TRIBUNNEWSMAKER.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi alias Kang Dedi kini tengah menjadi buah bibir.
Hal itu terkait fenomena takut dijemput Kang Dedi. Fenomena tersebut muncul setelah Kang Dedi memberi peringatan kepada anak-anak yang tidak patuh pada orang tua.
Kang Dedi berujar akan menjemput mereka ke barak militer.
Keluarga Raffi Ahmad ternyata juga terkena 'demam' Kang Dedi.
Awalnya Rafathar mengadukan perilaku ibunya, Nagita Slavina.
Ia menyebut ibunya susah mandi, susah makan, hingga hobi main handphone.
Rafathar kemudian meminta Kang Dedi untuk menjemput ibunya ke barak militer.
Setelah Nagita, kini giliran Rayyanza yang menjadi 'korban'.
Ia diadukan oleh pengasuh Rafathar, Mbak Lala kepada Kang Dedi.
"Kang Dedi, enggak mau sekolah nih anaknya," kata Mbak Lala.
"Ajja (Rayyanza) kan mau sekolah di gym," timpal Rayyanza membela diri.
"Enggak mau makan nih Kang Dedi," sahut Mbak Lala.
"Ajja tadi udah makan," tegas Rayyanza.
"Belum mandi Kang Dedi," ucap Mbak Lala.
Baca juga: Sudah Lihat Langsung, Kak Seto Debat Pelapor Dedi Mulyadi Soal Siswa di Barak Militer: Anaknya Suka
"Udah," kata Rayyanza.
Mbak Lala masih terus mengadukan Rayyanza kepada Kang Dedi.
Kali ini menyangkut kebiasaan menonton televisi dan main games.
Meski masih bocah, Rayyanza cukup pintar membela diri. Ia mengatakan sudah tidak suka menonton televisi dan jajan mainan.
"Nonton TV?" kata Mbak Lala.
"Enggak," jawab Rayyanza.
"Main HP, main game Kang Dedi," seru Mbak Lala.
"Enggak, tuh enggak pegang. Ajja udah enggak suka nonton, enggak suka jajan mobil, enggak suka beli mainan, udah enggak suka main iPad," jelas Rayyanza.
"Makannya susah enggak?," tanya Mbak Lala.
"Enggak," jawab Rayyanza.
Baca juga: Sosok & Profil Sofiyah, Wali Murid Dukung Program Barak Militer Dedi Mulyadi, Sindir Ono Surono
Sudah Lihat Langsung, Kak Seto Debat Pelapor Dedi Mulyadi Soal Siswa di Barak Militer: Anaknya Suka
Kak Seto mendebat pelapor Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal siswa nakal dididik di barak militer.
Sebelumnya diberitakan, pria bernama Adhel Setiawan melaporkan Dedi Mulyadi ke Komnas HAM karena program pendidikan siswa nakal di barak militer.
Namun kini Adhel Setiawan didebat oleh Kak Seto yang sudah melihat langsung jalannya program Dedi Mulyadi membina siswa nakal.
Kak Seto sebagai psikolog anak justru setuju dengan kebijakan Dedi Mulyadi.
Terlebih Kak Seto sudah datang dan bertemu langsung dengan anak-anak yang masuk barak militer.
Kata Kak Seto, anak-anak di barak militer malah senang dengan kebijakan Dedi Mulyadi tersebut.
Atas pernyataan Kak Seto, Adhel mengaku tidak sependapat.
Hal itu disampaikan Adhel saat bertemu Kak Seto di acara talkshow tv one news tayang pada Selasa (13/5/2025) malam.
Baca juga: Kini Psikolog Anak, Kak Seto Pernah Frustasi Gagal jadi Dokter, 7 Bulan Gelandangan, jadi Pembantu
"Saya enggak setuju dengan pendapat kak Seto. Beliau ini menganggap anak sebagai objek, pelaku kenakalan dilihat dari segi psikologis, pelaku kekerasan yang memang harus dianggap sebagai masalah di tengah masyarakat," ungkap Adhel Setiawan, dikutip TribunnewsBogor.com pada Rabu (14/5/2025).
"Yang kak Seto lihat pasti mereka dipakain seragam militer, dibotakin, diajarin yel-yel, baris berbaris, suruh merangkan, militeristik, enggak sesuai," sambungnya.
Mendengar kritikan dari Adhel, Kak Seto menggubrisnya.
Dengan uraian panjang, Kak Seto menceramahi Adhel soal arti dari pendidikan yang sesungguhnya.
"Makna pendidikan itu apa? bukan memasukkan ilmu sebanyak mungkin ke kepala anak, tapi memunculkan potensi anak yang unik setiap anak didik. Ini hanya bisa muncul kalau lingkunganya kondusif. Tadi bapak mengatakan anak nakal karena lingkungan. Nah karena anak mendapatkan lingkungan yang tidak kondusif, yang menjerumuskan mereka menjadi berbagai perilaku menyimpang padahal mereka anak kreatif, tapi karena pengaruhan lingkungan keliru maka jadilah seperti itu," kata Kak Seto.
Diungkap Kak Seto, ide Dedi Mulyadi untuk memasukkan anak-anak berpolemik ke barak militer justru adalah ide yang cemerlang.
Sebab di militer, potensi anak-anak tersebut ikut terasah.
Mendengar uraian dari Kak Seto, Adhel menimpalinya dengan sinis.
"Kalau ada seseorang punya ide, membawa (anak) ke dalam lingkungan yang kondusif, lingkungan bela negara, nasionalisme, bangun pagi, disiplin, apakah itu salah? justru ini adalah untuk kepentingan terbaik untuk anak. Pada waktu itupun saya menyampaikan pesan, bahwa ini adalah kepentingan terbaik untuk anak," pungkas Kak Seto.
"Kepentingan terbaik untuk anak atau kepentingan terbaik Gubernur dan orangtua?" tanya Adhel.
"Bukan untuk itu. Pada waktu anak saya tanya, apakah senang, senang sekali, bahkan pada suatu saat saya tanya cita-citanya, siapa ingin jadi dokter, artis, terakhir saya tanya siapa yang ingin jadi anggota TNI, itu 75 persen angkat tangan. Jadi ada suatu bangga, mendapat lingkungan kondusif jadi cinta tanah air. Jangan buru-buru divonis apa jelek, tapi marilah kita ikuti. Saya juga mohon ke kang Dedi mohon ini terbuka," ujar Kak Seto.
Terkait dengan kekhawatiran Adhel soal peluang munculnya pelanggaran HAM di barak militer bagi anak-anak, Kak Seto mengurai penjelasan.
Bahwa pihaknya akan terus mengawasi kebijakan Dedi Mulyadi tersebut.
"Saya belum melihat (adanya pelanggaran HAM), saya melihat unsur positifnya, tapi saya akan pantau. Kami dari LPAI akan melibatkan teman-teman di Bandung untuk bisa terbuka apa yang betul-betul dirasakan anak," imbuh Kak Seto.
Masih belum setuju, Adhel kembali mendebat Kak Seto.
Adhel rupanya tak terima jika anak-anak dimasukkan ke barak militer.
Menjawab debat dari Adhel, Kak Seto mengurai pertanyaan menohok.
"Kenapa di barak militer kak Seto? atau markas militer?" tanya Adhel.
"Saya koreksi, dengan kata barak militer, militer kan perang. Di situ namanya dodikbela negara, depo pendidikan. Jadi untuk mendidik, memunculkan potensi anak yang otentik," ujar Kak Seto.
"Di dalam lingkungan militer?" tanya Adhel lagi.
"Apa yang keliru dari militer? kalau ada unsur disiplin, sehatnya, cerdasnya," respon Kak Seto menohok.
"Apa enggak ada tempat lain?" tanya Adhel.
"Pendidikan itu kan sesuai dengan UU sistem pendidikan nasional, bisa formal, informal, nonformal. Kalau formal tidak optimal, bisa dibawa ke nonformal, sanggar musik, sanggar tari, bela negara, ini salah satu alternatif saja,"ungkap kak Seto.
Melanjutkan debatnya, Adhel lantas mengurai soal pasal perihal anak-anak yang dilibatkan dalam aktivitas kemiliteran.
Menjawab pernyataan dari Adhel, Kak Seto pun kembali menskakmat pria yang berprofesi sebagai pengacara itu.
"Tapi kak Seto, di Pasal 76H UU Perlindungan Anak, melibatkan anak dalam militer itu pidana 5 tahun penjaranya, makanya saya laporan ke Komnas HAM, dikhawatirkan terbuka peluang yang sangat luas terjadi pelanggaran HAM memiliterisasikan pendidikan," ujar Adhel.
"Iya, kalau itu tidak dipantau oleh unsur yang lain, kan di sana ada dinas pendidikan, dinas sosial, dinas kesehatan, dan dinas pemberdayaan perempuan dan dinas perlindungan anak," respon Kak Seto.
(TribunNewsmaker.com/Febriana) (TRIBUNNEWSMAKER/Tribun Medan)