TRIBUNNEWSMAKER.COM - Pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, tepatnya Minggu, 17 Agustus 2025, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Salemba, Jakarta, memberikan remisi kepada sembilan narapidana.
Remisi sendiri adalah pengurangan masa hukuman yang diberikan kepada narapidana dan anak binaan yang memenuhi kriteria tertentu.
Menariknya, para narapidana yang mendapat remisi kali ini berasal dari berbagai kasus, mulai dari korupsi, penganiayaan, hingga pembunuhan.
Di antara mereka ada nama-nama yang cukup dikenal publik, seperti John Kei, Gregorius Ronald Tannur, Shane Lukas, dan Ahmad Fathanah.
John Kei, misalnya, divonis bersalah dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nus Kei di Tangerang, serta perusakan rumah di Cipondoh pada tahun 2020.
Baca juga: Kabar Ronald Tannur, Aniaya Pacar hingga Tewas di Jatim, Kini Dapat Remisi, Belum Setahun Dipenjara
Sementara itu, Gregorius Ronald Tannur merupakan terpidana kasus penganiayaan berat yang berujung kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti, di Surabaya pada Oktober 2023. Ronald dijatuhi vonis lima tahun dan mulai menjalani hukuman sejak Oktober 2024.
Kepala Lapas Salemba, Mohamad Fadil, mengungkapkan bahwa total ada 1.555 narapidana yang menerima remisi di lapas tersebut.
Namun, menurut Fadil, remisi bukan sekadar hadiah, melainkan bentuk penghargaan dari negara atas perilaku baik dan partisipasi aktif dalam program pembinaan selama masa tahanan.
“Data narapidana menarik perhatian publik yang mendapatkan remisi antara lain Ahmad Fathanah, Edward Seky Soeryadjaya, Ervan Fajar Mandala, Gregorius Ronald Tannur, John Repra alias John Kei, M.B Gunawan, Ofan Sofwan, Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan, Windu Aji Sutanto,” ujar Fadil dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/8/2025).
Besaran remisi yang diterima para narapidana ini mencapai 90 hari atau setara dengan tiga bulan.
Pemberian remisi didasarkan pada beberapa pertimbangan utama, seperti perilaku baik selama masa hukuman, keaktifan mengikuti program pembinaan, serta penurunan potensi risiko selama pembinaan.
Secara umum, remisi ini merupakan bagian dari program remisi umum yang rutin diberikan pemerintah setiap tanggal 17 Agustus kepada narapidana yang memenuhi syarat administratif dan substantif.
Profil Singkat 9 Narapidana yang Mendapat Remisi
- Ahmad Fathanah
Nama Ahmad Fathanah mencuat karena kasus korupsi kuota impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang pada 2013.
Sebagai seorang pengusaha, Fathanah terbukti menerima suap saat menjabat sebagai orang dekat Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kala itu, Luthfi Hasan Ishaaq.
Ia dihukum 16 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, setelah Mahkamah Agung menolak kasasinya, serta diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar atau menggantinya dengan enam bulan kurungan.
Fathanah terbukti menerima uang sebesar Rp 1,3 miliar dari Direktur PT Indoguna Utama terkait kepengurusan kuota impor daging sapi.
Selain itu, ia juga terbukti melakukan transaksi senilai Rp 38,709 miliar antara Januari 2011 hingga 2013 menggunakan dua rekening bank miliknya.
Meski demikian, ia tidak terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
2. Edward Seky Soeryadjaya
Edward Soeryadjaya merupakan terpidana kasus korupsi di PT Asabri dan dana pensiun Pertamina.
Saat ini, ia tengah menjalani hukuman selama 17 tahun 9 bulan penjara.
Edward adalah Direktur Ortus Holding Ltd, pemegang saham mayoritas PT Sugih Energy Tbk (SUGI).
Dalam kasus korupsi pengelolaan dana pensiun PT Pertamina yang merugikan negara Rp 612 miliar, Edward divonis 15 tahun penjara.
