Ramai Soal Natuna, Mahfud MD Tolak Jalur Diplomasi & Sebut Tak Akan Perang Lawan Cina, Ini Alasannya
Mahfud MD menanggapi soal insiden kapal-kapal asal Tiongkok yang masuk wilayah perairan Natuna Utara. Sebut tak akan perang lawan Cina.
Editor: Listusista Anggeng Rasmi
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi soal insiden kapal-kapal asal Tiongkok yang masuk wilayah perairan Natuna Utara.
Tak hanya kapal-kapal nelayan, kapal penjaga pantai atau coast guard negara itu juga terang-terangan masuk dan mengawal penangkapan ikan secara ilegal.
Bahkan pemerintahan Beijing mengklaim kalau kapal nelayan dan coast guard tidak melanggar kedaulatan Indonesia.
Mengenai hal itu, Mahfud MD mengatakan bahwa Indonesia tidak akan berperang melawan Cina.
• Soal Kapal Asing Masuk Perairan Natuna, Susi Pudjiastuti: Negara Tak Boleh Lindungi Pencurian Ikan
Selain itu, Mahfud MD juga menegaskan tak ada negoisasi dengan kapal-kapal ikan dan kapal coast guard Cina di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Hal itu lantaran wilayah Natuna Utara merupakan wilayah Indonesia.
Sehingga sudah pasti kapal-kapal ikan Cina yang harus keluar dari wilayah perairan Natuna.

Mahfud MD menegaskan tak akan berperang, namun mempertahankan kedaulatan.
Ia juga membeberkan alasan kenapa tidak melakukan negoisasi.
Menurutnya, jika melakukan negoisasi, itu sama saja mengakui milik bersama.
"Tidak berperang kita. Kita mempertahankan kedaulatan. Tugas Kemenko Polhukam mengamankan itu."
"Jadi tidak ada perang, tetapi tidak ada nego."
"Karena kalau menego berarti kita mengakui itu milik bersama," ucap Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Meski demikian, Mahfud MD menyebut peristiwa ini tak akan mengganggu perekonomian dan kebudayaan antar-kedua negara.
"Oleh sebab itu, urusan hubungan dagang, perekonomian, hubungan kebudayaan, hubungan apa pun dilanjutkan seperti biasa," tambahnya.
Ia juga mengatakan, pemerintah terus memperkuat pasukan di wilayah perairan Natuna Utara.
Bahkan, kata Mahfud MD, penguatan pasukan sudah bergerak ke wilayah Natuna.
"Apa yang sudah diinstruksikan oleh Presiden dan sebelum ini pun saya sudah bicara langsung dengan pihak Istana yang diwakili Mensesneg dua hari lalu."
"Menyatakan bahwa sikap pemerintah tidak bergeser untuk kedaulatan itu. Dan minta agar kehadiran negara di sana direalisasikan," jelas Mahfud MD.
"Dan kita sudah mulai merealisasikan, penguatan pasukan di sana sudah mulai bergerak," ungkapnya.

Sebelumnya, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya TNI Yudo Margono, memimpin apel gelar pasukan intensitas operasi rutin TNI dalam pengamanan laut Natuna.
Apel gelar pasukan dilakukan di Paslabuh, Selat Lampa, Ranai, Natuna, Jumat (3/1/2020).
Sebanyak 600 personel TNI dikerahkan dalam apel tersebut.
Demikian keterangan pers Kabidpenum Pusat Penerangan TNI Kolonel Sus Taibur Rahman, yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (4/1/2020).
Sebanyak 600 personel yang terlibat apel terdiri dari 1 Kompi TNI AD Batalyon Komposit 1 Gardapati, dan 1 Kompi Gabungan TNI AL terdiri dari personel Lanal Ranai.
Lalu, unsur KRI Teuku Umar 385 dan KRI Tjiptadi 381, Satgas Komposit Marinir Setengar, serta 1 Kompi TNI AU (Lanud Raden Sadjad dan Satrad 212 Natuna).
Dalam arahannya kepada prajurit, Pangkogabwilhan I menegaskan pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh kapal pemerintah asing di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEE).
Pelanggaran berupa penangkapan ikan secara ilegal yang dikawal oleh kapal Coast Guard asing, sehingga merupakan ancaman pelanggaran wilayah kedaulatan Indonesia.
Untuk itu, TNI wajib melakukan penindakan hukum terhadap pelanggar asing yang telah memasuki wilayah dan kegiatan ilegal berupa penangkapan ikan tanpa izin dari Pemerintah Indonesia.
Mulai 1 Januari 2020, didelegasikan tugas dan wewenang kepada Pangkogabwilhan I untuk menggelar operasi menjaga wilayah kedaulatan Indonesia dari pelanggar negara asing.
