Tanggapan Psikolog Atas Perilaku Raffi Ahmad yang Berkumpul Usai Divaksin, Bisa Berbahaya karena Ini
Tanggapan psikolog soal Raffi Ahmad yang dianggap tidak pantas karena tampak berkerumun setelah divaksin, sebut vaksin bukan obat
Editor: Talitha Desena
Bukan senjata utama yang membuat tubuh kebal terhadap suatu penyakit.
Hal ini pun bukan hanya berlaku pada Covid-19 saja, tapi semua jenis penyakit.
"Vaksin itu bukan obat atau (alat) bisa mencegah penyakit.
Vaksin itu mengurangi seseorang terkena penyakit bergejala," jelas Amel.
"Jadi (orang yang divaksin) masih bisa kena penyakitnya, tapi dia tidak bergejala parah.
Jadi akhirnya kayak flu biasa," imbuh dia.
Amel melihat, hal-hal seperti inilah yang dapat membuat bingung di masyarakat.
Terutama seperti Raffi Ahmad yang merupakan tokoh publik dan memiliki jutaan pengikut di akun sosial medianya.
Dia mengingatkan, manfaat dari vaksin pun tidak dapat langsung terlihat dan membutuhkan banyak orang untuk divaksin.
"Kalau hanya satu atau dua persen populasi (negara) yang divaksin, tidak akan ada gunanya," ujarnya.
Dikatakan pakar biologi molekuler Indonesia, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, hampir semua jenis vaksin Covid-19 yang ada saat ini belum atau tidak terbukti mampu mencegah infeksi.
Ini artinya, meski sudah divaksin seseorang masih berpotensi terinfeksi virus corona SARS-CoV-2, hanya saja gejala yang ditimbulkan tidak sebanyak mereka yang belum divaksin.
"Maka pesan utama kenapa masih harus tetap 3M paska vaksin ya itu, satu tidak terbukti mampu mencegah (infeksi virus SARS-CoV-2)," kata Ahmad kepada Kompas.com, Kamis (14/1/2021).
Alasan kedua adalah kerja vaksin Covid-19 yang ada saat ini memang bisa mencegah atau melindungi penerima vaksin dari potensi terjadinya gejala-gejala yang berat jika sampai terinfeksi virus SARS-CoV-2.
Nah, dengan begitu potensi tertular dan menularkan ke orang lain terutama untuk mereka yang belum divaksin Covid-19 juga masih bisa terjadi.