Mahfud MD Klarifikasi Soal Data Veronica Koman yang Disebut Sampah, Singgung Keberadaan Si Pengacara
Klarifikasi Mahfud MD Soal Data Veronica Koman yang Disebut Sampah, Singgung Keberadaan Si Pengacara
Editor: Irsan Yamananda
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Klarifikasi Mahfud MD Soal Data Veronica Koman yang Disebut Sampah, Singgung Keberadaan Si Pengacara.
Pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD terkait klaim Veronica Koman yang sebut dirinya telah serahkan data tahanan politik dan korban papua ke Jokowi tuai kontroversi di kalangan masyarakat.
Pria kelahiran Sampang, Madura itu menganggap data tersebut sebagai sampah.
Tak mau masalah semakin larut, Mahfud akhirnya memberikan klarifikasi perihal ucapannya tersebut.
Berikut klarifikasi lengkap sang Menkopolhukam.
Mahfud MD mengklarifikasi ucapannya yang menyebut data milik pengacara hak asasi manusia (HAM) Veronica Koman adalah sampah.
Seperti diketahui, Veronica Koman mengklaim data tersebut berisi tentang korban politik dan sipil di Nduga, Papua.

Dalam klarifikasinya, Mahfud menjelaskan bahwa yang ia maksud sebagai sampah adalah informasi mengenai Veronica yang menyampaikan surat ke Presiden Joko Widodo ketika di Australia beberapa waktu lalu.
Menurutnya, Veronica Koman tidak ada di Australia saat Presiden Jokowi berkunjung.
"Yang sampah itu adalah informasi bahwa Veronica Koman serahkan surat kepada presiden itu sampah, tidak ada. Saya ada di situ, enggak ada Veronica Koman," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (13/2/2020) seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, ia juga mengaku tidak tahu apakah benar Veronica melalui utusannya menyampaikan data ke Jokowi.
Namun, ia memastikan semua surat yang diterima Jokowi di Australia sudah ditampung.
Sampai sekarang Mahfud mengaku belum mengetahui mengenai isi surat Veronica itu.
"Bahwa ada surat-surat masuk, diserahkan oleh orang kepada presiden itu bukan sampah. Itu ditampung oleh presiden tapi tidak dibaca di situ. Itu kan orang rebutan nyerahkan map surat," ucap Mahfud.
Diberitakan sebelumnya, pengacara Hak Asasi Manusia (HAM), Veronica Koman mengaku telah menyerahkan data berisi 57 tahanan politik kepada Presiden Jokowi.
Selain itu, ia juga mengaku telah menyerahkan 243 korban sipil yang tewas di Nduga, Papua, sejak Desember 2018.
Veronica menjelaskan, data itu berhasil dia dapatkan setelah bekerja sama dengan sekelompok aktivis.
Ia menambahkan, dokumen itu diserahkan saat Jokowi di Australia.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi memang sempat berkunjung ke Canberra pada hari Senin (10/2/2020).
Dalam dokumen tersebut, Veronica menyertakan data tahanan politik yang dikenakan pasal makar.
Saat ini, lanjut Veronica, puluhan orang tersebut sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia.
Untuk ratusan korban tewas sejak Desember 2018, Veronica juga menyertakan usia dari daftar jenazah tersebut.
Menurutnya, ratusan korban itu ada yang tewas karena terbunuh oleh aparat keamanan, sakit, serta kelaparan dalam pengungsian.
• Tanyakan Sosok di Belakang Jokowi saat Perkenalan Stafsus, Veronica Koman Disemprot Gibran: Ngawur!
• Jadi Buronan, Veronica Koman Malah Mejeng di Media Australia, Tato di Lengan Kirinya Curi Perhatian
• Bocoran Lengkap Kabinet Baru Jokowi - Maruf, Siapa dari Gerindra, Asal Papua, dan Kementerian Baru
"Tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen-dokumen ini langsung kepada Presiden Jokowi. Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia," ungkap Veronica melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (11/2/2020).
"Kami juga menyerahkan nama beserta umur dari 243 korban sipil yang telah meninggal selama operasi militer di Nduga sejak Desember 2018, baik karena terbunuh oleh aparat keamanan maupun karena sakit dan kelaparan dalam pengungsian,” sambung dia.
Vero mengungkapkan, Jokowi telah membebaskan lima tahanan politik Papua selama periode pertama pemerintahannya, pada tahun 2015.
Namun, pada periode keduanya, terdapat 57 tahanan politik yang sedang menunggu sidang.
"Di awal periode pertamanya pada 2015, Presiden Jokowi membebaskan lima tahanan politik Papua. Masyarakat memandang ini sebagai langkah yang penuh dengan harapan baru bagi Papua," ujarnya.
"Namun, pada awal dari periode keduanya saat ini, terdapat 57 orang yang dikenakan makar yang sedang menunggu sidang. Langkah ini hanya akan memperburuk konflik di Papua," lanjut Veronica.
Veronica pun mempertanyakan langkah Jokowi terhadap permintaan penarikan pasukan dari Nduga.
"Sekarang Presiden Jokowi sendiri yang sudah langsung pegang datanya, termasuk nama-nama dari 110 anak-anak dari total 243 sipil yang meninggal, akankah Presiden tetap tidak mengindahkan permintaan tersebut?" tuturnya.
Menanggapi permintaan tersebut, Polri menegaskan tidak akan menarik personelnya yang bertugas di Papua.
"Tentunya tidak mungkinlah dalam suatu daerah itu akan ditarik kepolisian yang berjaga di situ," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Argo Yuwono di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2020).
Argo beralasan, polisi bertugas memberi pelayanan dan keamanan kepada masyarakat.
• Veronica Koman Serahkan Data Korban Tewas di Papua ke Jokowi: Apa Presiden Tetap Tak Mengindahkan?
• Taman Nasional Lorentz, Wisata di Papua, Indonesia Jadi Google Doodle, Ini 4 Faktanya, Bersalju!
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD turut angkat bicara mengenai pemberian dokumen tersebut ke Jokowi.
Mahfud menganggap dokumen itu hanya sampah.
"Itu anulah, kalau memang ada ya sampah saja lah," kata Mahfud di Istana Bogor, Selasa (11/2/2020) sore.
Mahfud yang turut mendampingi Jokowi di Negeri Kanguru juga tidak mengetahui apakah dokumen tersebut benar-benar sudah diserahkan langsung kepada Kepala Negara.
Sebab, Mahfud menyebutkan, banyak warga yang berebut untuk bersalaman dan menyerahkan surat ke Jokowi.

Vero pun berpandangan bahwa pernyataan Mahfud akan memperdalam luka orang Papua.
"Namun tetap sangat disayangkan, mengingat ini akan memperdalam luka orang Papua," ungkap Veronica kepada Kompas.com, Selasa (11/2/2020).
Kendati demikian, ia mengaku tidak terkejut dengan pernyataan Mahfud.
Vero teringat ketika Mahfud menyebut bahwa tidak ada lagi kasus kejahatan HAM pasca-reformasi 1998. Menurut dia, pernyataan Mahfud itu juga menyakiti hati rakyat.
Maka dari itu, ia berpandangan, sulit bagi korban untuk mendapat keadilan karena pelanggaran HAM tidak diakui oleh pemerintah.
"Boro-boro dapat keadilan, untuk diakui adanya pelanggaran saja pun tidak. Pernyataan ini memberikan sinyal makin suramnya penegakan HAM di era saat ini," ujar dia.
Dengan munculnya pernyataan Mahfud, Vero mengaku pesimistis bahwa pemerintah akan menarik aparat keamanan dari Papua.
Lebih lanjut, Vero pun mempertanyakan bagaimana masyarakat Papua dapat menaruh harapan pada Jokowi.
"Tidak terlalu optimis memang, tetapi setidaknya sekarang kita sudah tahu, bahwa operasi militer di Nduga masih lanjut bukan karena Presiden Jokowi tidak tahu sudah makan banyak korban," ucap Vero.
"Panglima tertinggi negara ini sudah tahu, tapi operasi tersebut tetap dilanjutkan, kemudian orang Papua diminta harus tetap menaruh harapan pada Pak Jokowi?" kata dia. (TribunNewsmaker.com/ *)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahfud MD Klarifikasi soal Data Veronica Koman yang Disebut Sampah".