Orangtua Septi, Sumiran dan istrinya, Sumiati tinggal di sebuah desa terpencil di tengah hutan.
Bukan cuma jaraknya yang jauh dari mana-mana, keluarga Septi juga hanya tinggal seorang diri di kampung tersebut.
Para warga di Kampung Suji itu semuanya sudah pergi meninggalkan tempat tinggal mereka.
Di kampung mati yang sudah ditinggalkan para warganya itulah Septi dan orangtuanya tinggal.
Septi biasa diantar jemput ke sekolah oleh ibu atau ayahnya pada pagi hari.
Meski harus jalan jauh, Septi pun tetap semangat dan ceria.
"Kalau sama ibu jalan kaki, kalau sama bapak kadang digendong. Karena kan (bapak) tangannya besar," kata Septi.
Ayah Septi sehari-harinya bekerja di hutan tersebut dengan mencari kayu.
Ia juga membuat beberapa furniture dari kayu yang ia ambil dari hutan.
Tinggal di rumah yang berada di tengah- tengah hutan membuat Septi akrab dengan lingkuhan sekitarnya.
Ia pun sering menghabiskan waktu untuk bermain di sungai yang berada di tengah perjalanan menuju ke rumahnya.
"Jembatannya sudah mau rusak, aku takut, tapi ya aku pilih hati-hati saja," kata Septi dengan riang.
Meski hanya tinggal bertiga saja dengan ayah dan ibunya, namun Septi mengaku nyaman.
"Tinggal di hutan seneng, aku bisa jaga hewanku. Anjing, kucing, ayam," katanya bercerita.
Sepulang sekolah, Septi biasanya makan masakan ibunya.