Jejak Kelam Dwi Hartono, Pernah Dibui Kasus Ijazah Palsu, Kini Terlibat Pembunuhan Kacab Bank BUMN
Inilah jejak kelam Dwi Hartono, pernah dibui kasus ijazah palsu, kini terlibat pembunuhan Kacab Bank BUMN.
Editor: Listusista Anggeng Rasmi
Jejak Kelam Dwi Hartono, Pernah Dibui Kasus Ijazah Palsu, Kini Terlibat Pembunuhan Kacab Bank BUMN
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Sosok Dwi Hartono belakangan ini menjadi sorotan besar masyarakat luas.
Nama pria yang dikenal dengan julukan Crazy Rich itu kembali ramai dibicarakan setelah ditetapkan sebagai salah satu dari 15 tersangka dalam kasus penculikan sekaligus pembunuhan tragis terhadap Kepala Cabang Pembantu (KCP) sebuah bank BUMN, Mohamad Ilham Pradipta (37).
Kasus kejahatan berdarah ini tidak hanya mengejutkan publik, tetapi juga mengungkap sisi lain dari kehidupan seorang motivator dan pengusaha yang selama ini tampil dengan citra kesuksesan.
Banyak orang terkejut karena sosok yang kerap tampil meyakinkan di hadapan publik, ternyata menyimpan rekam jejak hukum yang cukup kelam.
Ternyata, keterlibatan Dwi dalam pusaran kasus kriminal bukanlah yang pertama kali.
Jauh sebelum dikenal sebagai motivator yang sukses dan seorang pengusaha dengan kekayaan melimpah, Dwi sudah pernah berurusan dengan aparat penegak hukum.
Kala itu, ia tersandung perkara pemalsuan ijazah yang menyeretnya ke meja hijau dan membuatnya harus mendekam di balik jeruji besi.
Pengalaman pahit itu seolah terlupakan oleh publik, namun kini kembali mencuat bersamaan dengan kasus besar yang menyita perhatian masyarakat.
“Iya benar, di tahun 2012 terkait pemalsuan ijazah SMA,” kata Kasat Reskrim Polrestabes Semarang AKBP Andika Dharma Sena saat dikonfirmasi, Rabu (27/8/2025).
Kasus pemalsuan ijazah yang melibatkan Dwi Hartono terjadi pada tahun 2012 silam.
Baca juga: Postingan Istri Dwi Hartono Otak Pembunuhan Kacab Bank BUMN, Habis Liburan ke China, Kini Dicari

Dalam kasus itu, ia terbukti memalsukan ijazah tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan bahkan mengutak-atik nilai akademik sejumlah calon mahasiswa.
Korban manipulasi nilai tersebut adalah mereka yang ingin masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang.
Saat peristiwa itu terjadi, Dwi sendiri masih berstatus sebagai mahasiswa angkatan 2004 di fakultas kedokteran yang sama.
Ia menggunakan posisinya sebagai orang dalam untuk melancarkan aksi curang tersebut.
Sejak tahun 2006, Dwi diketahui aktif menyebarkan brosur sebuah program bimbingan belajar bernama Smart Solution.
Program bimbingan itu begitu menarik perhatian karena menawarkan janji yang menggiurkan bagi calon mahasiswa.
Dalam brosur, Dwi dengan berani menuliskan klaim “pasti diterima” pada berbagai jurusan favorit, terutama jurusan kedokteran, kebidanan, keperawatan, farmasi, hingga akuntansi.
Banyak calon mahasiswa yang tergiur dengan janji manis tersebut, apalagi fakultas kedokteran dikenal sebagai salah satu jurusan yang paling sulit ditembus.
Namun kenyataannya, janji itu bukanlah hasil dari keunggulan akademik peserta, melainkan karena adanya manipulasi dokumen.
Dwi secara sistematis mengubah nilai akademik serta ijazah para calon mahasiswa.
Salah satu bentuk pemalsuan yang dilakukan adalah mengubah ijazah siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menjadi seolah-olah berasal dari jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Perubahan itu jelas sangat krusial, sebab hanya lulusan IPA yang berhak mendaftar ke fakultas kedokteran.
