Berita Viral
DULU Kuliah di UNS & UGM, Mueen Al Shurafa Jadi Dokter di Gaza, Kini Gugur Dibom Israel: Innalillahi
INNALILLAHI! Dokter Mueen gugur di Gaza dibom Israel, dulu mengenyam pendidikan di UNS dan UGM.
Penulis: Dika Pradana
Editor: Dika Pradana
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Menjadi alumni di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan Universitas Gajah Mada (UGM) di Yogyakarta, Mueen Al Shurafa yang sukses menjadi dokter di Palestina kini harus gugur terkena serangan bom tentara Israel di Gaza.
Sosok yang akrab disapa dr Mueen itu cukup lama menempuh pendidikan di Indonesia.
Ia mengenyam pendidikan S2 di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM pada tahun 2010.

Lalu ia melanjutkan kembali pendidikannya di UNS dengan mengambil program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi pada tahun 2013.
Di UNS, dr Mueen berkuliah dengan beasiswa dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI).
Sosok dr Mueen Al Shurafa SpAn dikabarkan gugur meninggal dunia dan informasinya telah beredar di media sosial Twitter atau X.
Kabar ini diungkapkan pertama kali oleh salah seorang dokter anastesi, dr Novierta Prima Kusumandaru atau lebih dikenal dengan dr Aan melalui akun X pribadinya.
Baca juga: SOSOK Shella Saukia, Crazy Rich Aceh Dulu Tinggal di Rumah Bantuan Tsunami: Donasi Rp 1 M untuk Gaza
Baca juga: BERGETAR Hati Abu Saher Pengurus Jenazah di Gaza, Sehari Kafani 100 Mayat, Tubuh Hancur Dibom Israel
Dalam cuitannya, ia menjelaskan, bahwa dr Mueen Al Shurafa meninggal dunia setelah rumahnya terkena bom oleh Israel.
“Innalillahi wainaillahirajiun. Telah berpulang dr Mueen Al Shurafa, spesialis anestesi palestine lulusan indonesia. Rumahnya terkena bom Israel. InsyaAllah Syahid,” tulis Aan dalam cuitannya, Senin (6/11/2023).
Cuitan serupa juga dituliskan langsung oleh Dokter spesialis penyakit dalam, Prof Zubairi Djoerban.
Ia mencuit info yang sama kalau dr Mueen Al Shurafa telah meninggal dunia.
“Innalillahi wainaillahirajiun. Telah berpulang dr Mueen Al Shurafa, Dokter Spesialis Anestesi di Palestina, Alumnus Fakultas Kedokteran UNS 2018, setelah rumahnya terkena bom,” tulis Prof Zubairi.
Diketahui, Mueen Al Shurafa adalah seorang dokter yang juga lulusan dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS).

Berdasarkan keterangan akun resmi UNS, ia merupakan lulusan Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi, Fakultas Kedokteran pada tahun 2018.
Sementara itu, dalam menempuh pendidikannya di UNS, Mueen Al Shurafa diketahui juga mendapat beasiswa dari organisasi Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI).
Setelah lulus dari UNS, ia memilih untuk mengabdikan dirinya di Gaza Palestina.
Bahkan, meskipun mengabdikan gaza Palestina, Mueen Al Shurafa juga masih sering melakukan kontak baik dengan Dokter Aan Kusumandaru maupun organisasi BSMI.
Dalam keterangan organisasi BSMI sendiri, Mueen Al Shurafa belum lama ini mengabarkan mengenai korban dari bom fosfor di Palestina.

Oleh sebab itu, meninggalnya Mueen Al Shurafa sendiri dinilai cukup mengejutkan.
Sementara itu, berdasarkan keterangan akun X @afifahafra79 yang juga CEO Indiva Media Kreasi menjelaskan, akhir-akhir ini Mueen Al Shurafa juga kerap membagikan kabar banyaknya korban di Palestina.
Bahkan, banyak korban meninggal dunia dengan kondisi yang mengerikan.
Tidak hanya itu, Afifah menjelaskan, setelah lulus Mueen Al Shurafa juga mendapat tawaran kerja di Indonesia.
Bahkan, anak-anaknya yang bernama Ziyad dan Manal juga ditawari tinggal di Indonesia sementara waktu.
Namun, Mueen Al Shurafa dan istri memilih kembali ke Gaza dan menjaga Masjid Al Aqsa.
BERGETAR Hati Abu Saher Pengurus Jenazah di Gaza, Sehari Kafani 100 Mayat, Tubuh Hancur Dibom Israel
Bergetar hati Abu Saher al-Maghari dalam sehari kini bisa mengurusi 100 lebih jenazah korban kebrutalan Israel di Gaza, Palestina.
Baginya, tak ada waktu untuk menangisi jasad korban perang yang begitu banyak.
Sebelum konflik memanas, Abu Saher al-Maghari hanya mengurus 30-50 mayat dalam sehari.

