Breaking News:

Pemilu 2024

Sidang Sengketa Pileg 2024, PDIP Minta MK Nol-kan Perolehan Suara PSI & Demokrat, Ditagih Bukti

PDIP minta Mahkamah Konstitusi (MK) hilangkan perolehan suara PSI dan Demokrat jadi nol, apa sebab?

Editor: Delta Lidina
Kompas.com/ Fitria Chusna
PDIP minta Mahkamah Konstitusi (MK) hilangkan perolehan suara PSI dan Demokrat jadi nol, apa sebab? 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Selesai untuk sidang sengketa Pilpres 2024, kini giliran sidang sengketa Pileg 2024 yang dilaksanakan.

Senin (29/4/2024) digelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota Provinsi Papua Tengah Tahun 2024.

Untuk hari ini dilakukan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.

Pada sidang sengketa tersebut, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), minta agar Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 untuk pemilihan anggota DPRD Provinsi Papua Tengah.

Di mana, MK diminta untuk membatalkan hasil pemilihan anggota DPRD Papua Tengah, Dapil Papua Tengah V (Kabupaten Mimika), DPRD Kabupaten Puncak Dapil II, III, dan IV, serta DPRD Provinsi Papua Tengah Dapil Papua Tengah III, Kabupaten Puncak.

Bahkan, PDIP dalam petitumnya juga meminta untuk suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Demokrat dinihilkan di tingkat Kecamatan dan Provinsi.

Hal itu disampaikan oleh Kuasa Hukum PDIP, Wiradarma Harefa dalam sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2024 di Gedung MK, pada Senin (29/4).

Baca juga: Ekspresi Ganjar dan Anies saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres, Kompak: Saling Lirik dan Tertawa

“Menetapkan hasil perolehan suara yang benar untuk pemohon untuk pengisian keanggotaan DPRD Provinsi Papua Tengah, Dapil Papua tengah V untuk PDIP sebagai berikut; PDIP memperoleh suara D.

Hasil distrik atau kecamatan 36.753, D. Hasil provinsi 36.753 suara,” kata Wiradarma dalam persidangan.

Dia kemudian meminta perolehan suara PSI dinihilkan pada tingkat kecamatan dan provinsi.

Hal ini menurut dia berlaku juga bagi perolehan suara DPRD Partai Demokrat.

Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah Konstitusi (MK) (Tribunnews/Jeprima)

“Menetapkan parpol PSI perolehan suara (formulir) D hasil distrik kecamatan 0, perolehan suara (formulir) D hasil provinsi 0,” ungkap Wiradarma.

“Menetapkan Partai Demokrat perolehan suara (formulir) D hasil distrik kecamatan 0, perolehan suara (formulir) D Hasil provinsi 0.

Memerintahkan pada KPU untuk melakukan putusan ini. Apabila MK berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya,” sambung dia membacakan petitumnya.

Wiradarma dalam pokoknya juga meminta MK memerintahkan KPU segera mengeksekusi putusan yang diajukan.

“Memerintahkan kepada KPU untuk melakukan putusan ini.

Baca juga: Profil 3 Hakim Mahkamah Konstitusi yang Adili Sengketa Pilpres 2024, Tak Ada Lagi Nama Anwar Usman

Apabila MK berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya,” jelasnya.

Sementara, Hakim MK Guntur Hamzah pun meminta kepada pemohon untuk melengkapi bukti memperkuat permohonannya.

Sebab, dia menilai bukti merupakan hal penting agar hakim bisa memutus secara adil.

“Ini terkait suara PSI yang saudara nol-kan, ini untuk di daerah, saya perlihatkan data saudara supaya bisa saudara cross check.

Jadi, saudara nol-kan itu, di Dapil Papua Tengah V untuk PDI Perjuangan, nah ini saudara nol-kan suara PSI.

Nah ini saudara, saya cari bukti-bukti pendukung apakah benar ini anda sudah,” kata Guntur Hamzah.

Lebih lanjut, Hakim MK Arief Hidayat pun menyampaikan hal yang sama.

Dia menilai, pemohon juga harus menyertakan bukti pendukung permohonan secara lengkap.

“Alat bukti pemohon kalau tidak disampaikan di sidang pertama, sidang pendahuluan, maka akan menjadi penilaian hakim dalam sidang putusan,” kata Arief.

“Karena apa? Karena itu tidak bisa diverifikasi dan tidak bisa ditanggapi oleh pihak terkait dan termohon atau Bawaslu.

Jadi pemohon hendaknya dalam sidang ini sudah melengkapi bukti-bukti tambahan,” jelasnya.

66 Perkara Di Sidang Hari Pertama

Sidang hasil pemilihan umum (PHPU) Anggota DPR, DPD dan DPRD pada Pemilu tahun 2024 berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (29/4).

Agenda perdana hari ini adalah mendengar keterangan pemohon. Dalam jadwal sidang perdana yang dirilis oleh Mahkamah Konstitusi (MK), tercatat ada 66 sidang yang berlangsung dalam tiga panel hari ini.

Papua Tengah jadi provinsi yang paling banyak disidangkan sejauh ini.

Tercatat total 26 permohonan sengketa yang diajukan dari Provinsi Papua Tengah.

Kemudian di posisi kedua menyusul Provinsi Jawa Timur dengan total 14 permohonan sengketa dan posisi Riau di urutan ketiga dengan total 12 permohonan.

Kemudian untuk permohonan sengketa lainnya berasal dari, Banten (9), Jawa Tengah (7), Sulawesi Selatan (5 permohonan), Sumatra Barat (5), dan DI Yogyakarta (2).

