Tragedi Sekeluarga Tewas
BUKTI Baru Terkuak, Pakar Curiga Keluarga di Kalideres Pengikut Santhara: Berhenti Makan Sampai Mati
Polisi menemukan buku-buku berbagai agama di rumah keluarga yang tewas misteruius di Kalideres, Jakarta Barat. Pakar menduga mereka penganut Santhara
Editor: octaviamonalisa
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Tewasnya satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat masih menyisakan tanda tanya besar.
Namun meski begitu, polisi mulai menemukan bukti-bukti baru yang dirasa menjadi petunjuk tewasnya satu keluarga di Kalideres ini.
Salah satunya, polisi menemukan buku-buku berbagai agama di rumah keluarga tersebut.
Ketua Kompolnas, Benny Mamoto meminta agar polisi memperhatikan betul buku-buku berbagai agama miliki keluarga itu.
Baca juga: 4 Kejanggalan Kematian Satu Keluarga: Temuan Buku, Kaki Terbungkus Plastik hingga Posisi Gembok

"Di TKP juga ditemukan buku-buku berbagai macam agama, ini penyidik perlu mendalami, apakah ada coretan atau garis bawah kalimat.
"Jika menemukan bacaan yang dapat dijadikan pendukung maka akan memperkuat (motif kematiannya)," ungkap Benny Mamoto.
Pasalnya, muncul dugaan publik, bahwa mungkin saja keluarga itu memiliki paham tertentu.
Sementara itu, Pakar Forensik Emosi dan Trainer Investigasi Handoko Gani, menduga penyebab meninggalnya satu keluarga di Perumahan Citra Garden Extension Blok AC5 Nomor 7, Kecamatan Kalideres, Kakarta Barat, ada kaitannya dengan kepercayaan tertentu.
Menurut Handoko, ada sebuah kepercayaan di India bernama Santhara, yakni fasting to dead atau bersumpah untuk berhenti makan sampai benar-benar meninggal.
Diketahui, Santhara merupakan bagian dari Jainisme, salah satu agama tertua di dunia.
Baca juga: Tadinya Cantik Tukang Jamu Syok, Anak Keluarga Kalideres Pucat Sebelum Tewas: Badan Kecil Banget
"Kalau dugaan saya lebih kepada kepercayan tertentu yang dianut, sehingga memutuskan bunuh diri, itu lebih cocok ya menurut saya," ujar Handoko saat dihubungi, Senin (14/11/2022).
"Mungkin ada keyakinan bahwa bunuh diri seperti itu adalah sebuah jalan hidup yang mulia dan diperbolehkan. Nah itu harus diselidiki.
Apakah ada kaitannya dengan kepercayaan tertentu?" lanjut Handoko.
Menurut Handoko, polisi perlu melakukan penyelidikan lebih lanjut, apakah orang pertama yang meninggal dalam keluarga tersebut adalah jenazah yang dipaksa dan disiksa untuk tidak makan?
Sementara sisanya, kata Handoko, merupakan orang yang memaksanya atau dalam tanda kutip membunuhnya.
Kemudian, karena kelainan jiwa atau menganut kepercayaan tertentu, orang tersebut akhirnya depresi atau alasan lain yang membuatnya memutuskan tidak makan.

"Itu memang menarik untuk dibedah.
Saya rasa yang sangat unik dan bisa dicek adalah otaknya," ujar Handoko.
"Karena ada teori-teori tertentu, yang menyatakan kelainan jiwa itu terkait dengan kelainan struktur tertentu di otak, nah apakah ada kolerasi ke sana? karena hanya itu petunjuk-petunjuk yang ada," lanjutnya.
Handoko mengatakan, pada kasus tersebut, jika di sekitar korban tidak ada jejak penyiksaan dan kekerasan, maka akan menjadi sebuah pertanyaan besar.
Apalagi, kata Handoko, tetangga sekitar tak mendengar emosi apapun yang dilontarkan empat orang tersebut sebelum meninggal, seperti teriakan atau tangisan.
"Ini pertanyaannya, apakah ada yg meminta mereka untuk tidak makan? Menjalani ritual tertentu sehingga tidak makan dan meninggal?" Kata Handoko.
Namun, menurut Handoko, apabila benar sebuah kepercayaan, apakah penganutnya empat orang tersebut atau hanya orang terakhir yang hidup saja?
Baca juga: TERUNGKAP Misteri Kapur Barus & Bedak Bayi di Rumah Keluarga Tewas di Kalideres, Polisi Beber Fakta
"Kenapa indikasinya orang terakhir? karena dia yang memaska, menjalani, dan dia yang menyaksikan dua orang pertama menjadi korban meninggal.
Baru kemudian, dia mungkin mengalami kelainan mental dan menjadi depresi, frustasi, sehingga ikut tidak makan juga," jelas Handoko.
"Itu yang lebih masuk akal, daripada mempercayai keempatnya. Namun, bukan berarti tidak mungkin," lanjutnya.
Handoko melanjutkan, kemungkinan tersebut bisa saja sama seperti kepercayan tertentu atau terorisme, suami yang meyakinkan isterinya dulu, baru keluarganya.
Pada kasus ini, kata Handoko, bisa jadi ada yang mengikut.
Seperti, suami yang ikut paman, dan lain sebagainya.
"Santhara itu tadi saya bilang, fasting to dead.
Jadi menarik untuk digali," ujar Handoko.

Handoko mengatakan, alasan kelainan mental karena menganut kepercayaan tertentu, itu bisa saja terjadi.
Menurutnya, jika polisi benar-benar bisa menggali soal kepercayaan, maka titik terang tersebut segera terpecahkan.
"Kalau sampai ada kepercayaan itu di Indonesia, tidak mungkin kan penganutnya hanya empat orang?," ujarnya.
Menurutnya, pasti ada dalang yang mengajarkannya.
Sementara, jika bukan karena kepercayaan, katakanlah pembunuhan atau keracunan.
Maka motif-motif, jejak, serta barang buktinya harus ditemukan.
Terlebih, rumah dalam keadaan rapih, tanpa ada bekas kekerasan atau kejahatan tertentu.
Sehingga, kata Handoko, salah satu yang paling membantu untuk melacak dan memecahkan kasus tersebut adalah alat komunikasi yang digunakannya.
"Pasti ada jejak komunikasinya, itu salah satu cara untuk membuktikan bahwa ada kelainan mental atau keunikan kepercayaan yang dianutnya," jelas Handoko.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Muncul Dugaan Baru, Pakar Forensik Sebut Satu Keluarga Tewas di Kalideres Anut Kepercayaan Santhara