Puji Langkah ST Burhanuddin Umumkan Korupsi Rp 13,7 T, Mahfud MD: Pemerintah yang Dulu Tidak Ada!

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahfud MD angkat bicara soal kasus Jiwasraya

TRIBUNNEWSMAKER.COMPuji langkah Jaksa Agung ST Burhanuddin umumkan korupsi Rp 13,7 T di pemerintahan, Mahfud MD: pemeritnah yang dulu tidak ada!

Beberapa hari terakhir, kasus Jiwasraya menjadi perbincangan hangat publik.

Kasus ini semakin mencuat setelah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, ikut angkat bicara dalam acara Mata Najwa episode Debut Mahfud Luhut yang tayang di Trans 7 pada hari Rabu, 29 Januari 2020 malam.

Dalam acara tersebut, Mahfud secara tegas mengatakan bahwa pemerintah serius untuk mengusut kasus Jiwasraya secara hukum.

Hal ini, lanjutnya, bisa dibuktikan dengan tindakan Jaksa Agung yang berani mengumumkan adanya kasus korupsi di lingkungan pemerintah secara terbuka.

Mahfud mengaku belum pernah melihat adanya Jaksa Agung yang berani mengumumkan korupsi di lingkungan pemerintah, termasuk di pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Mahfud MD Tak Mau Ikut Campur Soal Drama Yasonna Laoly & Harun Masiku: Biar Saja KPK Kejar Sendiri

Penjelasan Mahfud MD, Mengapa Bisa Bantu Pelajar Korban Begal Bekasi, Sedang yang di Malang Sulit?

Rombak Direksi Asabri, Erick Thohir Konsul ke Prabowo & Mahfud MD, Berharap Bisa Cari Solusi Terbaik

"Anda dalam 15 tahun terakhir tidak pernah melihat jaksa agung mengumumkan korupsi di lingkungan pemerintahan."

"Tadi berani sekali, 13 triliun, apa pernah ada pemerintah yang dulu, sebut satu saja?"

"Tidak ada. Ini ada sekarang," ungkap Mahfud seperti yang dikutip dari YouTube Najwa Shihab.

Mahfud mengaku sudah meminta Kejaksaan Agung untuk membuka kasus tersebut secara sungguh-sungguh, walaupun banyak tekanan yang datang.

"Saya sudah bilang ke Kejaksaan Agung meskipun banyak tekanan.

Pak Presiden minta ini dibuka dengan sungguh-sungguh."

"Percayalah Erick juga minta pada saya agar kasus itu terus diungkap," imbuhnya.

Mahfud MD angkat bicara soal drama Yasonna Laoly dan Harun Masiku (YouTube/ Najwa Shihab)

Seperti diberitakan sebelumnya, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara hingga Rp 13,7 T.

Kelima orang yang dimaksud adalah Dirut PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.

Ramai Soal Natuna, Mahfud MD Tolak Jalur Diplomasi & Sebut Tak Akan Perang Lawan Cina, Ini Alasannya

Selain itu, Mahfud juga menyebut ada pihak yang meminta dirinya untuk mengalihkan kasus ini ke ranah perdata.

"Ada orang datang, cara membelokkan kasus ini pidana bisa gampang dibelokkan ke perdata," katanya.

Mahfud pun mengaku langsung menolaknya dan bersikukuh untuk menyelesaikan kasus tersebut secara hukum terlebih dahulu.

Saat ditanya soal orang yang memintanya mengalihkan kasus Jiwasraya, Mahfud enggan memberitahu.

"Ada. Bukan mengubah, tapi mengusulkan skema untuk penyelesaian kasus ini jangan dengan pidana."

Sketsa Wajah Penyerang Novel Baswedan Dinilai Janggal & Meragukan, Ini Tanggapan Mahfud MD

"Bahkan dia menunjukkan caranya.

Saya bilang, tidak boleh, masak pidana dibelokkan ke perdata.

Saya minta Jaksa Agung teruskan," ungkap Mahfud.

Kasus Jiwasraya sendiri sebenarnya pertama kali mencuat pada bulan Oktober 2018 silam setelah adanya laporan dari nasabah.

Walhasil, asuransi milik BUMN itu terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis jatuh tempo.