Kini, dirinya mengkafani 100 lebih jenazah di Gaza yang mayoritas atas warga sipil Palestina.
Sejak konflik memanas pada 7 Oktober 2023, Abu Saher al-Maghari menjadi pria paling sibuk di Gaza.
Setiap hari, Abu Saher al-Maghari mengurus dengan lembut jenazah korban serangan Israel yang tiba di RS Syuhada Al-Aqsa di Jalur Gaza Tengah.
Di dalam sebuah ruangan kecil, ia dengan telaten membungkus para jenazah tersebut.
Dikutip dari AlJazeera, Abu Saher al-Maghari yang berusia 53 tahun, sudah 15 tahun terakhir membungkus jenazah menggunakan kain kafan.
Baca juga: PENAMPAKAN Terowongan Bawah Tanah di Gaza, Bikin Israel Ketar-ketir Lumpuhkan Hamas: Panjang & Rumit
Baca juga: SOSOK Sheikh Ahmed Yassin, Pendiri Hamas yang Lumpuh tapi Mampu Perang Lawan Israel dari Kursi Roda
Tetapi, sejak serangan Israel di Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023 lalu,Abu Saher al-Maghari menyaksikan gelombang besar jenazah berdatangan ke rumah sakitnya.
Bahkan, banyak dari jenazah tersebut dalam keadaan tidak utuh.
Saat ditanya soal jenazah yang dilihatnya, Abu Saher al-Maghari menangis.
"Saya belum pernah mengalami masa sulit seperti ini dalam hidup saya," ujar al-Maghari sambil menyeka air mata.
"Selama bertahun-tahun saya bekerja, saya selalu membungkus 30 hingga maksimal 50 jenazah yang mati secara alami, setiap hari." bebernya.
"Dalam kasus eskalasi militer sebelumnya, jumlahnya mungkin mencapai sekitar 60." tutupnya.
Kini, ia membungkus sekitar 100 jenazah, terkadang jumlahnya bisa bertambah hingga 200, tergantung pada intensitas pemboman dan wilayah yang menjadi sasaran serangan udara Israel.

"Sebagian besar jenazah tiba di rumah sakit dalam kondisi sangat buruk," kata dia.
"Anggota tubuh robek, memar parah, dan luka dalam di sekujur tubuh." tambahnya.
"Saya belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya," imbuh dia.
Dibeberkannya, jenazah yang paling banyak diterima Abu Saher al-Maghari adalah anak-anak dan perempuan.
"Yang paling menyedihkan bagi saya adalah saat membungkus (jenazah) anak-anak," ucap al-Maghari.
"Hati saya hancur saat saya mengumpulkan anggota badan (jenazah) anak-anak yang terkoyak dan memasukkannya ke dalam satu kain kafan. Apa yang telah mereka lakukan?" imbuh dia.
Al-Maghari yang terkadang bekerja dengan asistennya, membungkus jenazah yang tiba di rumah sakit.
Baca juga: PECAH TANGIS Jurnalis di Gaza:Kemarin Saya Tangisi Anak Orang Lain Tiada, Hari Ini 4 Anakku Tewas!

Ia memulai kegiatannya sekitar pukul enam pagi hingga delapan malam, tanpa henti.
"Saya memulai hari saya dengan membungkus orang mati dan terbunuh, mulai jam enam pagi sampai jam delapan malam tanpa henti," kata dia kepada AlJazeera setelah mencuri waktu sejenak untuk salat Asar.
Beberapa jenazah yang tiba sudah dalam kondisi membusuk dengan tulang terlihat, setelah berhari-hari tergeletak di bawah reruntuhan bangunan yang dibom.
Selain itu, ada pula jenazah yang tiba dalam keadaan tercabik-cabik, beberapa terbakar, hingga tak bisa dikenali lagi, kisah al-Maghari.
Luka-luka yang ada di para jenazah sangat asing bagi al-Maghari.
Hal itu membuat dirinya bertanya-tanya apakah rudal dan bahan peledak yang digunakan Israel berbeda dari serangan sebelum-sebelumnya.
Tetap Totalitas Meski 'Diserbu'
Meski menghadapi kengerian setiap harinya, al-Maghari tetap menjalankan pekerjaannya seperti biasa.
Ia merasa yakin, anggota keluarga harus memiliki hak untuk mengucapkan selamat tinggal kepada orang yang mereka cintai.
"Misi saya memberi saya tantangan besar," ujarnya.
"(Para) orang tua di Gaza menjadi gila karena keseidhan mereka. Berteriak dan menangis untuk anak mereka."
"Jadi saya mencoba untuk berbelas kasih semampu saya dan berusaha membuat jenazah terbungkus rapi, sehingga mereka (keluarga korban) bisa mengucapkan selamat tinggal," tutur dia.
Al-Maghari berusaha semaksimal mungkin membungkus jenazah korban serangan Israel, layaknya orang meninggal pada umumnya.
Ia akan menyeka darah dan debu, kemudian menuliskan nama korban di kain kafannya.

