Memfokuskan pada pemahaman konsep awal dan penerapan rumus dasar.
- Level 2 (Aplikasi): Melibatkan soal-soal cerita sederhana yang mengaplikasikan fungsi kuadrat dalam konteks realistis.
- Level 3 (Analisis/Kreasi - HOTS): Berisi soal-soal pemecahan masalah kompleks, perancangan fungsi kuadrat untuk kondisi tertentu, atau analisis grafik secara mendalam.
- Siswa diberikan kebebasan memilih level soal yang ingin mereka selesaikan, dengan target minimum menyelesaikan Level 1 dan 2.
- Visualisasi Konsep dan Kontekstualisasi: Saya menyisipkan banyak grafik fungsi kuadrat, gambar fenomena terkait (misalnya lintasan bola, desain parabola), dan contoh-contoh aplikasi fungsi kuadrat dalam ilmu fisika atau ekonomi. Setiap bagian LKPD dimulai dengan ilustrasi atau pertanyaan pemantik berbasis masalah nyata.
- Integrasi Alat Bantu Digital: Saya mendorong siswa menggunakan aplikasi graphing calculator (seperti Desmos atau GeoGebra) untuk memvisualisasikan grafik fungsi kuadrat dan memahami perubahan kurva. LKPD menyertakan instruksi eksplisit untuk menggunakan alat ini.
- Kolaborasi dan Diskusi Terpandu: Pengerjaan LKPD dilakukan secara berkelompok. Saya mendesain beberapa soal yang memerlukan diskusi dan kesepakatan kelompok untuk mencapai solusi. Saya berperan sebagai fasilitator, membimbing diskusi dan memberikan clue tanpa langsung memberi jawaban.
- Refleksi Diri: Di akhir setiap LKPD, saya menyertakan bagian "Refleksi Diriku" di mana siswa menuliskan apa yang mereka pelajari, kesulitan yang dihadapi, dan bagaimana mereka mengatasi kesulitan tersebut.
Hasil dari Tindakan Tersebut:
Hasilnya sangat positif. Minat siswa terhadap Matematika, khususnya fungsi kuadrat, meningkat signifikan. Mereka tidak lagi terpaku pada hafalan rumus, melainkan mulai memahami konsep di balik rumus tersebut.
Siswa yang sebelumnya kesulitan merasa terbantu dengan soal berjenjang dan visualisasi. Siswa yang unggul mendapatkan tantangan yang memadai, sehingga mereka tidak bosan dan justru termotivasi untuk mendalami lebih lanjut. Kemampuan mereka dalam menganalisis soal, memecahkan masalah kontekstual, dan membuat grafik fungsi kuadrat menjadi jauh lebih baik.
Pengalaman Berharga:
Pengalaman berharga yang saya petik adalah bahwa LKPD yang efektif di jenjang SMA harus dirancang untuk mendorong pemahaman konseptual dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, bukan sekadar melatih hafalan dan perhitungan. Diferensiasi konten dan soal adalah kunci untuk mengakomodasi heterogenitas kemampuan siswa.
Mengintegrasikan visualisasi dan aplikasi dunia nyata dalam LKPD sangat membantu siswa memahami relevansi matematika. LKPD yang menantang dan relevan akan mengubah pandangan siswa dari "Matematika itu sulit dan membosankan" menjadi "Matematika itu menarik dan bermanfaat".
4. Contoh Studi Kasus PPG 2025 tentang LKPD
Situasi, Tugas, dan Masalah:
Saya adalah guru IPS di kelas 8 yang mengampu materi tentang aktivitas ekonomi masyarakat. Dalam merancang LKPD, saya menggunakan pendekatan konvensional berupa rangkuman materi dan soal pilihan ganda.
Namun, hasil belajar siswa tidak memuaskan. Banyak siswa yang mengeluh bahwa LKPD terlalu membosankan, berisi hafalan, dan tidak berkaitan dengan kehidupan mereka.
LKPD tersebut tidak menyertakan ilustrasi, tabel, atau gambar, sehingga tidak menarik secara visual. Beberapa siswa mengalami kesulitan memahami istilah dalam soal, sementara yang lain merasa tugas terlalu mudah. Kelas menjadi pasif, diskusi tidak berjalan efektif, dan hasil kerja siswa menunjukkan rendahnya pemahaman konsep.*
Tindakan yang Diambil:
Saya melakukan revisi dengan pendekatan inkuiri. LKPD saya ubah menjadi panduan eksploratif, berisi stimulus berupa artikel berita lokal tentang ekonomi daerah.
Saya menyisipkan infografis, studi kasus, dan pertanyaan terbuka yang memancing analisis, seperti: “Apa dampak sosial ekonomi jika pasar tradisional digantikan oleh pasar modern di lingkunganmu?”.
Saya juga mengajak siswa melakukan survei kecil di rumah atau lingkungan sekitar terkait jenis pekerjaan masyarakat. Saya memberikan ruang refleksi dan kegiatan kolaboratif berupa diskusi kelompok dan presentasi.