Keterlambatan pembayaran polis jatuh tempo terdapat di produk bancassurance yang nilainya mencapai Rp 802 miliar. (Tribunnewsmaker/ Irsan Yamananda)

BACA JUGA

Di ILC Tadi Malam, Haikal Hassan Lontarkan Kritikan Menohok Soal Karakter Asli Mahfud MD

Ditanya Soal Rencana Pilpres 2024, Mahfud MD Beri Jawaban Singkat & Mengejutkan

 

Jiwasraya (TribunNewsmaker.com Kolase/ ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI/KONTAN/Cheppy A. Muchlis)

Soal Kasus Jiwasraya, SBY Sarankan Pemerintah Lakukan 7 Hal Ini untuk Penyelesaiannya

Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyarankan tujuh hal berikut dalam melakukan penyelidikan dan penyelesaian kasus Jiwasraya.

SBY menyarankan pemerintah fokus terhadap tujuh hal berikut untuk menangani kasus asuransi pelat merah tersebut.

Seperti yang ramai diberitakan, Asuransi Jiwasraya terlilit kasus gagal bayar.

Menurut penuturan Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna, penyebab utama gagal bayarnya Jiwasraya karena adalah kesalahan dalam mengelola investasi di dalam perusahaan.

Jiwasraya kerap menaruh dana di saham-saham berkinerja buruk.

"Saham-saham yang berisiko ini mengakibatkan negative spread dan menimbulkan tekanan likuiditas pada PT Asuransi Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar," kata Agung di BPK RI, Jakarta, Rabu (8/1/2020).

SBY sendiri sempat mengatakan kalau beliau mempersilahkan jika periode pemerintahannya menjadi pihak yang disalahkan dan diminta bertanggung jawab.

"Kalau di negeri ini tak satu pun yang mau bertanggung jawab tentang kasus Jiwasraya, ya salahkan saja masa lalu," kata SBY, seperti diungkapkan asisten pribadinya, Ossy Dermawan lewat akun Twitter @OssyDermawan, Jumat (27/12/2019).

Menurut SBY, publik pun tahu bahwa krisis Jiwasraya mulai terjadi dalam kurun 2018-2019.

Kini SBY pun memberikan sarannya untuk pemerintah dalam melakukan penyelidikan dan penyelesaian kasus Jiwasraya.

Pertama, pemerintah harus dapat memastikan berapa besaran kerugian negara yang ditimbulkan akibat hal tersebut.

Meski sejumlah pihak termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memperkirakan bahwa kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun, namun investigasi atas kerugian negara harus dilakukan secara akurat.

Kedua, aparat penegak hukum perlu memastikan penyebab utama jebolnya keuangan di BUMN asuransi ini.

• Adanya Kasus Jiwasraya dan Asabri, Erick Thohir Akui Kembali Dapat Ancaman

“Benarkah jebolnya keuangan di BUMN ini karena penempatan (placement) dana investasi perusahaan pada saham-saham yang berkinerja buruk? Penempatan dana perusahaan yang ceroboh dan keliru ini disengaja atau tidak?” tulis SBY dalam catatan yang diunggah melalui akun Facebook pribadinya, Senin (27/1/2020).

“Apakah memang penempatan dana korporat yang salah ini disengaja karena ada yang ingin mengambil keuntungan secara pribadi?” imbuh dia.

Berikutnya, harus dipastikan siapa yang membobol Jiwasraya.

Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono memberikan keterangan pers setelah menerima calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, Senin (3/6/2019), di Puri Cikeas, Jawa Barat. Prabowo Subianto menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Kristiani Herrawati atau Ani Yudhoyono kepada Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. (KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini.

Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Syahmirwan.

Kemudian, bos PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.

“Benarkah hanya 5 orang sebagaimana yang diduga oleh Kejaksaan Agung kita? Adakah aktor intelektual yang bekerja “di belakang”? Hal ini sangat penting agar negara tidak salah mengadili dan menghukum seseorang,” ungkapnya.

Selanjutnya, aparat penegak hukum juga harus memastikan apakah ada aliran dana dari kasus ini yang digunakan sebagai dana politik.

