TRIBUNNEWSMAKER.COM - Seorang narapidana (napi) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Blitar, Jawa Timur, meninggal.
Korban yang meninggal diketahui merupakan napi yang terlibat kasus obat berbahaya.
Napi yang diduga meninggal karena infeksi rahang itu meninggal dunia pada Rabu (13/9/2023) lalu.
Baca juga: INNALILLAHI! Kecelakaan Maut Minibus vs Truk Tangki di Sijunjung Sumatera Barat, 3 Orang Tewas
Menurut informasi, sebelum meninggal korban sempat mengeluh sakit.
Padahal, warga Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, berinisial AM (26) itu sudah menjalani hukuman kurungan selama sekitar 10 bulan dan tengah mengurus pembebasan bersyarat sekitar November atau Desember nanti.
AM meninggal setelah sempat menjalani operasi pada bagian rahang yang membengkak dan menjalani perawatan intensif di RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar selama satu pekan.
Kepala Seksi Pembinaan dan Pendidikan Lapas Blitar Widha Indra Kusumawijaya mengatakan bahwa AM awalnya mengeluhkan sakit gigi.
Saat berobat ke klinik kesehatan di dalam Lapas pada Rabu (6/9/2023) lalu pipi dan rahangnya membengkak.
“Awalnya AM sakit gigi tapi gusi dan rahangnya sudah membengkak saat diperiksa petugas kesehatan klinik Lapas Rabu pekan lalu,” ujar Widha kepada Kompas.com, Kamis (14/9/2023) petang.
Dia juga mengungkap cara AM membersihkan gigi berlubang dengan menggunakan lidi.
Baca juga: INNALILLAHI! Santri di Temanggung Tewas Dikeroyok 8 Temannya, 5 Pelaku Disebut Masih di Bawah Umur
“Pengakuan yang bersangkutan saat melapor memang begitu. ‘Kok rahangmu bengkak, kamu apakan?’ Katanya karena membersihkan gigi berlubang pakai lidi,” terangnya.
“Dia juga demam, otot kaku, dan sulit bernapas," lanjutnya.
Dirujuk ke rumah sakit
Setelah berkonsultasi dengan dokter yang bertugas di Puskesmas Kepanjenkidul, kata Widha, pihaknya lantas membawa AM ke RSUD Mardi Waluyo. Di sana AM didiagnosis menderita abses mandibula atau infeksi pada rahang oleh bakteri.
Atas diagnosis itu, kata dia, tim dokter merekomendasikan tindakan operasi, yang setelah mendapatkan persetujuan keluarga AM, dilakukan keesokan harinya, Kamis (7/9/2023).
Namun pasca-operasi, ujarnya, kondisi AM melemah. Selanjutnya dokter melakukan tindakan trakeostomi atau pembedahan yang dilakukan untuk membuat jalur pasokan oksigen ke paru-paru.
Tindakan tersebut pun, kata Widha, tidak mampu memperbaiki kondisi AM sehingga AM dipindahkan ke ruang ICU (Intensive Care Unit) dan menggunakan ventilator sebagai alat bantu pernapasan.
Upaya-upaya yang dilakukan tim medis RSUD Mardi Waluyo, lanjutnya, ternyata tidak mampu menolong AM yang menghembuskan napas terakhirnya pada Rabu, sehari setelah dipindahkan ke ICU.
Bantah terlambat menangani
Selama sekitar 10 bulan mendekam di Lapas Blitar, kata Widha, AM tidak pernah melaporkan diri sakit dan meminta pengobatan di klinik kesehatan lapas. AM pertama kali melapor sakit pada Rabu pekan lalu yang akhirnya berujung pada kematian.
“Klinik kesehatan kami pelayannya 24 jam dalam sehari. Bahkan jika ada laporan warga binaan (napi) sakit di kamar, petugas kesehatan kami akan datang ke kamar untuk memberikan pertolongan,” klaim Widha.
Menurutnya, pihak Lapas telah bertindak cepat memberikan pertolongan medis pada AM.
AM, jelasnya, melapor sakit pada Rabu sore pekan lalu dan segera ditangani petugas klinik kesehatan Lapas. Dua jam kemudian, lanjut Widha, AM dirujuk ke RSUD Mardi Waluyo atas rekomendasi dokter PuskesmasKepanjenkidul.
“Pada hari yang sama AM melapor sakit, kami telah melakukan penanganan dan pada hari itu juga akhirnya kami bawa ke Mardi Waluyo untuk menjalani rawat inap,” terangnya.
Selama berada di RSUD Mardi Waluyo, lanjutnya, keluarga AM juga telah beberapa kali menjenguk dan mengikuti kemajuan hasil pengobatan.
Widha mengklaim pihak keluarga dan perangkat desa tempat AM tinggal menyampaikan terima kasih kepada pihak Lapas atas upaya agar AM mendapatkan pertolongan medis yang baik.
“Pak Sekdes dan perangkat desa turut datang menjemput jenazah AM dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada kami,” ujarnya.
Pembebasan bersyarat
Widha membenarkan bahwa AM sebelumnya sudah mengajukan pembebasan bersyarat agar dapat menghirup udara bebas lebih cepat.
Jika tanpa remisi dan keringanan lain, ujarnya, AM akan bebas pada bulan April. Namun jika pembebas bersyarat disetujui, AM dapat keluar dari lapas pada April 2024.
Dengan PB (pembebasan bersyarat) seandainya disetujui, AM dapat bebas pada akhir tahun ini tepatnya pada November atau Desember medatang.
“Tapi dia meninggal. Kita sudah maksimal memberikan pengobatan,” pungkasnya.
Berita Lainnya, NESTAPA Napi Depok Tewas Dianiaya di Dalam Penjara: Diperas Kepala Kamar, Rp1,5 Juta: Tak Bisa Bayar
NESTAPA seorang narapidana di Depok, Jawa Barat diduga sempat mendapatkan aksi pemerasan sebelum tewas dianiaya di dalam penjara.
Sebelumnya, keluarga merasa janggal dengan tewasnya AR di dalam penjara.
Hingga pada akhirnya teka-teki kematian AR perlahan mulai terjawab.
Ternyata AR sempat diperas oleh kepala kamar tahanan.
AR yang merupakan tahanan Polres Metro Depok meninggal dunia di dalam sel pada Minggu (9/7/2023)
Dugaan muncul, sebelum tewas, korban sempat diperas sebesar Rp 1,5 juta.
Dari informasi yang dihimpun, korban berinisial AR (50).
Diketahui, korban merupakan tahanan kasus asusila.
Saudara dari almarhum berinisial J, mengatakan, diduga AR wafat karena dianiaya oleh sesama tahanan di dalam sel.
Baca juga: MURKA DIHINA, Sipir Nekat Aniaya Napi di Nunukan hingga Tewas, Korban Ditendang & Pukuli Pakai Kabel
Ia juga bilang awalnya AR ditahan di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Depok sejak Selasa (4/7/2023) lalu.
Setelah beberapa hari ditahan di Unit PPA, almarhum dipindahkan ke sel tahanan.
Pada saat itu AR bercampur dengan para pelaku kejahatan lainnya.
"Selasa masuknya, terus kalau gak salah Jumat atau Sabtu dipindahkan ke sel tahanan." kata J dikonfirmasi wartawan.
"Nah disitulah kejadiannya (diduga dianiaya)," ujarnya lagi.
Baca juga: DERITA Ida TKW Cianjur, 2x Ditipu Teman, Jadi Budak Birahi di Dubai, Pelaku Syok Ditahan: Ya Allah
J menuturkan, ia juga mendapat informasi bahwa korban sempat diperas.
J dimintai uang oleh 'kepala kamar' saat dimasukan ke dalam sel tahanan.
Lantaran tak bisa memenuhi permintaan dari 'kepala kamar' itu, akhirnya korban dianiaya.
Hingga pada akhirnya J tak kuasa menahan rasa depresi dan sakitnya.
J akhirnya menghembuskan napas terakhirnya.
"Jadi ada informasi katanya kepala kamar minta uang," kata J.
Baca juga: INNALILLAHI! Pria di Aceh Tewas Mengenaskan, Jenazah Ditemukan Tetangga yang Kebetulan Melintas
"jadi korban ini dimintakan uang Rp 1,5 juta oleh kepala kamar." imbuhnya.
"Karena (korban) orang susah kan gak punya uang, jadinya diverbal lah," ungkapnya lagi.
Terakhir, J mengatakan keluarga korban masih akan berembuk.
Pihaknya masih berusaha mencari jalan keluar terkait tindak lanjut dari kematian korban yang diduga akibat penganiayaan ini.
"Kami rembukin dulu," pungkasnya.
Sampai berita ini naik, media Tribun telah memberikan konfirmasi terkait dugaan penganiayaan, namun belum ada respon dari Kapolres Metro Depok.
Kasus ini masih terus diusut oleh pihak terkait.
Diolah dari berita tayang di Kompas.com