Dokter mungkin juga akan mencari kekakuan perut dan kecenderungan pasien dalam mengeraskan otot-otot perut yang merupakan respons terhadap tekanan pada usus buntu yang meradang.
Jika dengan cara ini diagnosis belum juga jelas, dokter mungkin akan melakuakan pemeriksaan darah dan melakukan pemeriksaan ultrasound atau rontgent dengan CT scan.
Apabila diagnosis yang jelas belum juga didapatkan dari semua pemeriksaan tambahan tersebut, dokter spesialis bedah biasanya akan tetap memilih mengoperasi usus buntu.
Hal itu dapat diputuskan karena faktor risiko yang mungkin ditimbulkan jika ada peradangan usus buntu tersembunyi (berhubungan dengan lokasi dari apekdiks penderita), yang tidak bisa terbaca oleh pemeriksaan dokter.
Proses operasi usus buntu
Dilansir dari WebMD melalui KOMPAS.com, sebelum usus buntu dikeluarkan, pasien biasanya akan diminta minum antibiotik untuk melawan infeksi.
Pasien biasanya akan mendapatkan anestesi umum, yang berarti akan tertidur selama proses operasi.
Dokter akan mengeluarkan usus buntu melalui sayatan sepanjang 4 inci atau dengan alat yang disebut laparoskop (alat mirip teleskop tipis yang memungkinkan dokter melihat kondisi di dalam perut pasien), sehingga prosedur ini disebut laparoskopi.
Jika pasien menderita peritonitis, ahli bedah juga akan membersihkan perut dan mengeringkan nanah.
Pasien biasanya baru dapat bangun dan bergerak dalam waktu 12 jam setelah operasi, ssdani pasien pascaoperasi usus buntu dapat kembali berkegiatan normal sekira 2-3 minggu.
Akan tetapi, jika pasien memilih tindakan laparoskopi, pemulihan mungkin akan lebih cepat. (*)
Diolah dari artikel BanjarmasinPost dan TribunLampung