Berikut ini jawaban pertanyaan di atas, sebagaimana dikutip TribunNewsmaker.com dari rise.smeru.or.id/ pada Selasa, (27/8/2024):
Pengalaman saya selama mengajar yang paling berkesan ialah ketika saya mencoba menenangkan siswa dengan cara sedikit keras.
Hasilnya memang ampuh, siswa-siswa menjadi tenang dan duduk di bangku masing-masing.
Namun, ternyata terdapat sebuah kenyataan berbeda dari apa yang saya bayangkan.
Siswa yang tenang di kelas bukan berarti memerhatikan penjelasan saya. Mereka justru asyik dengan kegiatan masing-masing.
Baca juga: Jawaban Modul 3.3 Guru Penggerak, Pertanyaan Pemantik: Siapa yang Memegang Kendali Pembelajaran?
Ini terbukti saat saya memberi penguatan materi berupa proyek, para siswa sama sekali tidak dapat mengerjakannya.
Saya pun mencoba memotivasi ulang mereka dan melakukan bimbingan personal.
Pengalaman tersebut membuat saya berintrospeksi. Saya pun memutar otak untuk mencari cara agar siswa dapat belajar dengan maksimal dan bermakna.
Karena pembelajaran yang bermakna bukan tercermin dari kelas yang tenang, melainkan dari adanya komunikasi dua arah oleh siswa dan guru.
Pembelajaran yang bermakna dapat dilaksanakan dengan berbagai cara agar siswa mampu fokus terhadap materi yang diajarkan.
Pembelajaran yang bermakna bisa tetap dilakukan meski kadang kelas sedikit ramai.
Ini artinya, guru harus memiliki kemampuan penguasaan kelas, yaitu mampu mengkondisikan kelas jadi efektif untuk belajar.
Dengan begitu, siswa dapat memperoleh pembelajaran secara efektif, efisien, dan bermakna.
Setelah kejadian itu, saya lalu memvariasikan cara menenangkan siswa tanpa menggunakan nada marah. Saya mengganti pendekatan dengan berusaha memberikan pengertian kepada siswa-siswa di kelas.
Saya berujar “Hayo anak-anak pilih Bu Guru marah-marah apa bersabar?”. Tentu mereka memilih saya bersabar.