Kisah Tragis Henk Ngantung, Gubernur DKI Etnis Tionghoa Pertama yang Menderita karena Dicap PKI
Sosok Henk Ngantung Gubernur DKI Etnis Tionghoa pertama jadi sasaran tembak rezim otoritarian Orde Baru karena dicap PKI.
Editor: Desi Kris
Cap PKI merontokkan karier Henk.
Istri Henk, Hetty Evelyn Ngantung Mamesah, mengenang betapa karier suaminya mendadak punah medio 1965, era saat rezim Orde Baru membantai ratusan ribu hingga jutaan orang yang dituduh komunis.
“Pagi-pagi di depan rumah kami di Tanah Abang II banyak RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) sedang mengepung tangsi Tjakrabirawa.
Kami tidak tahu apa yang terjadi.
Kehidupan kami selanjutnya menjadi susah hingga harus jual rumah,” kata Evelyn dalam berita harian Kompas pada 9 Juni 2006.
Tragedi yang menimpa kehidupan Henk dan istri bermula pada sekitar Gerakan 30 September (G30S) 1965.
Peristiwa itu juga yang memaksa Henk dan Evelyn melego rumah mereka di kawasan cukup elite, Jalan Tanah Abang II, Jakarta.
“Kami jual rumah itu karena tidak punya uang lagi.
Kan sejak Pak Henk dicopot sebagai gubernur tahun 1965, Pak Henk tidak diberi pensiun.
Sampai akhirnya tahun 1980, baru diberi uang pensiun oleh pemerintah,” ujar Evelyn (harian Kompas edisi 14 Oktober 2012).
Uang hasil penjualan rumah di Jalan Tanah Abang II itu digunakan untuk membeli rumah di permukiman padat penduduk di pinggir Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, seharga Rp 5,5 juta.
Selepas Henk tutup usia

Hetty Evelyn Ngantung Mamesah, memegang foto mantan Gubernur DKI Jakarta, Henk Ngantung. Evelyn meninggal pada usia 75 tahun, Rabu (3/9/2014) malam.
Sejak 12 Desember 1991, Evelyn tetap tinggal di rumah mereka di gang sempit Jalan Dewi Sartika.
Henk telah tutup usia saat itu.
Istri mantan gubernur Jakarta itu mesti tidur di kolong atap rumah yang hampir seluruhnya bocor.