Bakal Pimpin Salah Satu BUMN, Ahok Didera Polemik dari Mantan Napi hingga Kader Parpol
Berikut deretan polemik Ahok saat dirinya diisukan bakal pimpin salah satu BUMN, dari mantan napi hingga kader partai politik.
Editor: Desi Kris
Berikut deretan polemik Ahok saat dirinya diisukan bakal pimpin salah satu BUMN, dari mantan napi hingga kader partai politik.
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Rencana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi pimpinan salah satu BUMN kurang mulus di mata publik.
Dua topik polemik muncul di tengah masyarakat mendera Ahok yang sebentar lagi mendapat jabatan baru.
Pertama, soal status Ahok sebagai mantan narapidana.
Kedua, keanggotaannya di PDI Perjuangan.
• Bakal Pimpin Salah Satu BUMN, Segini Kisaran Gaji Ahok Jika Jadi Direktur, Kalahkan Presiden Jokowi?
Menteri BUMN Erick Thohir, perekrut Ahok, menegaskan, dirinya tidak mempersoalkan status Ahok sebagai mantan narapidana.

"Ya, kan sudah ada ahli-ahlinya," kata Erick Thohir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Saat ditanya apakah itu artinya perekrutan Ahok tidak melanggar aturan, Erick Thohir enggan menjawab.
Mengenai persoalan hukum, Erick menyerahkan kepada ahli hukum.
"Tanya ke ahlinya saja.
Kan kalau kita kan korporasi, kami percaya good corporate governance dan beliau (Ahok) punya kontribusi," ucap Erick.
Namun, mengenai status keanggotaan Ahok di partai politik, Erick dengan tegas menyatakan Ahok harus mengundurkan diri terlebih dahulu agar bisa memimpin BUMN.
Berikut penelusuran Kompas.com terhadap dasar aturan tentang pengangkatan pimpinan BUMN:
Status Mantan Terpidana Ahok
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 45 ayat (1), rupanya tidak ada persoalan terkait status mantan narapidana yang menjadi bos atau pimpinan di BUMN.
Berikut bunyi pasal tersebut:
"Yang dapat diangkat sebagai anggota direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara".
Dari pasal tersebut, dapat diketahui bahwa yang dilarang menjabat sebagai calon direksi BUMN ialah seseorang yang pernah melakukan tindak pidana yang merugikan negara.
Ahok sendiri pernah dihukum secara sah dan meyakinkan telah berbuat melanggar hukum.
Namun, penodaan agama yang diputuskan di pengadilan pada Ahok bukanlah tindakan merugikan keuangan negara.
• Tanggapan Jokowi Soal Ahok Bakal Jadi Bos BUMN, Sebut BTP Bisa Jabat Komisaris atau Direksi!
Status Keanggotaan Ahok di PDI-P
Sementara, mengenai status Ahok sebagai kader PDI Perjuangan, terjawab pada Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-03/MBU/2015 tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi BUMN.
Di dalam Permen itu, tidak diatur kewajiban kader partai untuk mundur dari partai politiknya bila dicalonkan sebagai direksi BUMN.
Aturan itu termuat pada bagian Lampiran Bab II tentang Persyaratan Anggota Direksi BUMN.
Setidaknya, ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi calon direksi, yaitu persyaratan formal, persyaratan material, dan persyaratan lain.
Dalam poin pertama persyaratan lain, dijelaskan bahwa syarat calon direksi BUMN, yaitu bukan pengurus partai politik dan atau calon anggota legislatif dan/atau anggota legislatif.
Calon anggota atau anggota legislatif terdiri atas calon/anggota DPR, DPD, DPRD tingkat I dan II.
Seperti diketahui, sejak bergabung dengan PDI Perjuangan tanggal 8 Februari 2019, Ahok hingga saat berstatus kader partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu.
Ahok belum mengemban posisi apa pun dalam struktur partai.
Artinya, status Ahok bukan pengurus partai politik melainkan kader partai biasa.
• Perjalanan Karir Ahok, dari Kontraktor ke BUMN, Sempat Jadi Napi, Ini yang Buat Sosoknya Dicintai
Harus Mundur
Meski demikian, Menteri Erick berketetapan, Ahok harus mundur dari keanggotaan partai politik.
Menurut dia, itu sudah menjadi komitmen dirinya sebagai pembantu presiden.
"Kan dari jubir (presiden) kemarin sudah bicara.
Semua yang terlibat di BUMN, apakah komisaris dan direksi harus bebas.
Kalau memang orang partai harus mengundurkan diri," kata Erick di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (14/11/2019).
"Staf khusus BUMN juga sudah melakukan itu," lanjut dia.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio juga sependapat dengan Erick Thohir.
Meskipun Permen hanya memerintahkan direksi BUMN tidak boleh menjabat pengurus parpol, bukan kader, Ahok semestinya tetap harus meninggalkan kartu anggota PDI-P.
Status Ahok sebagai anggota partai politik itu dikhawatirkan berdampak pada munculnya konflik kepentingan tertentu apabila menjabat sebagai pimpinan BUMN.
"Sudah diatur kan tidak boleh.
Kalau dia parpol, dia cari uangnya dari BUMN," kata Agus kepada Kompas.com, Kamis (14/11/2019).
• Salah saat Bandingkan Sistem Anggaran Ahok & Anies Baswedan, M Qodari Langsung Disemprot Karni Ilyas
Meskipun terdapat celah hukum dalam hal ini, Agus berpendapat, pemerintah harus bersikap tegas terhadap komitmen membangun birokrasi yang profesional.
Pemerintah melakukan langkah mundur apabila tetap menjadikan Ahok sebagai petinggi BUMN dan tetap memperbolehkannya sebagai bagian dari parpol.
"Sekarang kita mau balik ke zaman sebelum reformasi apa enggak? Kok sama saja seperti tentara.
Undang-undang tidak bisa ditawar," lanjut dia. (Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Ahok Didera Polemik, dari Mantan Napi hingga Kader Parpol...