Selanjutnya, pada 9 Maret 2023, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman tambahan 2 tahun 9 bulan penjara dan denda Rp 300 juta terkait kasus korupsi PT Asabri. Jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan dua bulan kurungan.
Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 32,7 miliar.
Jika tidak membayar dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita dan dilelang.
Jika tidak ada harta mencukupi, maka diganti pidana penjara satu tahun.
Edward sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK), tetapi Mahkamah Agung menolaknya.
Putusan PK tersebut diketok oleh Ketua Majelis Hakim Agung Suharto pada 16 Januari 2025.
3. Ervan Fajar Mandala
Ervan Fajar Mandala adalah narapidana kasus tindak pidana korupsi dan pencucian uang di PT Askrindo Jakarta.
Ia sempat menjadi buronan sejak 2013. Namun pelarian Ervan Fajar Mandala terhenti di Bintaro Menteng, Tangerang, Banten pada Minggu (7/2/2021).
Ervan ditangkap oleh Tim gabungan Kejaksaan RI dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya untuk kembali menjalani masa tahanan.
Saat itu, Ervan menjabat sebagai Direktur Utama PT RAM. Ia bertindak sebagai manager investasi dengan bersama-sama beberapa pejabat PT Askrindo (Persero) melakukan bisnis investasi.
Perseroan sengaja menempatkan dana sekitar Rp439 miliar setidaknya kepada 6 perusahaan investasi termasuk di PT RAM milik terpidana.
Ternyata, hal itu bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Penyimpangan dalam kegiatan investasi itu terungkap setelah adanya hasil temuan Bapepam-LK 2011 yang menyatakan adanya penempatan dana investasi di beberapa perusahaan yang dikelola oleh manager investasi yang tidak sesuai ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh PT Askrindo.
Berdasarkan putusan MA nomor : 1621 K/Pidsus/2013 tanggal 8 Oktober 2013, Ervan Fajar Mandala dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang.
Ia dijerat pasal 2 Ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 KUHP dan Pasal 6 UU 15 tahun 2003 tentang TPPU jo UU No 25 tahun 2002 tentang TPPU jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 KUHP.
Ia dijatuhi pidana penjara selama 15 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar, subsidair 6 bulan.
Selain dijatuhi pidana pokok, Ervan dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp796.387.077.
Baca juga: MISTERI Mengapa Putri Candrawathi Dapat Remisi Natal 1 Bulan, Kuat Maruf dan Ferdy Sambo Tidak?
4. Gregorius Ronald Tannur
Gregorius Ronald Tannur merupakan anak Edward Tannur, eks anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi IV Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dari Nusa Tenggara Timur (NTT) periode 2019-2024.
Ronald Tannur adalah terpidana kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti, di Surabaya pada Oktober 2023.
Atas kasus penganiayaan berat tersebut, Ronald Tannur sempat divonis bebas.
Namun, pada 22 Oktober 2024, Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis bebas tersebut dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur atas pelanggaran Pasal 351 ayat (3) KUHP.
Lima hari kemudian, tepatnya pada 27 Oktober 2024, Ronald Tannur ditangkap lagi oleh Kejati Jatim dan Kejari Surabaya. Penangkapan ini merupakan eksekusi oleh jaksa atas putusan kasasi MA.
Belum genap setahun ditahan, kini Ronald Tannur mendapat remisi dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia (RI).
5. John Repra alias John Kei
John Refra Kei adalah seorang narapidana yang berasal dari Maluku. Ia lahir pada 10 September 1969. Artinya, tahun ini ia berusia 56 tahun.
John Kei sempat disandingkan mafia di Italia dan diberikan gelar 'Godfather of Jakarta' karena bisnisnya.
Ia disebut memiliki bisnis jasa pengamanan, jasa penagihan, jasa konsultan hukum, dan pemilik sasana tinju Putra Kei.
Namun kehidupan John Kei tidak bisa lepas dari catatan kriminal. Ia beberapa kali harus berurusan dengan hukum.