Juru Bicara MK, Fajar Laksono mengatakan ada total 297 perkara PHPU Pileg 2024 yang dibagikan atas tiga panel.

Dalam prosesnya MK melakukan sidang per provinsi perkara.

“Ada panel 1 103 (perkara), panel 2 97 (perkara), panel 3 97 (perkara).

MK menyidangkan itu seperti halnya nomor perkaranya, jadi per provinsi,” ujar Fajar di kawasan Gedung MK, Jakarta, Senin (29/4).

“Misalnya hari ini di panel I Provinsi Banten, ada berapa partai politik yang mempersoalkan hasil pemilu di Provinsi Banten, begitu seterusnya.

Nanti Riau, nanti Jawa Timur,” dia menambahkan.

Sesuai aturan perundang-undangan, MK diberikan waktu untuk menyelesaikan perkara PHPU untuk jenis legislatif maksimal 30 hari kerja sejak perkara dicatat dalam e-BRPK.

Adapun berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2024, peradilan ini akan memutus perkara dimaksud paling lama, pada 10 Juni 2024.

Saksi Gerindra di Papua Tengah Tewas Jadi Korban Rekapitulasi yang Rusuh

Pada rapat pleno ini, Partai Gerindra menyebutkan saat proses rekapitulasi pihaknya mengalami kondisi rusuh di Provinsi Papua Tengah.

Akibat kerusuhan ini, menyebabkan saksi Gerindra jadi korban tewas.

Menurut salah satu kuasa hukum Partai Gerindra dalam proses rekapitulasi untuk perolehan kursi DPR RI itu pihaknya mengalami pengurangan suara.

"Bahwa penghilangan suara milik pemohon (Partai Gerindra) atau lebih tepatnya perampokan suara pemohon dilakukan dengan sangat biadab,

jauh dari prinsip demokrasi bahkan lebih tepat diistilahkan perbuatan kriminal dalam demokrasi," tutur salah seorang kuasa hukum Partai Gerindra yang tidak disebutkan namanya dalam ruang sidang pleno MK RI, Senin (29/4/2024).

Baca juga: PAN-Gerindra-Golkar Berebut Calon Wakil Gubernur di Pilkada Jatim 2024, Khofifah Pilih Siapa?

Tak hanya itu, proses rekapitulasi suara di provinsi tersebut menurut Partai Gerindra dilakukan secara tidak transparan.

Bahkan, mereka meyakini terdapat banyak partai politik yang perolehan suaranya beralih ke partai lain.

"Rekapitulasi di tingkat kabupaten kota dilaksanakan dengan cara serampangan, tidak transparan, sembunyi-sembunyi yang menyebabkan suara beberapa partai berpindah ke partai lain," ujar dia.

Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Achmad Sodiki ingatkan soal pemilu ulang jika gugatan Pilpres dikabulkan.
Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Achmad Sodiki ingatkan soal pemilu ulang jika gugatan Pilpres dikabulkan. (Tribunnews/Jeprima)

Dalam posisi ini, kuasa hukum Partai Gerindra tersebut menyatakan ada seorang saksinya yang meninggal dunia.

Hal itu disebabkan karena adanya kegiatan rekapitulasi yang rusuh sehingga korban mendapatkan lemparan batu di bagian kepala.

"Izin menambahkan sedikit yang mulia, bahwa pada proses pleno salah satu di Kabupaten Papua, tim saksi pemohon sampai meninggal akibat dilempar batu dan mengenai kepalanya, jadi pada saat itu kerusuhan yang mulia," ujar dia.

"Sampai meninggal?" tanya hakim MK RI Arief Hidayat di persidangan.

Baca juga: Profil 3 Hakim Mahkamah Konstitusi yang Adili Sengketa Pilpres 2024, Tak Ada Lagi Nama Anwar Usman

"Sampai meninggal," jawab kubu Gerindra.

"Ada bukti visum atau macam-macam itu ada enggak?" tanya lagi hakim Arief.

"Sudah, kami tadi sudah lampirkan," ujar kubu Gerindra.

"Itu saksi dari Partai Gerindra di tingkat provinsi?" tanya Hakim Arief lagi.

"Iya. Tadi kami sudah lampirkan di bukti yang mulia izin," ucap kubu Gerindra.

"Nanti itu dianu ya, apa betul pihak terkait atau termohon ya, Bawaslu, ini, penting itu Bawaslu untuk merespons sampai ada yang meninggal itu," timpal hakim Arief.

Sementara itu, dalam pokok permohonan atau petitum di gugatan ini, Partai Gerindra meminta agar termohon dalam hal ini KPU RI untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di Provinsi Papua Tengah.

Hal itu lantaran, hasil rekapitulasi suara Partai Gerindra untuk Pileg DPR RI di provinsi tersebut dinilai tidak sesuai dengan penghitungan dari pihaknya.

"Bahwa, perolehan suara sebagaimana di atas, adalah hasil yang tidak benar karena faktanya suara pemohon lebih dari 50.644 suara, bahkan dibanding calon-calon legislatif yang lain di Dapil Papua Tengah, pemohon memperoleh suara kedua terbanyak," ujar dia.

"Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang di wilayah pemilihan Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, dan Kabupaten Deiyai untuk pengisian calon Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Papua Tengah," ujar kubu Gerindra. (TribunNewsmaker | Tribunnews/Fransiskus Adhiyuda/Rizki Sandi Saputra)

Sumber: Tribunnews.com
Tags:
PDIPPSIPileg 2024Mahkamah Konstitusi
Berita Terkait
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved