Cerita Helmy Yahya Berjuang untuk TVRI, Rela Kerja di Akhir Pekan, Kini Rezeki Mengalir Usai Dipecat
Demi TVRI, Helmy Yahya rela kerja di akhir pekan dan pulang larut malam. Kini ketiban rezeki nomplok setelah dipecat.
Editor: ninda iswara
"Beberapa tahun yang lalu, usia SDM tidak ideal, 4.800 karyawan kami 72 persen usianya non milenial atau kolonial, di atas 40 tahun. Tentu ini tidak ideal untuk media, sebuah lembaga yang bergerak dalam industri kreatif," tutur Helmy.
Kemudian rating dan share TVRI, kata Helmy, pada urutan paling akhir yaitu 15 dan logonya kata orang sangat jadul, bahkan anggaran maupun remunisasinya sangat kecil.
• Perjalanan Karir Helmy Yahya Sebelum Dipecat TVRI, Disebut Raja Kuis hingga Gagal di Pilkada 3 Kali
"Tukin (tunjangan kinerja) belum turun, bagaimana memotivasi orang untuk bekerja dengan kondisi seperti itu. Anggaran di bawah RRI, di bawah Rp 1 triliun," ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, Helmi dan direksi berjalan secara kompak dan penuh integritas dengan langsung turun ke bawah untuk memberikan contoh membangun TVRI.
Helmy mengaku melakukan reformasi birokrasi di internal TVRI dalam mengejar tunjangan kinerja karena TVRI menjadi satu-satunya lembaga yang karyawannya belum menerima tukin.
"Kemarin ada kabar gembira 30 Desember 2019 sudah ditandatangani Peraturan Pemerintah soal tukin, setelah kami kejar hampir dua tahun," kata Helmy.
Selain itu, Helmy juga menertibkan keuangan TVRI, di mana semua transaksi hanya boleh dilakukan non tunai atau sistem cashless.
"Ini kami lakukan dan alhamdulilah tahun 2018 laporan keuangan kami sudah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk pertama kalinya," ucap Helmy.
Helmy Yahya terpilih menjadi Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik TVRI periode 2017-2022.
Presenter televisi ini dipilih berdasarkan hasil sidang Dewan Pengawas LPP TVRI pada 24 November 2017 setelah menjalani uji kepatutan dan kelayakan.
Namun, pada 17 Januari 2019, Helmy dipecat bersadarkan keputusan dewan pengawas LPP TVRI.
TVRI harus ditonton
Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra menyebut televisi publik atau milik pemerintah perlu ditonton masyarakat agar pesan yang disiarkan tersampaikan dengan baik.
Menurutnya, persoalan penayangan Liga Inggris di TVRI hanya sebatas tampilan di depan atau etalase agar masyarakat kembali menonton TVRI.
"Liga Inggris itu etalase, TVRI itu perlu ditonton kembali, yang lain-lainnya nilai kepublikan lebih besar. 90 persen program TVRI itu kepublikan," ujar Apni di gedung parlemen, Jakarta, Senin (27/1/2020).