"Momen perpisahan terakhir ini selalu memilukan dan kejam." tuturnya.
"Kadang-kadang, saya menerima jenazah yang tak memiliki ciri-ciri karena hancur terkena ledakan." tambahnya.
"Di sini, saya membungkuskan kain kafan hingga tertutup agar anggota keluarga tidak mengingat orang yang mereka cintai dalam keadaan yang begitu gamblang," urai al-Maghari.
Seringkali al-Maghari membungkus jenazah di dalam ambulans yang tiba di rumah sakit karena terlalu sulit untuk membawa potongan-potongan tubuh tersebut ke ruang kerjanya untuk dicuci dan dikafani.
Al-Maghari mengatakan, jumlah jenazah yang tiba di RS Syuhada Al-Aqsa bertambah dua kali lipat setelah adanya pengungsian massal warga Kota Gaza ke kota-kota di Jalur Gaza selatan, yang meningkat setelah 13 Oktober.
“Setiap hari, perempuan, laki-laki, dan anak-anak, semuanya warga sipil, terbunuh dalam serangan Israel terhadap rumah atau tempat umum mereka atau saat bepergian ke selatan,” katanya.
"Tidak Ada Waktu untuk Menangis" lanjutnya.
Al-Maghari percaya mendiskusikan dampak pekerjaan ini terhadap kesehatan mentalnya adalah sebuah “kemewahan”, mengingat kondisi bencana yang dialami sektor kesehatan.
“Menghadapi banyaknya jenazah yang robek dan terbakar yang sebagian besar adalah anak-anak, memerlukan ketangguhan psikologis tingkat tinggi yang tidak dimiliki setiap manusia,” ujarnya.
"Saya menghadapi ujian nyata setiap hari. Tidak ada waktu untuk menangis atau putus asa pada saat yang sama, tetapi kita hanyalah manusia," tegas al-Maghari.
"Pekerjaan Al-Maghari dalam kondisi berbahaya ini tidak memberinya kesempatan untuk memikirkan keluarganya, yang tinggal di kamp pengungsi Nuseirat di pusat Kota Gaza." ujarnya.
“Seperti semua orang tua, saya mengkhawatirkan keluarga saya, tetapi saya hampir tidak bisa berkomunikasi dengan mereka atau merasa tenang,” kata ayah lima anak ini.
“Ketika saya kembali ke rumah, saya tidak dapat berbicara dengan keluarga saya sama sekali,” tambahnya.
“Yang saya minta dari mereka hanyalah tinggalkan saya sendiri, meski mereka merindukan saya. Itu di luar kendali saya.” imbuhnya.
Ketika pemboman dan serangan darat Israel terus berlanjut, dia tahu ada kemungkinan serangan Israel dapat terjadi di wilayah yang lebih dekat dengan wilayahnya.
“Saya sering membayangkan anak-anak saya bisa menjadi korban yang saya kafani kapan saja,” kata al-Maghari.
“Semua orang menjadi sasaran, tanpa kecuali.” pungkasnya.
(TribunnewsMaker.com/Dika Pradana)
Sumber: Tribunnewsmaker.com
Sosok Istri Ustaz Khalid Basalamah yang jarang Disorot, Ternyata Seorang Mualaf, Minta Dipoligami! |
![]() |
---|
Fakta Tewasnya Pensiunan Guru di Karanganyar Jateng, Pelaku Menantu Tetangganya, Residivis Jambret |
![]() |
---|
Pemicu Ledakan di Pamulang Tangsel Terungkap! Tidak Ditemukan Residu Bahan Peledak |
![]() |
---|
Siswi SMP di Rembang Jateng Bully Teman Sekelas, Diduga Rebutan Pacar yang Merupakan Adik Tingkat |
![]() |
---|
Malu! Bukan Kaya yang Didapat, Istri Sopir Bank Jateng yang Bawa Kabur Rp10 M Justru Menanggung Aib |
![]() |
---|