Ikan cetol yang ikut terjaring kerap itu dianggap tidak berguna dan hanya diberikan kepada kucing peliharaan.
Kemudian, seorang warga asal Solo melihat potensi kuliner dari ikan cetol ini dan mencoba mengolahnya.
Adonan rempeyek terdiri dari campuran tepung, telur, santan, dan bumbu rempah yang khas.
Lalu dicampur dengan ikan cetol yang telah digoreng kering sebelumnya.
Inovasi menjadi rempeyek tersebut menginspirasi banyak warga, termasuk Iin, yang juga ikut-ikut mencobanya.
Warga pun kerja keras untuk menjadikan ikan cetol sebagai bahan utama peyek yang kini digemari banyak orang.
Permintaan terhadap peyek cetol melonjak drastis saat musim Lebaran dan mulai terkenal hingga keluar Klaten.
Baca juga: Bukit Cinta Watu Prahu di Klaten Jateng, Panorama Alam 30 Menit dari Pusat Kota, Buat Akhir Pekan
Bahkan, Iin mengaku bisa memproduksi hingga 30-40 kilogram adonan peyek setiap hari.
Jauh lebih banyak dibandingkan hari biasa yang hanya sekitar lima kilogram saja.
Iin menyediakan peyek cetol dalam berbagai kemasan, mulai dari ukuran per ons hingga per kilogram.
Satu ons peyek cetol dijual seharga Rp 10.000 dan dapat dibeli kelipatannya, sementara untuk satu kilogram dibanderol Rp 90.000.
Kini, sekitar 30 pengrajin di wilayah tersebut turut terlibat dalam produksi peyek cetol, dan sebagian besar dikerjakan bersama anggota keluarga.
Pasarnya pun terus meluas, tidak hanya terbatas di sekitar Klaten, tapi juga menjangkau kota-kota seperti Solo, Yogyakarta, Semarang, dan Boyolali.
Bahkan, permintaan dari luar pulau seperti Palembang dan Pekanbaru juga mulai berdatangan.
(Tribunnewsmaker.com/Talitha)