Ali Ngabalin Buka Suara Soal Polemik Pemulangan 600 WNI Eks ISIS, Akan Didata & Dicek Terlebih Dulu
Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin buka suara soal polemik pemulangan WNI mantan anggota ISIS.
Editor: Listusista Anggeng Rasmi
Proses pendataan ini, lanjut Ngabalin, perlu waktu yang tidak sebentar.
Ditargetkan prosesnya akan selesai paling lambat Mei mendatang.
Sehingga pada Juni 2020, diharapkan presiden sudah dapat mengambil keputusan soal wacana pemulangan WNI terduga teroris lintas batas negara, terutmaa eks ISIS.
"Seberat apa pun pasti Presiden punya keputusan.
Kalaupun nanti persoalan waktu kemudian bapak presiden punya pertimbangan-pertimbangan itu juga menjadi keputusan kan," kata Ngabalin.
Diberitakan, Menteri Agama Fachrul Razi menyampaikan, sebanyak 600 WNI di Timur Tengah yang sempat bergabung dalam kelompok ISIS akan dipulangkan ke Tanah Air.
Informasi rencana pemulangan WNI eks ISIS itu diperoleh Fachrul dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Adapun Presiden Joko Widodo menyatakan, pemulangan WNI eks ISIS itu masih perlu dikaji dalam rapat tingkat menteri.
Sementara itu Ketua Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik mengatakan, wacana pemulangan warga negara Indonesia yang pernah bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria ( ISIS) tak bisa disikapi secara hitam dan putih.
• Soal Polemik Pemulangan WNI Eks ISIS, Pendamping Korban Terorisme: Mengapa Mikir Pengkhianat Bangsa?
Namun, sepanjang landasan hukumnya jelas, tidak masalah jika pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk menolak pemulangan 600 WNI yang diduga sebagai teroris pelintas batas, khususnya eks anggota ISIS.
"Sepanjang landasan hukumnya jelas, internasional juga bisa memahaminya, ya enggak ada masalah, itu pilihannya," kata Taufan dalam sebuah diskusi di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).
Taufan mengatakan, jika penolakan pemulangan para terduga teroris lintas batas adalah keputusan yang akan pemerintah ambil, sudah pasti hal ini akan menuai kritik.
Namun demikian, hal yang sama pun terjadi di negara-negara yang pernah menghadapi polemik serupa.
Paling penting, pemerintah punya argumen hukum yang kuat terhadap keputusan yang nantinya mereka ambil.
"Pemerintah harus cermat tapi enggak boleh berlama-lama. Kan jadi polemik politik, ini bukan isu politik, ini isu hukum. Ini bukan soal kemanusiaan, ini isu hukum," ujar Taufan.