Selain Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Muncul Keraton Jipang di Blora, Terungkap Perbedaannya
Muncul Keraton Jipang di Blora, Jawa Tengah, ternyata ini perbedaannya dengan Keraton Agung Sejagat. Terungkap kegiatannya.
Editor: ninda iswara
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Munculnya Keraton Agung Sejagat di Purworejo cukup menggegerkan publik.
Hal ini lantaran Keraton Agung Sejagat terindikasi melakukan penipuan.
Raja Keraton Agung Sejagat, Toto Santoso, kini bahkan sudah diamankan oleh pihak kepolisian.
Sang ratu yang memiliki nama asli Fanni Aminadia, juga ikut ditangkap.
Bahkan kini terungkap bahwa Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat bukanlah pasangan suami istri.

Selain Keraton Agung Sejagat, kini muncul keraton-keraton lain.
Salah satu keraton yang juga menjadi perbincangan yakni Yayasan Keraton Jipang.
Keraton Jipang berada di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Kendati dmeikian, eksistensi Keraton Jipang berbeda dengan Keraton Agung Sejagat.
Hal ini lantaran Yayasan Keraton Jipang tak membangun kerajaan ataupun merekrut para pengikut.
Lantas, seperti apa dan kegiatan apa saja yang dilakukan oleh Keraton Jipang di Blora?
Sejatinya, Yayasan Keraton Jipang hanyalah perkumpulan "trah" Raja Adipati Jipang yang berupaya melestarikan dan mengikat sejarah leluhur supaya tak lekang dimakan zaman. Istilahnya "nguri-nguri budaya".
Langkah demikian pun digagas agar tidak dipatenkan oleh oknum yang tak bertanggung jawab.
Paling tidak, mengingatkan masyarakat jika dahulu pernah mengemuka kesohoran Kerajaan Jipang di masa kepemimpinan nenek moyangnya.
Kisah klasik keberadaan Keraton Jipang di Cepu salah satunya dibuktikan juga dengan banyaknya peninggalan benda bersejarah yang ditemukan terkubur di sana.
Bahkan, ada juga Petilasan Kadipaten Jipang yang dijadikan obyek wisata di Desa Jipang, Kecamatan Cepu, sekitar 45 kilometer ke arah tenggara dari Kota Blora.
Obyek wisata ini merupakan obyek wisata peninggalan sejarah dan adat budaya.
Gusti Pangeran Raja Adipati Arya Jipang II Barik Barliyan, dari Yayasan Keraton Jipang mengatakan, legalitas badan hukum Yayasan Keraton Jipang resmi tercatat di keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan forum silaturahmi keraton nusantara.
"Kami melestarikan sejarah dan budaya, termasuk juga untuk menggairahkan sektor pariwisata. Kami pun sering gelar kirab budaya di berbagai daerah. Selain nguri-nguri budaya, juga promosi aset wisata. Tentunya sangat berbeda dengan yang di Purworejo yang berorientasi pada penipuan dan makar," jelas Barik Barliyan saat dihubungi Kompas.com melalui ponsel, Jumat (17/1/2020).
Barik Barilyan menyampaikan, sejarah Keraton Jipang sangat erat hubungannya dengan cerita Arya Penangsang, satu di antara kisah sejarah yang melegenda di Tanah Jawa.

Arya Penangsang atau Arya Jipang adalah Raja Adipati Jipang yang memerintah pada pertengahan abad ke-15.
"Wilayah Jipang terletak di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jateng. Sekali lagi, kami bukan mendirikan kerajaan baru, namun hanya nguri-nguri budaya. Ngawur itu beritanya," tegas Barik Barilyan.
Sementara itu, dari berbagai literatur, Arya Penangsang disebut-sebut sebagai raja Demak ke 5 atau penguasa terakhir Kerajaan Demak yang memboyong pusat pemerintahan Kerajaan Demak ke Jipang, sehingga pada masa itu dikenal dengan sebutan "Demak Jipang".
Riwayat mengenai Arya Penangsang tercantum dalam beberapa serat dan babad yang ditulis ulang pada periode bahasa Jawa Baru (abad ke-19), seperti Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda.
Menurut Serat Kanda, ayah dari Arya Penangsang adalah Surowiyoto atau Raden Kikin atau sering disebut juga sebagai Pangeran Sekar, ia adalah putra Raden Patah, raja Demak pertama.
Penguasa daerah di bawah Demak saat itu menganggap pemerintahan Demak di Jipang tidak sah karena terjadi pembunuhan terhadap Sunan Prawoto (Raja Demak ke 4) oleh seseorang utusan Arya Penangsang.
Sunan Prawoto adalah raja baru di Demak pasca terbunuhnya Raja Demak Sultan Trenggana di Situbondo.
Penguasa daerah yang tidak puas, menyusun strategi untuk melawan Arya Penangsang.
Pemerintahan Arya Penangsang tidak berlangsung lama.
Pada 1554, Arya Penangsang tewas oleh Sutawijaya atau Jaka Tingkir dalam sebuah pertempuran besar di dekat Bengawan Sore.
Demak Jipang akhirnya runtuh dan digantikan oleh Kesultanan Pajang.
Kapolres Blora, AKBP Antonius Anang, mengatakan, dari catatan Polres Blora, selama ini aktivitas dan kegiatan Yayasan Keraton Jipang terpantau sewajarnya saja dan tidak meresahkan masyarakat.
Selain tak ada bangunan selayaknya kerajaan, Yayasan Keraton Jipang memang tak berorientasi mendirikan kerajaan baru seperti yang ramai diberitakan.
"Bukan mendirikan kerajaan baru. Kegiatan yang dilakukan seperti kirab budaya, hanya mengenang sejarah saja. Normal-normal saja dan tidak seperti di Purworejo," jelas Antonius Anang. (TribunNewsmaker.com/*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Eksistensi Keraton Jipang di Blora, Apa Bedanya dengan Keraton Agung Sejagat?