Breaking News:

Mensos Juliari P Batubara Tersangka Suap

Tanggapan Soal Pidana Mati Mensos Juliari: DPR Minta KPK Jangan Asal, Mahfud MD Sebut Bisa Dijerat

Berikut tanggapan deretan publik figur dan pakar mengenai isu pidana mati Menteri Sosial Juliari Batubara.

dok BNPB
Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dalam konferensi pers di Graha BNPB, Kamis (2/4/2020). 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Kasus korupsi yang menjerat nama Menteri Sosial Juliari Batubara masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat selama beberapa hari terakhir.

Seperti diketahui, Juliari ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap bantuan sosial (bansos) sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek.

Keputusan KPK dalam menerapkan pasal penyuapan terhadap Juliari Batubara pun turut dipertanyakan.

Ia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal ini digunakan karena Juliari diduga menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sebesar Rp 17 miliar.

Akan tetapi, tak sedikit pihak yang menilai penerapan pasal ini terlalu ringan.

Baca juga: Korupsi Bansos Covid-19, Ini Kemungkinan Juliari Batubara Dijerat Hukuman Mati, Mahfud MD Tanggapi

Baca juga: Unggah Video Solusi Cegah Korupsi Ala Mensos Juliari Batubara, Hotman Paris: Oh Pintar Kamu Bah!

Baca juga: Unggah Video Solusi Cegah Korupsi Ala Mensos Juliari Batubara, Hotman Paris: Oh Pintar Kamu Bah!

Menteri Sosial Juliari P Batubara.
Menteri Sosial Juliari P Batubara. ((KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO))

"Kalau sekarang menggunakan pasal suap, terlalu ringan itu hukumannya dan itu biasa, coba masukan di unsur Pasal 2," ujar Pakar Hukum Pidana, Asep Iwan Iriawan seperti dikutip dari program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Senin (7/9/2020).

Dalam Pasal 2 Ayat (1) yang dimaksud Asep, disebutkan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1 miliar."

Sementara itu, Pasal 2 Ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Lantas seperti apa tanggapan figur publik mengenai masalah ini? Simak ulasan lengkapnya berikut ini!

1. Mahfud MD

Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamaman Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Jumat (3/1/2020).
Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamaman Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Jumat (3/1/2020). (Tribunnews.com/Gita Irawan)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai, Juliari Batubara bisa terancam hukuman mati setelah terjerat kasus dugaan suap terkait pengadaan bantuan sosial Covid-19.

Mahfud mengatakan, Juliari bisa terancam hukuman mati kendati KPK hingga kini hanya menjeratnya dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Ada Pasal 2 Ayat (2) di UU Nomor 31 tahun '99, kalau korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu bisa dijatuhi hukuman mati," ujar Mahfud dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas Tv, Minggu (6/12/2020).

"Nanti terserah KPK, nanti kan terus berproses pendakwaan itu, nanti kita lihat. Tetapi jelas ada perangkat hukum, kalau dilakukan dalam keadaan tertentu," sambung Mahfud.

Baca juga: POPULER Update Penggerudukan Rumah Mahfud MD, Polisi Sudah Tetapkan Tersangka & Tengah Dalami Ini

Mahfud menjelaskan, ancaman hukuman mati sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001.

Adapun Pasal 2 Ayat (2) dalam UU itu menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan".

Mahfud menjelaskan, hukuman mati bisa diterapkan apabila korupsinya dilakukan dalam keadaan tertentu.

Misalnya, negara dalam keadaan bahaya. Kemudian terjadi bencana alam nasional, hingga negara dalam keadaan krisis ekonomi dan krisis moneter.

Baca juga: Fakta Baru Penggerudukan Rumah Mahfud MD, Polisi Sudah Tetapkan Tersangka, Dalami Keterlibatan FPI

Sedangkan, dalam kasus yang menimpa Juliari, ia melakukan korupsi ketika status Covid-19 sebagai bencana non-alam.

Akan tetapi, ancaman hukum mati itu bisa tetap dikenakan, hal itu tergantung ahli dalam menafsirkan antara bencana non-alam dan bencana alam nasional.

"Bisa (berkembang jadi hukuman mati), tinggal mencari ahli apakah bencana alam nasional ini lebih kecil dibandingkan dengan bencana Covid-19 yang sudah ditetapkan juga oleh negara berdasarkan Perpres," kata dia.

"Kalau secara ilmiah itu bisa ditemukan, tentu tuntutan bisa dilakukan ke situ juga, dakwan dan tuntutannya," imbuh Mahfud.

2. Arsul Sani

Arsul Sani Saat Ditemui di Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (16/5/2017).
Arsul Sani Saat Ditemui di Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (16/5/2017). (MOH NADLIR/KOMPAS.com)

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan asal gunakan pasal hukuman mati terhadap kasus Menteri Sosial Juliari Batubara.

