UU Cipta Kerja
Fadli Zon Kritik UU Ciptaker, Alasan Prabowo Beda Sikap Kini Jelas: Yang Demo Belum Baca Omnibus Law
Fadli Zon agresif mengritik disahkannya UU Cipta Kerja, kini terungkap jelas alasan Prabowo Subianto dan Partai Gerindra beda sikap.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Fadli Zon agresif mengritik disahkannya UU Cipta Kerja, kini terungkap jelas alasan Prabowo Subianto dan Partai Gerindra beda sikap.
Prabowo menyebut dua alasan: yakni dugaan yang mendemo belum baca isi Omnibus Law dan faktor kedua, banyaknya hoaks Omnibus Law di media sosial yang meresahkan buruh.
Menteri Pertahanan sekaligus Ketua DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto menilai, banyak pengunjuk rasa dalam aksi demo penolakan UU Cipta Kerja beberapa hari yang lalu belum membaca omnibus law UU Cipta Kerja dan termakan hoaks.
Hal tersebut disampaikan Prabowo dalam wawancara khusus yang dirilis DPP Partai Gerindra, Senin (12/10/2020).
"Sekarang ini, yang kemarin demo itu belum baca hasil omnibus law itu, dan banyak hoaks. Banyak hoaks di mana-mana, seolah-olah ini enggak ada, itu enggak ada, dikurangi," kata Prabowo.
Prabowo mengatakan, banyaknya hoaks yang beredar pertanda ada yang menciptakan kekacauan.
Ia meyakini, ada kekuatan-kekuatan asing yang tidak ingin Indonesia aman dan maju.
"Jadi, ya ini. Kadang-kadang tokoh-tokoh kita lihat, benar, dia yakin dia benar, tapi dia lakukan sesuatu dan dia tidak sadar sebenarnya ini permainan orang lain," ujarnya.
Baca juga: SAAT Anak Sultan Demo Tolak UU Cipta Kerja, Barang-barang Wah di Badan Jadi Sorotan, Jutaan!
Baca juga: CEK Ponsel Penyusup Demo Tolak UU Cipta Kerja, Pangdam Jaya Terkejut Isinya, Terkuak Siapa Penggerak

Prabowo mengatakan, terkait pembahasan RUU Cipta Kerja, Partai Gerindra paling keras membela kepentingan buruh.
Menurut Prabowo, tuntutan serikat buruh atas substansi UU Cipta Kerja sudah diakomodasi sebanyak 80 persen.
"Ya kita tidak bisa 100 persen, namanya politik negara, kadang-kadang kita harus mengerti kita harus, kadang-kadang ada kebutuhan ini itu, ada keperluan, ya kan, kita butuh investasi dari mana-mana," ucapnya.
Berdasarkan hal tersebut, Prabowo meminta serikat buruh untuk tidak emosional dan mudah menggelar aksi unjuk rasa sehingga mengakibatkan munculnya vandalisme dan perusakan fasilitas umum.
"Kalau ini nanti yang dibakar sarana umum, itu kan dibangun dengan uang rakyat, untuk kepentingan rakyat dibakar," kata dia.

Draf tidak jelas
Polemik mengenai UU Cipta Kerja muncul karena hingga saat ini baik pemerintah maupun DPR belum pernah menayangkan draf final RUU Cipta Kerja, sebelum akhirnya disahkan dalam rapat paripurna DPR.
Ada sejumlah versi yang beredar. Kompas.com semula mendapatkan versi 905 halaman dari pimpinan Baleg DPR, beberapa jam sebelum disahkan pada 5 Oktober 2020.
Namun, kemudian muncul versi 1.028 halaman, 1.035 halaman, dan terakhir 812 halaman. Sekjen DPR telah mengonfirmasi mengenai dua draf yang disebutkan terakhir.
Terkait polemik itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat pemerintah dan DPR justru sebagai sumber disinformasi soal RUU Cipta Kerja.
"Presiden dan DPR adalah sumber hoaks dan disinformasi ini. Merekalah pelaku sesungguhnya," ujar Feri saat dihubungi, Senin (12/10/2020).

