Breaking News:

Palestina vs Israel

Netanyahu akan Serang Rafah, Usir Warga Palestina yang Mengungsi, Joe Biden Sampai Marah: Berlebihan

Pengusiran dan pembersihan etnis berkedok serangan perlawanan pada Hamas itu dikecam dunia bahkan Joe Biden sendiri.

Editor: Sinta Manila
Kolase Istimewa
Warga Palestina berkumpul saat menunggu distribusi makanan di Rafah, Gaza selatan, pada bulan November. Netanyahu akan menyerang Rafah. 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Israel semakin di luar nalar karena mereka akan melakukan serangan ke Rafah tempat di mana para pengungsi Palestina tinggal.

Pengusiran dan pembersihan etnis berkedok serangan perlawanan pada Hamas itu dikecam dunia bahkan Joe Biden sendiri.

Lalu kemana para warga Palestina di Gaza akan pergi nantinya?

Baca juga: Houthi & Arab Siap Ngamuk Jika Israel Nekat Habisi Rafah, Pengungsian 1,4 juta Warga Palestina

Lebih dari separuh penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta jiwa telah mengungsi ke Rafah untuk menghindari pertempuran di daerah lain.

Netanyahu, dalam sebuah wawancara dengan NBC yang disiarkan pada hari Minggu, menegaskan operasi Rafah akan terus dilakukan "sambil memberikan jalan yang aman bagi penduduk sipil sehingga mereka dapat pergi".

Ketika ditanya tentang ke mana penduduk seharusnya pergi, Netanyahu mengatakan Israel telah mempersiapkan meskipun tengah menyusun rencana terperinci.

"Anda tahu, daerah yang telah kami bersihkan di utara Rafah, banyak daerah di sana. Namun, kami sedang menyusun rencana terperinci," kata Netanyahu.

Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, marah setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, perintahkan invasi Rafah, Gaza selatan.

Baca juga: Israel Ngamuk Bombardir Kamp Pengungsian di Rafah dengan Jet Tempur, Tidak Ada Lagi Tempat Aman

Foto dari udara menunjukkan tenda-tenda pengungsi Palestina di Kota Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, 31 Desember 2023. Di Rafah saat ini terdapat sekitar 1,4 juta warga Palestina mencari tempat berlindung yang aman setelah diusir dari rumah mereka akibat pemboman Israel.
Foto dari udara menunjukkan tenda-tenda pengungsi Palestina di Kota Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, 31 Desember 2023. Di Rafah saat ini terdapat sekitar 1,4 juta warga Palestina mencari tempat berlindung yang aman setelah diusir dari rumah mereka akibat pemboman Israel. (MAHMUD HAMS / AFP)

Kemarahan Joe Biden ini diungkapkan saat melakukan panggilan telepon dengan Netanyahu pada Minggu (11/2/2024).

Dalam percakapan 45 menit tersebut, Biden mengatakan kepada Netanyahu bahwa Israel tidak boleh melanjutkan operasi militer di Kota Rafah tanpa rencana yang "kredibel".

Dikutip dari The Times of Israel, Biden mengatakan rencana tersebut digunakan untuk melindungi warga Palestina yang berada di Kota Rafah.

Sebelumnya pada hari Kamis (8/2/2024), Biden telah memperingatkan Netanyahu, tanggapan Israel terhadap Gaza adalah "berlebihan".

Pemerintahan Biden juga mengkhawatirkan rencana masa depan Israel di Gaza, terutama mengingat penentangan Netanyahu terhadap negara Palestina di sana.

Baca juga: Israel Beri Jeda Kemanusiaan 4 Jam, Perbatasan Rafah Dibuka Kembali, Tidak akan Ada Gencatan Senjata

Mesir juga mengecam

Tak hanya Joe Biden, Kementerian Luar Negeri Mesir juga mengecam serangan Israel ke Rafah.

Mesir memperingatkan Israel akan adanya konsekuensi mengerikan bila Netanyahu tetap melanjutkan invasinya ke Rafah.

Dikutip dari The Jerusalem Post, mereka juga menyerukan komunitas internasional untuk bersatu mencegah serangan IDF terhadap Rafah.

Mesir bersikeras warga Palestina tidak diperbolehkan untuk melarikan diri melintasi perbatasannya dan memperingatkan terhadap pemindahan paksa penduduk.

Sebuah truk bantuan kembali setelah menurunkan bantuan kemanusiaan di perbatasan Rafah Mesir dengan Jalur Gaza, pada 2 November 2023. Kini Israel izinkan turk bahan bakar untuk memasuki Gaza atas permintaan AS.
Sebuah truk bantuan kembali setelah menurunkan bantuan kemanusiaan di perbatasan Rafah Mesir dengan Jalur Gaza, pada 2 November 2023. Kini Israel izinkan turk bahan bakar untuk memasuki Gaza atas permintaan AS. (AFP)

Dalam beberapa hari terakhir, para pejabat Mesir yang tidak disebutkan namanya juga telah memperingatkan perjanjian perdamaian Israel dengan Mesir pada 1979 bisa berada dalam bahaya.

Dorongan Israel untuk melakukan operasi Rafah terjadi karena mereka berada di bawah tekanan internasional yang besar untuk menghentikan perang dan di tengah meningkatnya ketegangan dengan pemerintahan Biden.

Dalam wawancara dengan Radio Israel, Menteri Pertanian Israel, Avi Dichter (Likud), mengatakan Kairo tidak punya hak suara atas apa yang terjadi di Rafah, yang terletak dekat perbatasan Mesir dengan Gaza.

"Mesir punya banyak hal untuk dikatakan hingga Koridor Philadelphia," kata Dichter.

Dichter juga menjelaskan bahwa perjanjian Mesir dengan Israel memang memberikan masukan atas tindakan yang terjadi antara perbatasannya dan zona penyangga tersebut, namun tidak di Rafah, yang berada di Gaza.

"Mesir tidak mempunyai pendapat mengenai apa yang terjadi di Rafah," lanjut Dichter.

Lebih penting lagi, katanya, Israel ingin menempatkan Gaza, tentu saja Rafah, di dalam perbatasan Mesir, ketika mereka merundingkan perjanjian itu.

"Namun Mesir tidak setuju untuk menerima Jalur Gaza atau bagian darinya," ungkap Dichter.

Apa itu Koridor Philadelphia, 'tanah tak bertuan' di antara Gaza dan Mesir yang dianggap penting oleh Israel?
Apa itu Koridor Philadelphia, 'tanah tak bertuan' di antara Gaza dan Mesir yang dianggap penting oleh Israel? (BBC Indonesia)

Peringatan Keras Hamas

Hamas telah memberikan peringatan keras terhadap Israel bila mereka nekat menginvasi Kota Rafah di Gaza selatan.

Hamas memperingatkan, serangan Israel ke Kota Rafah dapat merusak perundingan pertukaran sandera dan gencatan senjata.

"Setiap serangan yang dilakukan tentara pendudukan di Kota Rafah akan menggagalkan perundingan pertukaran (sandera)," kata seorang pemimpin Hamas kepada AFP.

Padahal, saat ini kerangka perundingan untuk membebaskan sandera yang tersisa telah memperlihatkan kemajuan selama beberapa minggu terakhir, kata seorang pejabat Gedung Putih.

Kesepakatan pembebasan sandera adalah fokus utama dari percakapan telepon selama 45 menit antara Biden dan Netanyahu pada hari Minggu (11/2/2024).

Biden mengatakan kepada Netanyahu bahwa kemajuan di Gaza tidak boleh dilanjutkan jika tidak ada rencana yang "kredibel".

Hal itu ditujukan untuk keamanan warga Palestina yang ada di Gaza selatan, kata Gedung Putih.

Sekitar 1,4 juta warga Palestina memadati Rafah, banyak yang tinggal di tenda-tenda sementara makanan, air dan obat-obatan semakin langka.

Dikutip dari Al Jazeera, mediator telah mengadakan perundingan baru di Kairo, Mesir untuk menghentikan sementara pertempuran.

Selain itu, pembebasan sandera sebanyak 132 orang yang menurut Israel masih di Gaza, juga menjadi pembicaraan dalam perundingan tersebut.

Hamas menyandera sekitar 240 sandera pada 7 Oktober, menurut otoritas Israel.

Sementara lusinan orang dibebaskan selama gencatan senjata satu minggu di bulan November.

Sayap militer Hamas pada hari Minggu mengatakan dua sandera tewas dan delapan lainnya terluka parah dalam pemboman Israel dalam beberapa hari terakhir.

Netanyahu telah menghadapi seruan untuk mengadakan pemilihan umum lebih awal dan meningkatnya protes atas kegagalan pemerintahannya membawa pulang para sandera.

Artikel diolah dari Tribunnews.com/Whiesa

Sumber: Tribunnews.com
Tags:
Benjamin NetanyahuJoe BidenRafah
Berita Terkait
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved