Kabupaten Klaten
Cuma 30 Menit dari Klaten Kota, Ada Wisata Tradisional Sekaligus Penginapan, Cocok untuk Keluarga
Omah Trasan, wisata tradisional sekaligus penginapan hanya 30 menit dari Klaten Kota, Ada, sangat cocok untuk keluarga
Penulis: Talitha Desena Darenti
Editor: Talitha Desena
Omah Trasan, wisata tradisional sekaligus penginapan hanya 30 menit dari Klaten Kota, Ada, sangat cocok untuk keluarga
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Rumah tradisional di tengah pedesaan yang tenang di Dukuh Trasan, Kecamatan, Juwiring, Klaten..
Omah Trasan, adalah sebuah kawasan yang kental dengan nuansa budaya dan keaslian Jawa.
Rumah-rumah di sini mayoritas terbuat dari kayu jati dan mengusung gaya arsitektur limasan serta rumah panggung.
Suasananya yang asri, dikelilingi pepohonan dan dekat dengan aliran sungai, menjadikannya tempat yang cocok untuk melepas penat.
Kini, Omah Trasan tak hanya menjadi tempat berkumpul keluarga, tapi juga mulai dikenal sebagai destinasi wisata budaya yang unik.
Baca juga: 5 Pantai Pasir Putih di Wonogiri Tak Kalah Indah Dibanding Kuta Bali, Cuma 2 Jam dari Klaten
Dua bangunan tradisional yang saling berhadapan, didominasi oleh material kayu jati, langsung mencuri perhatian begitu memasuki halaman sebuah rumah di kawasan Dukuh/Desa Trasan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten.
Nuansa etnik dan kearifan lokal seolah menyambut setiap langkah yang memasuki area tersebut.
Semakin dalam menyusuri kawasan ini, deretan rumah-rumah bergaya limasan dan panggung yang juga mayoritas berbahan dasar kayu jati tampak berdiri anggun.
Menariknya, beberapa tiang penopang rumah terbuat dari lesung tua, menambah nilai historis dan keunikan arsitekturnya.
Suasana alami dan asri langsung terasa di pekarangan. Pohon-pohon jati menjulang, rerumputan tumbuh rapi, dan aliran sungai yang mengalir tak jauh dari situ melengkapi harmoni alam.
Baca juga: 3 Wisata Air di Kulonprogo Jateng Cantiknya Masih Perawan, 60 KM dari Klaten, 25 KM dari Jogja

Di taman, ornamen khas seperti gerobak sapi, becak, serta patung-patung antik menjadi hiasan yang memperkuat nuansa tradisional.
Di halaman maupun bagian dalam rumah, berbagai barang antik seperti kursi, meja, sepeda tua, hingga sepeda motor kuno menjadi elemen dekoratif yang memperkaya atmosfer rumah-rumah bergaya klasik tersebut.
Semua rumah dan halaman ini merupakan milik keluarga besar Kismosarjono.
Kini, kawasan ini dikenal dengan nama Omah Trasan, yang kian hari semakin ramai dikunjungi warga dari berbagai daerah.
Daya tarik utamanya adalah suasana pedesaan yang sejuk dan tenang, serta desain arsitektur rumah yang mempertahankan gaya tradisional khas Jawa.
Sekitar tahun 2005, salah satu anak Kismosarjono, Soehodo Kismosarjono—seorang advokat yang kini menetap di Jakarta yang memulai pembangunan rumah-rumah bergaya tradisional sebagai bagian dari gagasan pribadi untuk melestarikan warisan budaya.
Rumah-rumah tersebut pada awalnya dibangun untuk kebutuhan internal keluarga, bukan untuk kepentingan komersial.
Setiap tahun, keluarga besar Kismosarjono—terdiri dari delapan anak beserta cucu-cucu mereka—berkumpul di Trasan.
Seiring waktu, jumlah anggota keluarga yang kian bertambah hingga sekitar 50 orang mendorong pembangunan rumah-rumah tambahan di belakang rumah utama.
Suatu waktu, seorang teman dari salah satu anggota keluarga meminjam tempat ini untuk kegiatan halalbihalal dan rapat.
Keindahan dan keunikan rumah-rumah ini kemudian diunggah ke media sosial, dan sejak saat itu, masyarakat mulai berdatangan, penasaran ingin menikmati suasana khas Omah Trasan.
Baca juga: 5 Pantai Pasir Putih di Wonogiri Tak Kalah Indah Dibanding Kuta Bali, Cuma 2 Jam dari Klaten

Melihat antusiasme masyarakat, keluarga Kismosarjono akhirnya membuka kawasan ini untuk umum, meskipun masih dengan batasan hari kunjungan, yakni hanya setiap Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional.
"Awalnya gratis, tapi sekarang setiap pengunjung dikenai tarif Rp4.000, hanya untuk menutupi biaya kebersihan, dan itu sudah berdasarkan kesepakatan keluarga," ujar Dwi.
Pengunjung yang datang berasal dari berbagai daerah, bahkan pernah mencapai angka 400 orang.
Mereka umumnya datang untuk bersantai, menikmati suasana, berfoto, bahkan ada yang meminta izin untuk menginap. Salah satu pengunjung paling jauh adalah Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina.
Salah satu contoh yang menarik adalah kentongan di sebuah rumah panggung yang diketahui dibuat pada tahun 1836.
Ketika ditanya tentang total biaya pembangunan, Sadeli menjawab bahwa semua biaya berasal dari Pak Soehodo dan proses pembangunan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan.
Menurut literatur yang tersedia di Omah Trasan, rumah-rumah tradisional yang ada memiliki nama khas seperti Omah Sumatra, Omah Kalimantan, Omah Foto, dan Omah Buku, dengan konsep arsitektur yang sepenuhnya mengedepankan nuansa tradisional.
Beberapa rumah bahkan telah dilengkapi fasilitas seperti tempat tidur, toilet, dan kamar mandi.
Meskipun begitu, Omah Trasan belum sepenuhnya dibuka sebagai destinasi wisata karena proses pembangunan, seperti pendapa dan kolam renang, masih terus berjalan.
Saat kunjungan ramai, banyak pengunjung yang tertarik membeli produk lokal seperti telur asin hasil karya warga setempat.
(Tribunnewsmaker.com/Talitha)
Sumber: Tribunnewsmaker.com
Wayang Kulit Tutup Hari Jadi ke-221 Klaten, Bupati Hamenang Ajak Jaga Suasana Klaten Aman dan Nyaman |
![]() |
---|
Pagelaran Wayang Kulit Ismoyo Bangun Praja, Simbol Pelestarian Budaya dan Kerukunan Warga Klaten |
![]() |
---|
Rumah di Kalikebo Klaten Kembali Dilalap Api Setelah 5 Bulan, Bupati Hamenang Pastikan Bantuan |
![]() |
---|
BNN Jateng Libatkan PKK Klaten untuk Cegah Narkoba dari Lingkup Keluarga |
![]() |
---|
Pemkab Klaten Raih Penais Award 2025, Bupati Hamenang: Terima Kasih untuk Penyuluh Agama |
![]() |
---|