Breaking News:

Jadi Pasien Covid-19 Terlama di Dunia, Pria 72 Tahun Kini Meninggal Dunia, Terinfeksi 613 Hari

eorang pria berusia 72 tahun terinfeksi virus corona sejak Februari 2022 lalu, pria tersebut meninggal setelah berjuang selama 613 hari.

Editor: Sinta Manila
Kompas.com/ Garry Lotulung
Penggali Kubur Jenazah Covid-19. 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Seorang pria berusia 72 tahun terinfeksi virus corona sejak Februari 2022 lalu.

Pria tersebut meninggal setelah berjuang selama 613 hari untuk bisa sembuh dari Covid-19.

Ada banyak hal yang menyebabkan pasien tersebut gagal meningkatkan imunitas kuat yang berujung kehilangan nyawa.

Baca juga: Nasib Jenazah Iwan Casis TNI Dikubur di Pemakaman Covid 2022, Diduga Sebagai Mr X, Tak Ada keluarga

Seorang pasien Covid-19 dengan sistem kekebalan tubuh lemah telah menginkubasi strain virus baru yang bermutasi selama 613 hari sebelum meninggal dunia.

Pasien tersebut, seorang pria berusia 72 tahun dengan kelainan darah, gagal meningkatkan respons imun yang kuat terhadap beberapa suntikan vaksin Covid-19.

Dia akhirnya tertular varian omicron pada Februari 2022, seperti kata para peneliti di Pusat Pengobatan Eksperimental dan Molekuler (CEMM), University of Amsterdam, Belanda.

Berdasarkan laporan para peneliti, Kamis (18/4/2024), pria tersebut mengidap SARS-CoV-2 atau Covid-19 terlama hingga saat ini, meski beberapa kasus sebelumnya mencatatkan durasi infeksi ratusan hari.

Virus corona pada tubuh pasien tahan antibodi

Baca juga: Tak Perlu Panik, Kasus Infeksi Mycoplasma Pneumoniae Tingkat Fatalitas Lebih Rendah dari Covid-19

Gambar ini diambil pada 12 Juli 2021 menunjukkan botol vaksin virus corona COVID-19 Pfizer-BioNTech di atas meja di sebelah klinik rawat jalan Pusat Kardiovaskular di Pusat Medis Sheba dekat Tel Aviv, Israel.
Gambar ini diambil pada 12 Juli 2021 menunjukkan botol vaksin virus corona COVID-19 Pfizer-BioNTech di atas meja di sebelah klinik rawat jalan Pusat Kardiovaskular di Pusat Medis Sheba dekat Tel Aviv, Israel. (JACK GUEZ / AFP)

Diberitakan Time, virus corona pada tubuh pasien yang tidak disebutkan namanya ini mengembangkan resistansi terhadap sotrovimab, pengobatan antibodi Covid-19, dalam beberapa minggu.

Kondisi tersebut ditemukan setelah analisis terperinci terhadap spesimen yang dikumpulkan dari setidaknya dua lusin usap hidung dan tenggorokan.

Para peneliti mencatat, pasien yang terinfeksi dapat menghilangkan virus dalam jangka waktu beberapa hari hingga beberapa minggu.

Namun, individu dengan sistem kekebalan lemah seperti kasus ini dapat mengembangkan infeksi yang terus-menerus dengan replikasi dan evolusi virus yang berkepanjangan.

Pasien dalam kasus ini juga memiliki riwayat pengobatan untuk sindrom mielodisplasia, sekumpulan kelainan akibat pembentukan sel darah yang buruk atau tidak berfungsi dengan baik.

Sindrom tersebut tumpang tindih dengan mieloproliferatif, kanker darah langka karena tubuh memproduksi terlalu banyak sel darah merah, sel darah putih, atau trombosit.

Dua gangguan dalam darah tersebut membuat pasien mengalami imunokompromais atau sistem kekebalan tubuh yang melemah.

Ilustrasi pembuluh darah
Ilustrasi pembuluh darah (pxfuel)

Akibatnya, virus pada tubuh pasien melakukan lebih dari 50 mutasi. Bahkan, beberapa di antaranya menunjukkan peningkatan kemampuan untuk menghindari pertahanan kekebalan tubuh.

Meninggal karena kondisi kelainan darah

Para peneliti melaporkan, tidak ada respons klinis terhadap pengobatan yang diberikan oleh dokter.

"Pada akhirnya, pasien tersebut meninggal karena kondisi hematologisnya kambuh," kata peneliti merujuk pada kelainan darahnya, dikutip dari People.

Meski terinfeksi 613 hari hingga September 2023, para peneliti tidak menemukan adanya penularan yang terdokumentasi kepada orang lain.

Penggali Kubur Jenazah Covid-19.
Penggali Kubur Jenazah Covid-19. (Kompas.com/ Garry Lotulung)

Kendati demikian, kasus ini menggarisbawahi risiko infeksi SARS-CoV-2 yang persisten pada individu dengan sistem imun lemah.

Para peneliti turut menekankan pentingnya melanjutkan pengawasan genom terhadap evolusi Covid-19 pada orang dengan infeksi persisten atau terus-menerus.

Hal tersebut mengingat potensi ancaman kesehatan masyarakat karena varian virus yang dihasilkan masih memungkinkan untuk lolos ke masyarakat.

"Kami menekankan pentingnya melanjutkan pengawasan genom terhadap evolusi SARS-CoV-2 pada individu dengan gangguan sistem imun yang mengalami infeksi persisten," tutur peneliti.

(Tribunnewsmaker.com/Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Tags:
Covid-19virus coronameninggal
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved