Tragedi Sekeluarga Tewas
Eks Ketua RT Ungkap Masa Lalu Keluarga Tewas di Kalideres, Terkuak Ortu Dulu Juga Meninggal Tragis
Mantan ketua RT ungkap masa lalu keluarga yang tewas di Kalideres. Ternyata dulu orangtuanya juga tewas secara tragis.
Editor: octaviamonalisa
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Mantan ketua RT tempat satu keluarga tewas di Kalideres, Jakarta Barat mengungkap fakta mencengangkan.
Muhammad Mundji (70) mantan ketua RT 007 RW 003 Gunung Sahari Utara, Jakarta Pusat mengungkap keluarga yang tewas di Kalideres sebelumnya sempat tinggal di wilayahnya.
Keluarga tersebut sempat tinggal di Gunung Sahari Utara sampai tahun 1997.
Mundji mengaku dirinya mengenal baik Tan Giok Tjin, ayah dari Rudyanto dan Budianto Gunawan, dua dari empat anggota keluarga yang ditemukan tewas di Kalideres, Jakarta Barat.
Baca juga: 4 Kejanggalan Kematian Satu Keluarga: Temuan Buku, Kaki Terbungkus Plastik hingga Posisi Gembok

Sama seperti keterangan para tetangga di Kalideres, Mudji juga menyebut keluarga Rudyanto ini tertutup sejak tinggal di wilayahnya.
Mereka tak pernah bersosialisasi kepada tetangga di sebelah kiri dan kanannya.
Bahkan, mereka juga tak mengacuhkan ayahnya sendiri, Tan ketika sakit.
Pada tahun 1997, Tan Giok Tjin sempat terpeleset dari kamar mandi rumahnya.
Tan mengeluh kesakitan dan sulit berjalan.
Dia hanya bisa terbaring di kamar tidur.
Baca juga: Tadinya Cantik Tukang Jamu Syok, Anak Keluarga Kalideres Pucat Sebelum Tewas: Badan Kecil Banget
Namun, cerita Mundji, anak-anaknya hingga mantu tak ada yang mengurusi ayahnya saat sakit.
"Ya itu lah gara-gara enggak ngerawat ayahnya yang jatuh.
Cuek sampai sakit di kamar.
Istrinya Tan datang ke saya minta tolong," katanya saat ditemui TribunJakarta.com di Gang Lilin 11, Gunung Sahari Utara, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Rabu (16/11/2022).
Mundji kerap diminta belikan obat oleh istri Tan.
Selain itu, ia juga pernah mengantarkan Tan ke rumah sakit naik bajaj oren.
"Anaknya enggak pernah ngurus. Anak kandung loh itu," tambahnya.

Dalam kesaksiannya, tak pernah anak-anak Tan membawa sang ayah ke rumah sakit atau tempat urut.
Tiba-tiba, Mundji mendapatkan kabar dari istri Tan bahwa Tan sudah meninggal.
"Kalau istrinya sakit karena mikirin suaminya kayaknya," katanya.
Puluhan tahun berlalu, Mundji yang saat ini sudah tak jadi Ketua RT itu mendapatkan kabar bahwa satu keluarga yang pernah dekatnya itu tewas misterius di Perumahan Citra Garden Satu Extension, Kalideres, Jakarta Barat.
Penyebab di balik tewasnya satu keluarga itu masih menyisakan misteri.
Polisi masih melakukan penyelidikan terkait kasus tersebut.
Baca juga: Dokter Forensik Duga Satu Keluarga Tewas Diracun, Pelaku Bunuh Diri: Pembunuhnya Ada di dalam Situ
Mundji seketika terbersit dengan cerita perlakuan mereka terhadap orang tuanya itu.
"Kalau saya bilang ini meninggal karena durhaka sama keluarganya.
Mereka orang yang berkecukupan enggak mungkin meninggal karena kelaparan.
Bagi saya itu karma sama orang tua," pungkasnya.
BUKTI Baru Terkuak, Pakar Curiga Keluarga di Kalideres Pengikut Santhara: Berhenti Makan Sampai Mati
Sementara itu, Pakar Forensik Emosi dan Trainer Investigasi Handoko Gani, menduga penyebab meninggalnya satu keluarga di Perumahan Citra Garden Extension Blok AC5 Nomor 7, Kecamatan Kalideres, Kakarta Barat, ada kaitannya dengan kepercayaan tertentu.
Menurut Handoko, ada sebuah kepercayaan di India bernama Santhara, yakni fasting to dead atau bersumpah untuk berhenti makan sampai benar-benar meninggal.
Diketahui, Santhara merupakan bagian dari Jainisme, salah satu agama tertua di dunia.
"Kalau dugaan saya lebih kepada kepercayan tertentu yang dianut, sehingga memutuskan bunuh diri, itu lebih cocok ya menurut saya," ujar Handoko saat dihubungi, Senin (14/11/2022).
"Mungkin ada keyakinan bahwa bunuh diri seperti itu adalah sebuah jalan hidup yang mulia dan diperbolehkan. Nah itu harus diselidiki.
Apakah ada kaitannya dengan kepercayaan tertentu?" lanjut Handoko.
Menurut Handoko, polisi perlu melakukan penyelidikan lebih lanjut, apakah orang pertama yang meninggal dalam keluarga tersebut adalah jenazah yang dipaksa dan disiksa untuk tidak makan?
Sementara sisanya, kata Handoko, merupakan orang yang memaksanya atau dalam tanda kutip membunuhnya.
Kemudian, karena kelainan jiwa atau menganut kepercayaan tertentu, orang tersebut akhirnya depresi atau alasan lain yang membuatnya memutuskan tidak makan.

"Itu memang menarik untuk dibedah.
Saya rasa yang sangat unik dan bisa dicek adalah otaknya," ujar Handoko.
"Karena ada teori-teori tertentu, yang menyatakan kelainan jiwa itu terkait dengan kelainan struktur tertentu di otak, nah apakah ada kolerasi ke sana? karena hanya itu petunjuk-petunjuk yang ada," lanjutnya.
Handoko mengatakan, pada kasus tersebut, jika di sekitar korban tidak ada jejak penyiksaan dan kekerasan, maka akan menjadi sebuah pertanyaan besar.
Apalagi, kata Handoko, tetangga sekitar tak mendengar emosi apapun yang dilontarkan empat orang tersebut sebelum meninggal, seperti teriakan atau tangisan.
"Ini pertanyaannya, apakah ada yg meminta mereka untuk tidak makan? Menjalani ritual tertentu sehingga tidak makan dan meninggal?" Kata Handoko.
Namun, menurut Handoko, apabila benar sebuah kepercayaan, apakah penganutnya empat orang tersebut atau hanya orang terakhir yang hidup saja?
Baca juga: TERUNGKAP Misteri Kapur Barus & Bedak Bayi di Rumah Keluarga Tewas di Kalideres, Polisi Beber Fakta
"Kenapa indikasinya orang terakhir? karena dia yang memaska, menjalani, dan dia yang menyaksikan dua orang pertama menjadi korban meninggal.
Baru kemudian, dia mungkin mengalami kelainan mental dan menjadi depresi, frustasi, sehingga ikut tidak makan juga," jelas Handoko.
"Itu yang lebih masuk akal, daripada mempercayai keempatnya. Namun, bukan berarti tidak mungkin," lanjutnya.
Handoko melanjutkan, kemungkinan tersebut bisa saja sama seperti kepercayan tertentu atau terorisme, suami yang meyakinkan isterinya dulu, baru keluarganya.
Pada kasus ini, kata Handoko, bisa jadi ada yang mengikut.
Seperti, suami yang ikut paman, dan lain sebagainya.
"Santhara itu tadi saya bilang, fasting to dead.
Jadi menarik untuk digali," ujar Handoko.

Handoko mengatakan, alasan kelainan mental karena menganut kepercayaan tertentu, itu bisa saja terjadi.
Menurutnya, jika polisi benar-benar bisa menggali soal kepercayaan, maka titik terang tersebut segera terpecahkan.
"Kalau sampai ada kepercayaan itu di Indonesia, tidak mungkin kan penganutnya hanya empat orang?," ujarnya.
Menurutnya, pasti ada dalang yang mengajarkannya.
Sementara, jika bukan karena kepercayaan, katakanlah pembunuhan atau keracunan.
Maka motif-motif, jejak, serta barang buktinya harus ditemukan.
Terlebih, rumah dalam keadaan rapih, tanpa ada bekas kekerasan atau kejahatan tertentu.
Sehingga, kata Handoko, salah satu yang paling membantu untuk melacak dan memecahkan kasus tersebut adalah alat komunikasi yang digunakannya.
"Pasti ada jejak komunikasinya, itu salah satu cara untuk membuktikan bahwa ada kelainan mental atau keunikan kepercayaan yang dianutnya," jelas Handoko.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dan Wartakotalive.com dengan judul 1 Keluarga di Kalideres Tewas Misterius, Eks Ketua RT Ungkap Perbuatan Masa Lalu: Karma dan Durhaka, Muncul Dugaan Baru, Pakar Forensik Sebut Satu Keluarga Tewas di Kalideres Anut Kepercayaan Santhara