SBY menyatakan, investigasi ini perlu dilakukan untuk menjawab dugaan masyarakat yang menduga ada aliran dana yang masuk ke tim sukses Pilpres 2019 lalu.

Menurut dia, tuduhan seperti ini sama seperti kasus bailout Bank Century terjadi pada masa kepemimpinannya.

Bahkan, pada saat itu DPR sampai membentuk panitia khusus untuk mengusutnya lantaran menduga ada aliran dana yang masuk ke timses SBY saat Pilpres 2009 lalu.

“Karenanya, untuk membersihkan nama baik partai politik tertentu dan Presiden Jokowi sendiri, penyelidikan tentang hal ini patut dilakukan. Biar gamblang, dan rakyat mendapatkan jawabannya. Saya pribadi tidak yakin kalau Pak Jokowi sempat berpikir agar tim suksesnya mendapatkan keuntungan dari penyimpangan yang terjadi di Jiwasraya tersebut,” ujarnya.

Pemerintah, imbuh dia, juga harus menjamin dana nasabah aman.

Oleh karena itu, perlu diketahui berapa besaran uang rakyat yang harus dijamin dan dikembalikan tepat pada saatnya.

Hal itu agar tidak ada satu pun masyarakat yang dirugikan dalam kasus ini.

Apalagi, sebut SBY, yang menjadi korban dari kasus ini tak hanya WNI tetapi juga ada yang dari Korea Selatan sebanyak 474 orang dengan nilai Rp 574 miliar.

“Kalau tidak ada jaminan yang pasti, dikhawatirkan akan mengurangi kepercayaan para nasabah asuransi di Indonesia secara keseluruhan. Juga akan merusak kepercayaan pasar, baik domestik mupun internasional, terhadap sistem dan pengelolaan keuangan di negeri kita,” pungkasnya.

Keenam, SBY menyarankan, agar investigasi juga diarahkan untuk mencari kaitan modus kejahatan yang terjadi di Jiwasraya dengan BUMN lain.

Jika dalam investigasi ditemukan adanya kaitan, maka pemerintah harus melakukan bersih-bersih total.

Hal itu disebabkan tidak menutup kemungkinan terjadinya kejahatan yang terorganisasi yang dilakukan oleh aktor intelektual di belakangnya.

Terakhir, pemerintah juga harus mencari solusi dan penyelesaian ke depan secara menyeluruh.

Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019). Pemerintah sudah memiliki skenario untuk menangani masalah kekurangan modal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yakni dengan cara pembentukan holding asuransi atau penerbitan obligasi subordinasi atau mandatory convertible bond (MCB) dan pembentukan anak usaha PT Jiwasraya Putra. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj)

Misalnya, dengan memperbaiki pemberian sanksi kepada para pelakunya, menyehatkan kembali keuangan korporat serta memberikan jaminan dan pengembalian uang milik nasabah.

“Ke depan harus ditingkatkan kepatuhan kepada undang-undang, sistem dan aturan; ‘judgement’ jajaran manajemen yang jauh lebih baik; serta pengawasan yang lebih seksama dari otoritas jasa keuangan, parlemen dan pemerintah terhadap jajaran BUMN,” ungkapnya.

Khusus pemberian jaminan dan pengembalian uang nasabah, SBY menyarankan agar dibentuk Lembaga Penjamin Polis melalui sebuah undang-undang, agar didapat kepastian hukum untuk itu.

Pemerintah, sebut dia, memang terlambat menjalankan kewajibannya untuk membentuk Lembaga Penjamin Polis tersebut.

"Kalau Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 yang saya tandatangani pada bulan Oktober 2014 dulu diindahkan dan dilaksanakan, maka paling lambat bulan Oktober 2017 kita sudah punya Lembaga Penjamin Polis," ujarnya.

“Namun, dalam suasana seperti sekarang ini tak perlulah pemerintah harus disalahkan secara berlebihan. Tak baik mengambil keuntungan politik ketika orang lain sedang susah. Tak ada pahalanya. Yang penting, pemerintah segera menerbitkan undang-undang dan membentuk Lembaga Penjamin Polis tersebut,” tandasnya. (TribunNewsmaker.com/*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Selesaikan Kasus Jiwasraya, SBY Sarankan Pemerintah Lakukan 7 Hal Ini