Kronologi Gugatan RCTI Terhadap UU Penyiaran yang Ancam Kebebasan Siaran Live di Media Sosial
Kronologi dan duduk perkara gugatan RCTI terhadap UU Penyiaran yang mengancam kebebasan siaran live di media sosial
Editor: Talitha Desena
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Publik tengah menyoroti kasus gugatan PT PT Visi Citra Mitra Mulia ( iNews TV) dan PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI).
RCTI menggugat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedua perusahaan besar tersebut mengajukan uji materi soal UU Penyiaran dan menilai Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran.
Pasal tersebut menyebabkan perlakuan berbeda antara penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan frekuensi radio dengan penyelenggara penyiaran over the top ( OTT) yang menggunakan internet.
Publik pun memberikan reaksi di media sosial.
Pasalnya, apabila gugatan itu dikabulkan, masyarakat baik perorangan maupun badan usaha terancam tidak leluasa melakukan siaran langsung (live) menggunakan media sosial.
• Ingat Reza Mahendra Ferry Sinetron Luv RCTI? Jadi Hot Daddy, Intip Profesi & Kehidupannya Sekarang
• Jika Gugatan UU Penyiaran Dikabulkan MK, Facebook Hingga YouTube Live Harus Memiliki Izin Siar

Tak hanya media sosial seperti YouTube, Instagram, Facebook, namun hingga Netflix.
Berikut kronologi gugatan RCTI dan alasan mengapa RCTI dan iNewsTV mengajukan gugatan.
Pengajuan uji materi
Pengajuan uji materi perihal UU Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 1 angka 2 diajukan RCTI dan iNews pada Juni lalu dengan nomor perkara 39/PUU-XVIII/2020.
Sidang pendahuluan dilakukan pada Senin, 22 Juni 2020, di Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, yang dihadiri kuasa hukum pemohon, dalam hal ini RCTI dan iNews.
Sidang kedua dilakukan pada 9 Juli, dan berlanjut pada sidang ketiga pada 26 Agustus di tempat yang sama. Pada sidang terakhir, turut hadir perwakilan pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Kementerian Hukum dan HAM.
Guagatan dan permohonan
Dalam gugatannya, RCTI dan iNews menyoalkan Pasal 1 angka 1 UU Penyiaran yang berbunyi: "Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yag bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran."
"Dengan demikian, berbagai macam layanan OTT khususnya yang masuk kategori konten/video on demand/streaming pada dasarnya juga memproduksi konten-konten siaran, sehingga seharusnya masuk ke dalam rezim penyiaran. Hanya saja, perbedaannya dengan aktivitas penyiaran konvensional terletak pada metode pemancarluasan/penyebarluasan yang digunakan," tulis gugatan tersebut.