Palestina vs Israel
Derita Warga Gaza di Pengungsian, Kedinginan Diguyur Hujan Lebat & Terserang Wabah Penyakit Menular
Hujan membawa lumpur, banjir serta penyakit bagi ribuan pengungsi Palestina saat kondisi perang.
Editor: Sinta Manila
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Disaat perang Israel dan Hamas masih terus berkobar, ada warga Gaza yang sangat menderita.
Pasalnya di Gaza saat ini sudah masuk musim dingin, akan tetapi mereka tidak memiliki pakaian yang layak atau selimut untuk menghangatkan tubuh.
Selain itu, berada di tenda pengungsian saat hujan lebat membuat mereka kebanjiran dan terserah wabah menyakit.
Baca juga: Kekalahan Terburuk Israel, Belasan Pemimpin Tentara IDF Tewas di Gaza, Peringatan Hamas Terbukti
Hujan deras mengguyur bagian selatan Gaza pada hari Rabu (13/12/2023).
Hujan membawa lumpur, banjir serta penyakit bagi ribuan pengungsi Palestina.
Akibat serangan Israel, sebagian besar warga Palestina mengungsi dan tinggal di tenda darurat di sudut-sudut Jalur Gaza.
Baca juga: Didesak 153 Negara, Israel Ngeyel Lanjutkan Perang di Gaza, Dengan atau Tanpa Dukungan Internasional
“Kami tidak membawa pakaian musim dingin dari Kota Gaza ketika kami pergi lebih dari sebulan yang lalu,” kata Ramzi Mohammed (31), kepada The Washington Post melalui panggilan telepon.
Mohammed kini tinggal di Rafah bersama istri dan tiga anaknya.
“Satu-satunya hal yang kami lakukan di malam hari, yakni berpelukan agar hangat,” katanya.
"Tidak ada selimut yang dijual di pasar."
“Tetapi bahkan jika sudah tersedia, saya tidak mampu membelinya.”

Mengutip The Washington Post, model komputer menyimulasikan bahwa curah hujan 10 hingga 35 milimeter turun di Gaza saat zona bertekanan rendah menarik udara lembab dari pedalaman Mediterania.
Laporan dari Badan Meteorologi Israel menunjukkan bahwa angka tersebut terjadi di sebagian besar pantai Mediterania.
Ashkelon, sebuah kota Israel di utara Gaza, menerima 15,9 mm curah hujan.
Baca juga: 10 Tentara Israel Didominasi Perwira, Tewas Dalam Penyergapan oleh Pejuang Palestina di Shujaiya
Hujan yang terjadi di Israel dan Gaza biasanya terjadi antara bulan November dan Maret, yang umumnya dianggap sebagai musim hujan di wilayah tersebut.
Hujan dapat memperburuk masalah sistem layanan kesehatan yang sudah rapuh, ditambah dengan penyebaran penyakit dan kepadatan penduduk.
PBB menyebut situasi seperti ini sebagai “bencana kesehatan masyarakat.”
“Tempat penampungan sudah lama melebihi kapasitas maksimalnya, orang-orang mengantre berjam-jam hanya untuk menggunakan toilet – satu toilet tersedia untuk ratusan orang,” kata Lynn Hastings, koordinator kemanusiaan PBB untuk wilayah Palestina.
“Hal ini hanya menyebabkan krisis kesehatan.”

Hastings mengatakan perintah evakuasi Israel membahayakan operasi bantuan.
“Mencoba memberikan makanan kepada orang-orang yang berada di Rafah sangatlah sulit,” tambahnya.
Mahmoud Aziz (36), merupakan salah satu warga Palestina yang melarikan diri ke selatan menuju Rafah atas perintah Israel.
Dia sekarang tinggal di satu gedung dengan sekitar 70 orang.
Baca juga: IDF Diduga Sembunyikan Jumlah Korban, Media Israel: 20 Persen Tentara Tewas Tertembak Teman Sendiri
“Seluruh keluarga kami menderita diare yang sepertinya disebabkan oleh air yang kami minum, atau cuaca dingin,” katanya.
“Kami membiarkan jendela terbuka karena pemboman tersebut; kami takut terkena kaca kalau ada bom.”
Selama serangan darat di Gaza, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) memerintahkan penduduk untuk pindah ke bagian selatan menuju Khan Younis dan Rafah untuk berlindung.
Perang tersebut telah menewaskan sedikitnya 18.000 warga Palestina dan melukai 50.000 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Di wilayah Khan Younis, yang dulu dianggap aman, kini menjadi lokasi pertempuran paling sengit.
Sekitar 1,9 juta orang di Gaza – atau 90 persen populasi wilayah tersebut, menurut data PBB – telah mengungsi.
Banyak di antara mereka yang kini tinggal di tenda-tenda yang ditutupi selimut atau pakaian apa pun yang bisa mereka temukan.

Israel akan Tetap Melanjutkan Serangan
Sementara itu, Israel menegaskan kembali bahwa mereka akan melanjutkan perangnya di Jalur Gaza “dengan atau tanpa dukungan internasional”, Middle East Eye melaporkan.
Pernyataan itu dikeluarkan sehari setelah Presiden AS Joe Biden mengejutkan banyak orang dengan mengatakan bahwa sekutnya itu melakukan “pengeboman tanpa pandang bulu” terhadap wilayah kantong yang terkepung.
Sebuah jajak pendapat baru menunjukkan bahwa dukungan terhadap Hamas di kalangan warga Palestina, termasuk mereka yang berada di Jalur Gaza yang terkepung, meningkat.
Sekitar 90 persen warga Palestina menginginkan Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas mengundurkan diri.
Jajak pendapat yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina menggarisbawahi tantangan yang dihadapi AS dalam mendorong Otoritas Palestina untuk memimpin visi pasca-perang mengenai Gaza.
Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas, mengatakan di TV bahwa pengaturan apa pun di Gaza yang tidak melibatkan Hamas adalah “ilusi dan fatamorgana”.
Artikel diolah dari Tribunnews.com.
Sumber: Tribunnews.com
Detik-detik Kejadian Pria Israel Meledak Terkena Ranjau Darat saat Menendang Bendera Palestina |
![]() |
---|
Terungkap Sumber Pasokan Senjata Hamas, Ternyata dari Iran dan Pasar Gelap: Diselundupkan |
![]() |
---|
Toko Roti di Gaza Buka Kembali, Warga Rela Antre Berjam-jam, Sebelumnya Sempat Konsumsi Pakan Ternak |
![]() |
---|
Heboh! Bom-bom Israel Ditemukan di Sekolah-sekolah Gaza, Beratnya Bikin Terkaget-kaget: Total 453 Kg |
![]() |
---|
Ribuan warga Israel Unjuk Rasa, Tuntut Akhiri Perang Gaza, 'Orang Yahudi & Arab Tolak Bermusuhan' |
![]() |
---|