Fadli Zon Desak Jokowi Tertibkan Perppu Batalkan Omnibus Law
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR yang juga kader Prabowo Subianto di Partai Gerindra, Fadli Zon, menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
Pasca-disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR di Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020), sejumlah pihak melakukan aksi penolakan.
Tak hanya di Ibu Kota, gelombang aksi penolakan juga meluas hingga ke berbagai daerah di Tanah Air.
Massa aksi yang terdiri dari mahasiswa hingga buruh menolak UU Cipta Kerja karena dianggap memangkas hak-hak masyarakat, misalnya dalam bab tentang ketenagakerjaan.
Banyak dari aksi yang dilakukan oleh buruh dan mahasiswa tersebut berakhir dengan ricuh.
Ada yang membakar ban, merusak mobil polisi, hingga merusak sejumlah fasilitas umum dan merobohkan gerbang kantor pemerintahan.
Melihat kondisi tersebut, Politisi Partai Gerindra Fadli Zon meminta Jokowi membatalkan UU Cipta Kerja dengan mengeluarkan Perppu.
Fadli Zon meminta Kepala Negara lebih mempertimbangkan aspirasi masyarakat.
Hal itu diungkapkan Fadli Zon melalui akun Twitter miliknya, @fadlizon, Kamis (8/10/2020).
"Pak @jokowi , RUU ini atas inisiatif pemerintah.
Walaupun telah disahkan @DPR_RI dg jurus kilat n tergesa-gesa, ada baiknya dipertimbangkan aspirasi masyarakat banyak.
Saran sy segera keluarkan Perppu membatalkan #OmnibusLaw," tulis Fadli Zon.
Sebelumnya, Presiden PKS Ahmad Syaikhu juga mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU Cipta Kerja.
Ia mengatakan, pemerintah harus mendengarkan suara penolakan dari berbagai kelompok masyarakat terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.
"Presiden Jokowi harus mendengar suara buruh dan masyarakat. Terbitkan Perppu. Cabut UU Ciptaker. Sebab buruh dan masyarakat menolak keberadaannya," kata Syaikhu dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020), dilansir dari Kompas.com.
Fraksi PKS di DPR menolak rencana pengesahan UU Cipta Kerja. Penolakan itu sempat kembali disuarakan dalam rapat paripurna yang digelar pada Senin (5/10/2020).
Syaikhu mengatakan, muatan UU Cipta Kerja merugikan pekerja/buruh, sementara memberikan karpet merah bagi pengusaha dan investor.
Ia berpendapat, UU Cipta Kerja justru menghadirkan ketidakadilan bagi para pekerja/buruh. Karena itu, ia pun dapat memahami aksi unjuk rasa yang digelar massa buruh.
"Hal ini tercermin dalam perubahan pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan pengusaha-pekerja, upah dan pesangon," ucapnya.
"Aksi buruh dan koalisi masyarakat sipil sangat bisa dipahami. UU Ciptaker berdampak buruk bukan hanya kepada buruh dan pekerja, tetapi juga berdampak buruk ke sektor lingkungan hidup dan kedaulatan ekonomi kita," imbuh Syaikhu.
Selain itu, kata Syaikhu, proses legislasi pembentukan UU Cipta Kerja dinilai cacat prosedur. Pembahasannya disebut tidak demokratis dan tidak transparan.
"UU ini lahir dari proses yang tidak demokratis dan tidak transparan! Sangat besar peluang terjadinya penyelewengan. Kami tegas menolak dari awal hingga saat pengesahan," kata Syaikhu.

Istana Sebut Tidak Ada Opsi Penerbitan Perppu
Melansir Kompas.com, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mengatakan, tidak ada opsi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja.
Donny mempersilakan pihak-pihak yang menolak UU Cipta Kerja untuk mengajukan uji materil atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Tidak ada pilihan Perppu. Pemerintah menghargai masukan dari serikat buruh. Menghargai bahwa demo-demo yang dilangsungkan beberapa hari ini berjalan dengan damai, dan berdasarkan protokol kesehatan," kata Donny saat dihubungi, Kamis (8/10/2020).
"Jadi silakan menggunakan jalur konstitusional dengan judicial review di MK dan pemerintah bersiap menghadapi itu," lanjut dia.
Donny menambahkan, pemerintah telah menyerap aspirasi buruh dalam pembahasan UU Cipta Kerja dan menghormati berbagai pendapat yang disampaikan buruh.
Ia menuturkan UU Cipta Kerja sudah disahkan dan telah melalui proses konstitusional, sehingga masyarakat juga bisa menggugatnya secara konstitusional.
"Belum ada opsi untuk ke situ. Belum ada pertimbangan untuk opsi menerbitkan perppu. Jadi silakan seperti yang sudah disampaikan Andi Gani, Ketua Serikat Buruh, bahwa buruh akan mengambil jalan konstitusional," lanjut dia.
Sebelumnya diberitakan, mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan menggelar aksi unjuk rasa di Istana Negara pada hari ini, Kamis (8/10/2020).
Aksi tersebut dalam rangka menolak pengesahan Undang-Undang Cipta kerja dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (5/10/2020).
"Perkiraan kami akan ada lebih dari 5.000 mahasiswa yang akan turun. Mereka berasal dari 300 kampus," kata Koordinator Media Aliansi BEM SI, Andi Khiyarullah dilansir dari situs Kompas TV, Kamis (8/10/2020).
Andi mengatakan, aksi kali ini akan menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan UU Cipta Kerja.
Walaupun saat aksi digelar, Jokowi diketahui tengah tidak berada di Istana karena sedang melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah.
"Secara narasi, kami sepakat menolak dan mengusahakan alternatif lain seperti JR (judicial review) dan mendesak Presiden untuk mengeluarkan Perppu," ucap dia. (TribunNewsmaker.com )
Sebagian isi mengutip Kompas.com dengan judul: Tanggapi Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Prabowo: Banyak yang Belum Baca dan ada Hoaks dan Tribun Ternate dengan judul: Minta Jokowi Pertimbangkan Aspirasi Masyarakat, Fadli Zon: Terbitkan Perppu Batalkan UU Cipta Kerja