Hasil Tindakan:
Revisi LKPD tersebut membuahkan hasil positif. Siswa menjadi lebih aktif, menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi, dan mampu mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari. Suasana kelas berubah menjadi lebih hidup dan komunikatif.
Nilai tugas meningkat, dan siswa mampu menjelaskan konsep ekonomi dengan bahasa mereka sendiri. LKPD yang awalnya hanya sebagai latihan soal, kini menjadi alat pengembangan berpikir kritis dan kolaboratif.
Pengalaman Berharga:
Saya belajar bahwa LKPD yang kontekstual dan berbasis pengalaman nyata siswa jauh lebih efektif dalam meningkatkan keterlibatan dan pemahaman.
Guru perlu merancang LKPD tidak hanya untuk memenuhi administrasi, tetapi untuk membangun pengalaman belajar yang reflektif dan bermakna. Visual, bahasa yang sederhana, dan aktivitas aktif menjadi kunci keberhasilan pembelajaran di kelas SMP.
5. Contoh Studi Kasus PPG 2025 tentang LKPD
Situasi, Tugas, dan Masalah:
Sebagai guru Bahasa Indonesia di kelas X SMA Merdeka, saya memiliki ekspektasi bahwa Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dapat menjadi alat bantu yang efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap teks eksposisi dan kemampuan menulis argumentatif.
Namun dalam praktiknya, harapan itu jauh dari kenyataan. Saat materi "Menyusun Teks Eksposisi" disampaikan melalui LKPD, banyak siswa tampak kurang antusias. LKPD yang saya gunakan saat itu terlalu padat, penuh teori dan definisi, serta berisi soal-soal hafalan seperti menyebutkan struktur teks atau ciri-ciri kebahasaan.
LKPD tersebut tidak memberikan ruang eksplorasi atau latihan menulis yang bermakna. Hasilnya, siswa hanya menyalin dari teman atau menjawab asal-asalan.
Tingkat penyelesaian LKPD sangat rendah, sekitar 40 persen dari total 32 siswa. Rata-rata nilai ulangan harian pun stagnan di angka 66. Siswa juga kesulitan mengaitkan pembelajaran dengan isu-isu nyata yang relevan dengan kehidupan mereka.
Tindakan yang Diambil:
Untuk menjembatani kesenjangan tersebut, saya merevisi LKPD secara menyeluruh dengan pendekatan berbasis konteks dan praktik. Pertama, saya mengevaluasi kelemahan LKPD sebelumnya dan menyusun LKPD baru dengan format interaktif dan visual menarik. LKPD baru berisi:
- stimulus berupa kutipan artikel opini dari media digital yang relevan dengan isu remaja
- aktivitas mengidentifikasi struktur teks dari artikel tersebut
- latihan menulis paragraf argumentatif berdasarkan topik yang dekat dengan siswa, seperti penggunaan gadget, bullying, atau budaya membaca.
Saya juga menambahkan kolom diskusi kelompok serta QR code ke video singkat tentang teknik menulis opini. Selain itu, saya memulai sesi pengerjaan LKPD dengan pengantar yang mengaitkan materi dengan realitas kehidupan siswa dan memberikan contoh penulisan langsung di papan.
Hasil Tindakan:
Perubahan yang dilakukan membuahkan hasil positif. Siswa menjadi lebih terlibat secara aktif, berdiskusi, dan menunjukkan minat untuk menulis. Banyak siswa yang mulai mampu mengembangkan gagasan dengan sudut pandang kritis dan logis.
LKPD kini lebih sering diselesaikan tepat waktu, dengan peningkatan tingkat penyelesaian menjadi 85 persen. Rata-rata nilai ulangan harian meningkat menjadi 78.
Bahkan beberapa siswa meminta waktu tambahan untuk memperbaiki tulisan mereka agar bisa lebih baik. Suasana kelas lebih hidup, dan keterampilan menulis mereka meningkat secara nyata.
Pengalaman Berharga:
Saya belajar bahwa LKPD tidak bisa hanya memuat teori dan soal hafalan, apalagi untuk keterampilan produktif seperti menulis. LKPD yang baik harus memfasilitasi eksplorasi ide, memberi ruang refleksi, dan dikaitkan dengan dunia nyata siswa.
Dengan mengubah pendekatan menjadi lebih kontekstual, interaktif, dan partisipatif, saya dapat mengubah LKPD dari sekadar lembar tugas menjadi media pembelajaran aktif yang bermakna.
*) Disclaimer:
- Contoh studi kasus PPG 2025 tentang LKPD dalam artikel ini hanya sebagai referensi bagi guru yang mengikuti bagi Guru Tertentu dalam UKPPPG 2025.
- Beberapa studi kasus PPG 2025 merupakan hasil olah AI, sehingga bapak/ibu guru perlu melakukan modifikasi.
(TribunNewsMaker.com/Muthiara 'Arsy/Tribunnews.com/Sri Juliati)