Operasi ini dilaksanakan oleh TNI dari unsur laut, udara, dan darat.
Pangkogabwilhan I juga mengarahkan seluruh prajurit TNI yang terlibat operasi ini, khususnya pengawak KRI dan pesawat udara.
Tujuannya, agar memahami aturan-aturan hukum laut internasional maupun hukum nasional di wilayah laut Indonesia.
Para prajurit TNI juga harus melaksanakan penindakan secara terukur dan profesional, sehingga tidak mengganggu hubungan negara tetangga yang sudah terjalin dengan baik.
Selain itu, para prajurit TNI diminta menggunakan Role of Engagement (RoE) yang sudah dipakai dalam operasi sehari-hari.
Pangkogabwilhan I menekankan kepada prajurit TNI yang bertugas, agar tidak terprovokasi dan terpancing kapal asing yang selalu melakukan provokasi apabila ada kehadiran KRI.
“Kehadiran Kapal Perang Indonesia adalah representasi negara, sehingga mereka harusnya paham."
"Ketika negara mengeluarkan kapal perangnya, bahwa negara pun sudah hadir di situ,” tegas Pangkogabwilhan I Laksdya TNI Yudo Margono.
Sebelumnya, TNI telah mengerahkan lima kapal perang KRI dan satu pesawat Boeing ke Perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Hal ini dilakukan menyusul sikap apatis Pemerintah Cina terhadap protes Pemerintah Indonesia, pasca-pelanggaran kapal coast guard Cina di perairan ZEE Natuna Utara.
Pangkogabwilhan I menyampaikan, pengerahan alutsista pertahanan dan personel TNI ini bagian dari operasi kesiagaan tempur.
"Sekarang ini wilayah Natuna Utara menjadi perhatian bersama, sehingga operasi siaga tempur diarahkan ke Natuna Utara mulai tahun 2020."
"Operasi ini merupakan salah satu dari 18 operasi yang akan dilaksanakan Kogabwilhan I di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya," kata Pangkogabwilhan I Laksdya TNI Yudo Margono sebelumnya.
Eskalasi hubungan keamanan Indonesia-Cina meningkat setelah kapal coast guard Cina menerobos kedaulatan perairan ZEE di perairan Natuna Utara pada Jumat 30 Desember 2019.
Saat itu, kapal coast guard Cina mengawal kapal sipil Cina pencuri ikan di perairan Naturan Utara.
Kapal perang KRI milik TNI yang mengetahui kejadian itu langsung mengusir kapal coast guard Cina.
Pemerintah Indonesia mempunyai landasan hukum kuat untuk menjaga kedaulatan wilayahnya.
Sebab, wilayah ZEE Indonesia mencakup perairan Natuna telah ditetapkan oleh hukum internasional, melalui Konvensi PBB tentang hukum laut.
Yakni, United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) pada 1982.
Sementara, Pemerintah Cina bergeming atas protes Pemerintah Indonesia.
Mereka mengklaim mempunyai hak historis di Laut Cina Selatan, mencakup perairan Natuna, tanpa dasar hukum yang kuat.
Klaim tersebut hanya karena nelayan Cina sudah lama melakukan kegiatan penangkapan perikanan di perairan dekat Kepulauan Nansha atau Natuna.
Sikap Menteri Pertahanan
Sebelumnya, menanggapi polemik di Laut Natuna, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan pihaknya sedang berunding untuk mencari solusi terbaik bagi permasalahan ini.
“Kita tentunya masing-masing punya sikap kita mencari suatu solusi yang baik."
"Di ujungnnya saya kira kita punya solusi yang baik,” katanya di Kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jumat (3/1/2020).
Ketika ditanya soal diplomasi, Prabowo Subianto mengatakan pemerintah pasti akan mencari cara paling damai untuk menyelesaikan masalah ini.
Bagaimana pun, kata Prabowo Subianto, Cina negara sahabat.
“Saya kira selesaikan dengan baik, bagaimanapun Cina adalah negara sahabat,” ucapnya.
Pemerintah sendiri sudah menambahkan penjagaan ke laut Natuna.
TNI pun melaksanakan operasi siaga tempur terkait adanya pelanggaran di kawasan tersebut.
Ditanya mengenai dampak memanasnya hubungan ini terhadap investasi Cina di Indonesia, Menhan punya pendapat tersendiri.
"Kita cool saja, kita santai ya," cetusnya. (TribunNewsmaker/*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Mahfud MD Tegaskan Indonesia Takkan Perang Melawan Cina, tapi Juga Ogah Negosiasi Soal Natuna