Dengan cara tersebut, banyak peserta yang semula tidak memenuhi syarat akhirnya bisa diterima.
Sebagai imbalannya, Dwi tidak melakukannya secara cuma-cuma.

Baca juga: Ken Dalang Penculikan Kacab Bank BUMN, Sembunyikan Identitas dengan Wig, Akui Bertemu Dwi Hartono
Setiap peserta yang mendaftar melalui jalurnya diwajibkan membayar sejumlah uang, dengan kisaran antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta per orang.
Bagi calon mahasiswa yang ingin jalan pintas, biaya itu dianggap sepadan demi bisa masuk jurusan idaman.
Namun praktik curang ini akhirnya terbongkar juga setelah pihak kampus merasa ada kejanggalan dalam penerimaan mahasiswa baru.
Dekan Fakultas Kedokteran Unissula, Taifuqurrachman, kemudian melaporkan kasus ini ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Semarang.
Laporan resmi dari pihak kampus menjadi pintu awal penyelidikan kepolisian terhadap aktivitas ilegal yang dilakukan Dwi.
Setelah dilakukan penyidikan, bukti-bukti pemalsuan pun terungkap secara jelas, hingga akhirnya kasus tersebut dilimpahkan ke pengadilan.
Pengadilan Negeri (PN) Semarang menjatuhkan vonis enam bulan penjara kepada Dwi Hartono.
Hukuman itu sebenarnya lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang semula menuntut satu tahun penjara.
Meski relatif singkat, pengalaman mendekam di balik jeruji besi seharusnya menjadi pelajaran berharga.
Namun kini, lebih dari satu dekade kemudian, namanya kembali dikaitkan dengan kasus kriminal yang jauh lebih besar dan mengerikan.
Jejak Bisnis dan Aktivitas Motivasi
Meski pernah tersandung kasus hukum, Dwi tetap membangun citra sebagai pengusaha dan motivator.
Dalam bio akun Instagram @klanhartono, ia menuliskan keterlibatannya di berbagai sektor usaha, mulai dari properti, perkebunan, trading, pendidikan, e-commerce, fashion, hingga skincare.
Selain itu, ia juga terhubung dengan lembaga sosial @hartono_foundation, serta aktif membagikan konten motivasi melalui kanal YouTube Klan Hartono yang memiliki lebih dari 169.000 pengikut.
Dwi juga mendirikan platform pendidikan digital Guruku.com melalui PT Digitalisasi Aplikasi Indonesia (PT DAI).
Aplikasi ini berfokus pada pendidikan nonformal, peningkatan kualitas tenaga pengajar, hingga pelatihan bisnis dan pengembangan UMKM.
Di sisi lain, ia memiliki perusahaan lain bernama PT Hartono Mandiri Makmur, yang bergerak sebagai marketplace.
Berdasarkan penelusuran, alamat usaha tersebut tercatat di Perumahan Kota Wisata Cibubur, Cluster San Fransisco, Kabupaten Bogor.
Keterlibatan dalam Kasus Pembunuhan Kacab Bank BUMN
Kini, Dwi kembali tersangkut perkara besar. Ia ditetapkan polisi sebagai salah satu aktor intelektual dalam kasus penculikan dan pembunuhan Kacab Bank BUMN di Cempaka Putih, Jakarta.
Dalam perkara ini, polisi membagi peran tersangka ke dalam empat klaster, yakni aktor intelektual, pengintai, penculik sekaligus eksekutor, serta pihak yang membuang jenazah korban.
Dwi Hartono masuk dalam klaster aktor intelektual bersama tiga orang lain berinisial C alias Ken, YJ, dan AA.
Sementara itu, empat orang yang ditangkap sebagai eksekutor penculikan adalah Eras, RS, AT, dan RAH.
Delapan tersangka lainnya belum diungkap identitas dan perannya oleh pihak kepolisian.
Adapun korban, Mohamad Ilham Pradipta, diculik di area parkir supermarket Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (20/8/2025).
Keesokan harinya, jasadnya ditemukan di area persawahan Kampung Karangsambung, Desa Nagasari, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi.
Saat ditemukan, tangan dan kaki korban terikat, sedangkan matanya tertutup lakban.