Kita harus memutuskan, apakah kita akan menjadi negara yang mengakui dan menghormati hak setiap individu, untuk menentukan pikiran dan menyuarakan pilihannya secara bebas dan independen, yang merupakan esensi dari demokrasi.
Atau kita justru berpaling dari prinsip tersebut, dan memilih di mana suara oligarki diberi prevalensi, mengesampingkan kesejahteraan umum, dan mengabaikan kepentingan nasional yang lebih luas.
Ini adalah saat di mana kita harus menentukan komitmen kita, terhadap milling democracy, kedaulatan hukum, hak asasi manusia. Ini adalah waktu untuk menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar.
Bangsa yang besar bukan hanya dalam aspek wilayah, bukan hanya aspek populasi, bukan hanya aspek angka ekonomi, tapi juga bangsa yang besar karena kebijaksanaannya, karena keberaniannya, karena integritasnya di dalam menegakkan demokrasi dan konstitusi.
Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, sejak zaman pra-kemerdekaan, bangsa dan negara kita telah menapaki berbagai persimpangan krusial yang menentukan arah dan nasib bangsa Indonesia. Tidak semua keputusan-keputusan yang dibuat adalah keputusan yang tepat. Sebagian adalah keputusan yang tidak tepat, dan itu dicatat dalam sejarah kita.
Semua yang terlibat dicatat sebagai bagian dari perjalanan sejarah Indoensia. Karena itu, saat yang berharga itu, kita juga dihadapkan pada kenyataan yang sama.
Peristiwa yang sedang berlangsung hari-hari ini, akan menjadi bagian dari catatan sejarah perjalanan republik kita, sebagaimana perjuangan kita sejak pra-kemerdekaan.
Ini adalah saatnya bagi kita, di persimpangan yang kritis ini untuk mengambil pelajaran dari sejarah, berdiri dengan keberanian moral dan intelektual, untuk menentukan masa depan kita dengan keputusan yang akan memperkuat pondasi demokrasi, memperkuat pondasi keadilan di dalam negara kita.
Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, kita telah menyaksikan berjalannya satu babak penting dalam demokrasi kita bulan lalu, yaitu proses pemilihan umum yang angka suaranya telah diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum.
Tapi, perlu kami garisbawahi dan kita semua sadari, bahwa angka suara tak mutlak menentukan kualitas dari demokrasi, tak seotomatis mencerminkan kualitas secara keseluruhan.
Setiap tahapan proses pemilihan, mulai dari persiapan awal hingga pengumuman, harus konsisten dengan prinsip-prinsip kebebasan, kejujuran, keadilan. Dan prinsip-prinsip ini bukan formalitas, ini bukan sekedar di teks, tapi ini pondasi esensial yang harus dijaga untuk membangun dan memelihara sistem demokrasi yang sehat, yang stabil, dan yang berkelanjutan.
Pemilu yang bebas, jujur, adil, adalah pilar yang memberi legitimasi kuat pada pemerintahan yang terpilih, yang bisa membawa kepercayaan publik serta memperkuat pondasi institusi pemerintahan.
Tanpa itu, legitimasi, kredibiltas pemerintahan yang terpilih akan diragukan. Lebih jauh lagi, pemilihan yang dijalankan secara bebas, secara jujur, dan adil, adalah sesungguhnya pengakuan atas hak dasar setiap warga negara dalam menentukan arah dan masa depan negara mereka sendiri.
Ini adalah wujud tertinggi dari kedaulatan rakyat, di mana setiap suara dapat disampaikan dan dihitung tanpa tekanan, tanpa ancaman, tanpa iming-iming imbalan.
Pertanyaannya, apakah Pilpres 2024 kemarin telah dijalankan secara bebas, jujur, dan adil? Izinkan kami menyampaikan jawabnya, tidak. Yang terjadi adalah sebaliknya.