Kasus terbaru yang membuatnya harus kembali merasakan dinginnya jeruji besi adalah kasus pembunuhan berencana terhadap Nus Kei di Tangerang dan perusakan rumah di Cipondoh pada tahun 2020.
Kasus tersebut dipicu konflik internal keluarga terkait pembagian uang hasil penjualan tanah.
Padahal, ia baru saja dinyatakan bebas bersyarat dari Lapas Nusakambangan pada 26 Desember 2019.
John ditangkap atas terbunuhnya Yustus Corwing alis Erwin, salah seorang anak buah kerabatnya, Nus Kei di Duri Kosambi Jakarta Barat, 20 Juni 2020.
Di hari yang sama, anak buah John juga melakukan perusakan rumah Nus Kei di Green Lake City, Tangerang. John ditangkap bersama 30 orang anak buahnya.
John Kei lantas diadili dan divonis penjara selama 15 tahun oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis (20/5/2021).
Ia terbukti melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokkan yang menyebabkan korban meninggal dunia.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 15 tahun," kata Yulisar, hakim di PN Jakarta Barat, saat membacarakan putusan, Kamis.
6. M.B Gunawan
Mantan Direktur PT Stanindo Inti Perkasa, perusahaan smelter swasta, M.B. Gunawan divonis 5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung (Babel).
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rianto Adam Pontoh, menyatakan Gunawan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama terdakwa Harvey Moeis dan kawan-kawan.
“Menyatakan Terdakwa M.B. Gunawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu primair,” kata hakim Pontoh di ruang sidang, Senin (30/12/2024, dilansir BangkaPos.com.
Perbuatannya terlibat dalam kerja sama sewa smelter dengan PT Timah Tbk dan jual beli bijih timah dinilai melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Gunawan dihukum 5 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta. Namun, bila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Gunawan dihukum 8 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Jaksa menilai Gunawan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi bersama-sama Harvey Moeis, eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan kawan-kawan.
7. Ofan Sofwan
Ofan Sofwan pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Lawu Agung Mining. Ia ditahan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara atas dugaan kasus korupsi pertambangan.
Ofan Sofwan ditahan penyidik Kejati Sultra dugaan korupsi penjualan ore nikel menggunakan dokumen terbang di wilayah IUP PT Antam Blok Mandiodo Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Dikutip dari TribunnewsSultra.com, Ofan ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat dalam kerja sama penjualan ore nikel menggunakan dokumen terbang di Konut.
Kejati Sultra menangkap Ofan Sofwan dan menahannya di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung di Jakarta setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Kemudian, Penyidik Kejati Sultra memindahkan penahanan Ofan ke Rutan Kendari pada Kamis (20/7/2023) kemarin.
8. Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan
Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan merupakan warga Kelurahan Srengseng, Jakarta Barat.
Shane Lukas adalah teman Mario Dandy Satriyo (20). Keduanya terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap D (17), anak petinggi GP Ansor di Kompleks Grand Permata, Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada 20 Februari 2023.
Shane memang tidak melakukan pemukulan, namun keberadaannya di lokasi serta aksinya merekam kejadian membuatnya turut terseret dalam proses hukum.
Atas tindakannya ini, Majelis hakim PN Jakarta Selatan kala itu yang diketuai Alimin Ribut Sujono akhirnya menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap Shane pada 7 September 2023.
9. Windu Aji Sutanto
Windu Aji Sutanto (WAS) dikenal sebagai bos perusahaan tambang di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sultra.
Ia berasal dari Desa Wangandalem, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.
Windu Aji merupakan Owner PT Lawu Agung Mining atau PT LAM yang terjerat kasus kasus tindak pidana korupsi penambangan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan atau IUP PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara.
Atas kasusnya, Windu Aji Sutanto divonis 8 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsidair 2 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 135.835.895.026 (Rp 135 miliar).
(TribunNewsmaker/Tribunnews)