Breaking News:

Beri Pernyataan Resmi soal UU Cipta Kerja, 2 Penjelasan Jokowi Ini Disebut Masih Simpang Siur

Dua penjelasan Presiden Jokowi soal UU Cipta Kerja ini dinilai masih simpang siur. Apa saja?

Editor: ninda iswara
Sekretariat Kabinet RI
Presiden Joko Widodo 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Sudah memberikan pernyataan resmi terkait UU Cipta Kerja, penjelasan Presiden Jokowi ternyata masih menimbulkan tanya di benak publik.

Ada dua penjelasan yang disebut masih simpang siur.

Seperti yang diketahui, Presiden Jokowi akhirnya merilis pernyataan resmi soal UU Cipta kerja yang sedang hangat diperbincangkan.

UU Cipta Kerja disahkan pada Senin (5/10/2020) lalu dalam rapat paripurna yang dihadiri para anggota DPR RI.

Pengesahan UU Cipta Kerja ini menimbulkan sejumlah kontroversi.

Bahkan demo besar-besaran terjadi di sejumlah daerah terkait penolakan UU Cipta Kerja.

Baca juga: Presiden Jokowi Klaim UU Cipta Kerja Menguntungkan Rakyat, Berikut 3 Manfaat yang Disebutkannya

Baca juga: Selain Bantah Soal PHK Sepihak, Jokowi Juga Tak Benarkan Cuti Dihapus di Cipta Kerja, Simak Faktanya

Ilustrasi hukum
Ilustrasi hukum (Shutterstock)

Setelah demo besar-besaran, melalui sebuah video, Presiden Jokowi memberikan pernyataan resminya.

Jokowi memaparkan beberapa alasan perlunya UU Cipta Kerja untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dengan menggairahkan iklim investasi yang masuk ke Indonesia.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini lalu menyinggung soal disinformasi atau hoaks terkait polemik UU Cipta Kerja.

Penyebaran informasi yang keliru itu jadi salah satu pemicu demonstrasi besar-besaran.

Namun demikian, pernyataan resmi Jokowi masih simpang siur karena belum menjawab tuntutan buruh selama demostrasi terkait beberapa revisi UU Ketenagakerjaan di omnibus law.

Berikut dua penjelasan Jokowi yang masih simpang siur di UU Cipta Kerja.

1. PHK dan pesangon

Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak)

Jokowi menyinggung soal kabar yang beredar bahwa UU Cipta Kerja mengizinkan perusahaan untuk melakukan pemecatan sepihak tanpa alasan jelas.

Menurut dia, UU Cipta Kerja tetap mengatur apa saja batasan perusahaan ketika melakukan PHK.

"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," kata Jokowi dalam keterangan resminya seperti dikutip pada Minggu (11/10/2020).

Serikat buruh sendiri memprotes perubahan aturan terkait PHK di Pasal 154A di mana pemerintah membolehkan perusahaan untuk melakukan PHK kepada karyawan dengan 14 alasan.

Serikat buruh mengkhawatirkan, aturan PHK dalam Omnibus Law Cipta Kerja ini akan membuat posisi pekerja semakin lemah.

Ada perubahan dalam aturan PHK jika dibandingkan dengan UU Ketenagakerjaan dan bisa berimplikasi pada jumlah pesangon yang akan diterima karyawan yang terkena PHK

Dikutip dari draf RUU Cipta Kerja, perusahaan bisa melakukan PHK dengan alasan efisiensi.

Lalu perusahaan juga bisa melakukan PHK dengan alasan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan.

Dua alasan tersebut sebelumnya tak tercantum di UU Ketenagakerjaan. 

Dengan perubahan aturan PHK tersebut, menurut serikat pekerja, perusahaan bisa dengan mudah memecat pekerja dengan alasan efisiensi atau strategi bisnis sehingga pekerja tak lagi memiliki daya tawar jika keberatan PHK diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Selain itu di omnibus law, perusahaan tak lagi wajib memberikan tambahan pesangon jika PHK dilakukan atas dasar efisiensi, jumlah tambahan pesangon tersebut yakni sebesar dua kali ketentuan di pasal 156 UU Ketenagakerjaan.

Dengan asumsi tersebut, jumlah pesangon yang diterima pekerja akan lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan aturan terbaru.

Pesangon sendiri wajib diberikan bagi pekerja yang sudah berstatus karyawan tetap.

Baca juga: PERIKSA Ponsel Penyusup Demo Tolak UU Cipta Kerja, Pangdam Jaya Syok Isinya, Terkuak Siapa Penggerak

Baca juga: Presiden Jokowi Bantah UU Cipta Kerja Bisa Permudah PHK Sepihak, Bagaimana Fakta Sebenarnya?

2. Aturan cuti dan upah penuh

Jokowi menegaskan UU Cipta Kerja sama sekali tak menghapus hak cuti karyawan di perusahaan.

Cuti seperti cuti hamil, cuti haid, dan cuti reguler masih didapatkan karyawan sesuai dengan UU Ketengakerjaan.

"Kemudian ada kabar yang menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," ujar dia.

Namun yang dituntut buruh yakni soal kejelasan apakah pekerja bisa tetap mendapatkan hak cuti dengan dibayar.

Karena dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja, serikat buruh mengkhawatirkan diberlakukannya skema no work no pay atau yang lebih dikenal unpaid leave.

Dalam penjelasannya, Jokowi memang menyebutkan kalau cuti tak dihapus.

Namun Jokowi tak menjelaskan apakah perusahaan tidak diwajibkan membayar upah penuh selama cuti atau tetap menggunakan aturan lama di UU Ketenagakerjaan. 

Sementara di UU Ketenagakerjaan, perusahaan diwajibkan tetap membayar upah penuh selama pekerja mengambil hak cuti seperti cuti hamil, cuti haid, dan cuti lainnya yang diatur pemerintah. (TribunNewsmaker.com/*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Ini 2 Penjelasan Jokowi yang Masih Simpang Siur di UU Cipta Kerja

dan di Tribunnews.com 2 Penjelasan Jokowi Terkait UU Cipta Kerja Ini Disebut Masih Simpang Siur, soal PHK hingga Upah

Sumber: Kompas.com
Tags:
Presiden JokowiUU Cipta KerjaPHK
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved