Virus Corona
Mengapa Wanita Hamil Dilarang Jadi Pendonor Plasma Konvalesen? Ini Penjelasan Ahli
Plasma konvalesen menjadi hal yang banyak dicari ketika kasus Covid-19 kian melonjak.
Editor: galuh palupi
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Plasma konvalesen menjadi hal yang banyak dicari ketika kasus Covid-19 kian melonjak.
Donor darah plasma konvalesen dilakukan oleh penyintas Covid-19 yang dipercaya telah memiliki antibodi terhadap virus.
Antibodi tersebut dapat membantu penderita Covid untuk sembuh.

Namun, tak semua penyintas bisa menjadi pendonor darah plasma konvalesen.
Satu golongan yang tak diperbolehkan adalah wanita hamil.
Bukan tanpa alasan jika wanita hamil dilarang untuk mendonorkan plasma konvalesen.
Ahli Terapi Plasma Konvalesen (TPK) Dr dr Theresia Monica Rahardjo SpAn KIC MSi mengatakan, pendonor lebih diutamakan laki-laki atau wanita yang single.
Baca juga: TIPS Cepat Sembuh Pasien Covid-19 yang Isoman, Konsumsi 2 Vitamin dan Mineral Ini, Lihat Dosisnya
"Tidak boleh wanita yang sudah hamil melahirkan atau keguguran karena demi keamanan dan keselamatan penerima plasma," dr Monica dalam perbincanganpya bersama Tribun Network, Jumat (16/7/2021).
Dr Monica menerangkan, wanita yang hamil, melahirkan, dan keguguran memiliki salah satu faktor yang bisa menyebabkan reaksi alergi pada penerimanya, reaksi alergi berat pada paru-paru yakni faktor HLA.
"Rumit jika dijelaskan. Tapi memang terapi diberikan oleh pendonor yang diutamakan laki-laki," ujarnya.
Terapi ini telah mendapat persetujuan Emergency Use Authorization (EUA) dan Food and Drug Administration(FDA).
TPK direkomendasikan untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dengan gejala sedang hingga berat.
Ia memaparkan, terapi ini merupakan teknik memindahkan antibodi dari dalam plasma penyintas Covid-19 kepada pasien Covid-19 yang masih sakit.
Intinya booster antibodi atau antibodi instan yang dimasukan ke dalam tubuh pasien yang sakit.
Sehingga pasien memiliki antibodi tambahan untuk membasmi virus.
Diharapkan melalui terapi sederhana, spesifik, terjangkau, serta memiliki banyak sumber daya manusia ini, seorang pasien bergejala sedang hingga kritis dapat tertolong.
Meski demikian keberhasilan penerapan terapi tambahan Covid-19 ini dipengaruhi 3 faktor.
Baca juga: DOA Mohon Diberi Kesehatan Sekeluarga di Masa Pandemi Covid-19, Panjatkan 3 Kali Setelah Salat Fardu
Mulai dari dosis, kadar antibodi, dan pemberian plasma diwaktu yang tepat.
Banyak Salah Informasi Soal Plasma Konvalesen, Bukan Hanya Kritis
Banyak informasi mengenai TPK yang beredar sering kali misinformasi.
Padahal keberhasilan penerapan terapi tambahan Covid-19 ini dipengaruhi 3 faktor.
Mulai dari dosis, kadar antibodi, dan pemberian plasma diwaktu yang tepat.
Hal itu disampaikan dr Monica dalam perbincangannya bersama Tribun Network, Jumat (16/7/2021).
"Sering salah juga, salah pemahaman di masyarakat kita, teman sejawat dokter misalnya kalau sudah kritis baru dikasih plasma, ya enggak begitu," ujarnya.

Ia memaparkan, terapi plasma konvalesen atau TPK merupakan teknik memindahkan antibodi dari dalam plasma penyintas Covid-19 kepada pasien Covid-19 yang masih sakit.
Intinya booster antibodi atau antibodi instan yang dimasukan ke dalam tubuh pasien yang sakit.
Sehingga pasien memiliki antibodi tambahan untuk membasmi virus.
Baca juga: LINK Daftar Donor Plasma Konvalesen untuk Pasien Covid-19, Ini Cara, Persyaratan hingga Alurnya
Diharapkan melalui terapi sederhana, spesifik, terjangkau, serta memiliki banyak sumber daya manusia ini, seorang pasien bergejala sedang hingga kritis dapat tertolong.
Lantas hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pemberian terapi ini:
Dosis yang Diberikan
dr Monica menjelaskan, pemberian dosis plasma sangat tergantung pada kondisi penerima TPK.
Semakin seorang pasien Covid-19 bergejala maka semakin banyak pula plasma yang dibutuhkan.
"Kalau misalnya stadium sedang umumnya dikasih 2 atau 3 kantong, kalau ada komorbid stadium berat itu sudah bisa 3-4 kantong, dan kalau stadium kritis bisa 5-6 ini," jelas dr Monica.
Kadar Antibodi Pendonor
Salah satu syarat pendonor plasma adalah penyintas COVID-19 dengan gejala sedang hingga berat.
Semakin berat gejala dialami penyintas maka diharapkan kadar antibodi yang terbentuk juga semakin banyak.
Kemudian, pendonor diutamakan pria atau wanita yang single belum pernah hamil, melahirkan, ataupun keguguran.
"Karena skrining awal pendonor adalah memiliki antibodi atau tidak," ujarnya.
Disampaikan dr Monica, meski belum ada penelitian lebih lanjut terkait kadar antibodi spesifik yang terbentuk dari seorang penyintas, PMI membatasi hanya pendonor bergejala sedang sampai kritis yang diterima.
"Dan waktunya 3-4 bulan, karena antibodi dalam kadar maksimal stabil selama 3-4 bulan," ungkapnya.
Baca juga: DOA Mohon Diberi Kesehatan Sekeluarga di Masa Pandemi Covid-19, Panjatkan 3 Kali Setelah Salat Fardu
*Waktu Pemberian Plasma*
dr Monica menjelaskan, masyarakat sering kali salah kaprah terkait waktu pemberian plasma.
Kebanyakan saat pasien kritis baru mencari, padahal terapi ini sangat dianjurkan diberikan di awal pengobatan.
"Terapi plasma konvalesen atau TPK itu diberikan terutama pada pasien stadium Covid-19 Sedang. Pedomannya seperti apa? Kalau nafasnya sudah mulai sesak, susah napas nggak enak itu udah lebih dari 20 kali per menit itu udah merupakan salah satu indikasi mendapatkan plasma," ujarnya.
Kemudian, suhu tubuh tinggi yang tidak kunjung turun serta pasien memiliki komorbid kencing manis, darah tinggi, maupun obesitas.
"Lebih baik dini, kapan? satu minggu pertama kalau demam, paling telat 3 hari sejak nafas, saat merasa tidak enak atau sesak," kata dia.
Ia mengatakan, ketika pasien kritis baru diberikan plasma maka organ vital seperti paru-paru, jantung, dan lainnya telah rusak karena Covid-19.
"Karena prinsipnya antibodi dari plasma ini untuk membasmi virusnya bukan memperbaiki organ yang rusak. Jadi kalau dikasih saat kritis ya virusnya hilang oleh antibodi di dalam plasma tapi organ yang rusak akan bisa kembali," terangnya. (Tribunnews)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ibu Hamil Dilarang Jadi Pendonor Plasma Konvalesen, Mengapa? Ini Penjelasan Ahli