Namun, KPK harus melihat konstruksi hukum bila pasal tersebut mau dikenakan.

"Kalau persangkaannya kemudian dakwaannya hanya terkait dengan Pasal 11 atau Pasal 12, tidak  bisa dituntut dan dihukum mati, yang bisa kalau di sana ada penggunaan Pasal 2 UU Tipikor dalam kasus tersebut," kata Arsul kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (7/12) seperti dikutip dari Kompas TV.

Baca juga: Jokowi Ungkap Tak Akan Lindungi Menteri yang Korupsi, Mensos Juliari Batubara Akan Mengundurkan Diri

Karena itu, menurut Arsul, Juliari tidak bisa dijerat dengan pidana hukuman mati terkait kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) penanganan covid-19, dengan mengacu pada Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi.

Sementara ancaman hukuman mati diatur dalam Pasal 2 ayat (2) undan-undang tersebut.

Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor itu berbunyi: Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

"Kita juga jangan terbuai saja bahwa ini musti dituntut hukuman mati. Kita lihat konstruksi hukumnya, masuk apa tidak misalnya digunakan Pasal 2 UU Tipikor itu," katanya.

Namun, Arsul menyerahkan kewenangan untuk menggunakan pasal tersebut ke KPK.

3. Pakar Hukum UGM

Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum UGM Zaenur Rohman menilai, wacana penerapan pidana mati dalam kasus dugaan suap yang menjerat Juliari tidak pada tempatnya.

Ia mengatakan, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memang mengatur soal ancaman hukuman mati.

Namun, kasus yang melibatkan politisi PDI-P itu, menurut Zaenur, tidak termasuk dalam bentuk pidana korupsi yang dimaksud pada Pasal 2 Ayat (2) Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Zaenur menuturkan, pidana korupsi yang dapat disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (2) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ialah pidana yang merugikan keuangan negara secara langsung seperti penggelembungan anggaran, penggelapan uang negara, dan sejenisnya.

Pasal hukuman mati tak bisa disangkakan lantaran dalam dalam kasus Juliari Batubara tergolong kasus suap dan tidak menimbulkan kerugian negara secara langsung.

Karena itu, ia menyarankan KPK memaksimalkan penggunaan Pasal 11 dan 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang lebih relevan dalam menangani kasus suap.

Baca juga: Oktober Lalu Grace Batubara Istri Mensos Juliari Sempat Puji Sifat Suami: Dia Down To Earth Banget

Zaenur menyarankan KPK menerapkan ancaman hukuman maksimal, yakni seumur hidup, terhadap Juliari.

Kemudian, penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Itu untuk mengetahui ke mana saja aliran dana suap tersebut. Apakah ada pihak lain. Apalagi Mensos adalah kader parpol," kata Zaenur.

"Seringkali hasil korupsinya bisa mengalir sampai jauh. Harus didekati dengan TPPU. KPK juga harus menuntut pencabutan hak politik, karena yang bersangkutan politisi. Tujuannya supaya ada efek jera dan tak segera menduduki jabatan politik bila terbukti bersalah," ucap dia.

Sementara Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan akan mengkaji wacana hukuman mati dengan merujuk
pada pasal 2 UU Tipikor tersebut.

"Kami sangat mengikuti apa yang menjadi diskusi di media terkait dengan pasal-pasal, khususnya Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31 1999 tentang Tipikor."

"Tentu kita akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 itu bisa kita buktikan, terkait dengan pengadaan barang dan jasa,” kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (6/12/2020).

Ketua KPK Firli Bahuri tiba di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Ketua KPK Firli Bahuri tiba di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020). (KOMPAS.com/Haryantipuspasari)

Firli mengaku paham tentang ketentuan hukum itu.

"Melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati,” tambah Firli.

Firli pun pernah berkali-kali menyatakan ancaman hukuman mati tersebut, terutama yang dilakukan di saat pandemi.

Misalnya saat rapat kerja bersama Komisi III, 29 April 2020 ketika pandemi Covid-19 mulai mewabah di Indonesia, Firli mengatakan "Kita tahu persis bahwa korupsi yang dilakukan di tengah bencana tidak lepas ancaman hukumannya, pidananya, pidana mati," kata Firli.

(TribunNewsmaker/ Irsan Yamananda)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tanggapan Soal Pidana Mati Mensos Juliari: Mahfud MD Sebut Bisa Dijerat, DPR Minta KPK Jangan Asal.

Tags:
DPRKPKMahfud MDJuliari BatubarakorupsiArsul Sani
Berita Terkait
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved